Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Seni

Dari Ananda dengan Penuh Cinta

12 Maret 2000 | 00.00 WIB

Image of Tempo
Perbesar

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

PIANO dan jari-jarinya menyihir pendengarnya. Dia menari dan meloncat seolah piano itu adalah bagian dari tubuhnya. Keringat bercucuran membasahi jas hijau tua saat jari-jarinya larut dalam dentingan Concerto No. 1 in C Major, Op.15 gubahan Ludwig von Beethoven.

Atraksi itulah yang disuguhkan Ananda Sukarlan dalam ''Beethoven Night" yang digelar di ballroom Hotel Gran Melia, Jakarta, pekan lalu. Sekitar 500 penonton tersihir menyaksikan pria kurus berkacamata ini menaklukkan pianonya.

Tak ada yang ragu bahwa yang tampil saat itu memang pianis kelas dunia yang telah menjajal berbagai panggung di hampir semua negara Eropa, Amerika Utara, dan Amerika Selatan.

Hujan pujian yang dituai Ananda tidak turun begitu saja dari langit. Semua berawal dari piano tua peninggalan seorang Belanda yang dibeli oleh orang tuanya. Andi—nama kecilnya—yang saat itu berusia 3 tahun, langsung jatuh cinta pada mainan barunya itu. Dua tahun kemudian, kakaknya, Martani Widjajanti, pun menjadi guru musik pertamanya. Kecintaan pria kelahiran 10 Juni 1968 ini pada piano kian bertambah besar. Ia mulai merambah TVRI sebagai pianis cilik yang kondang pada masa itu.

Lulus SMA pada 1986, anak bungsu dari tujuh bersaudara ini belajar piano di Sekolah Musik Walter Hautzig di Harford, Connecticut, Amerika Serikat. Setahun kemudian, ia mendapat beasiswa dari pemerintah Belanda untuk bersekolah di Fakultas Piano di Koninklijk Conservatorium Den Haag. Jenjang S-1 dan S-2 dilaluinya dengan predikat summa cum laude. Andi pun didukung para seniman klasik Belanda untuk mengikuti Kompetisi Musik Nasional Belanda, Eduard Elipse Award, yang diadakan oleh Contemporary Music Center di Amsterdam pada 1988.

Kompetisi inilah yang kemudian menjadi tiket Ananda menuju tingkat sukses. Masyarakat musik klasik di Eropa menoleh kepada orang Indonesia pertama—dan satu-satunya—yang meraih penghargaan itu. Pengagum Michael Jackson dan Whitney Houston ini pun memulai perjalanan karirnya sebagai pianis profesional. Kemenangan demi kemenangan pun direguk. Ananda mengantongi penghargaan dari Gaudeamus Concours di Belanda, Orlean Competition di Prancis, Montsalvage Competition di Spanyol, dan aneka ajang prestisius lainnya.

Rasanya tak berlebihan jika namanya pun menghiasi International Who's Who in the Music. Tak lama berselang, Guinness Book of Records pun mengabadikan keberhasilannya menampilkan 38 karya baru para komponis kontemporer secara sekaligus dalam Festival Musik Modern di Alicante, Spanyol. Dari dalam negeri, Museum Rekor Indonesia menganugerahinya gelar pianis Indonesia yang paling banyak berkonser di mancanegara.

Adakah hal itu yang membuat Ananda memilih bermusik di sana dan ''lupa" pulang ke Tanah Air? Pianis yang menggemari karya-karya komponis Rusia Igor Stravinsky ini menilai kondisi di dalam negeri belum memungkinkan seseorang menjadi pianis profesional. Menurut dia, kondisi ini tak ubahnya lingkaran setan. Peminat musik klasik berjumlah minim karena tidak ada yang menyuplai pemain musik klasik dan perangkatnya. Sebaliknya, suplai musik klasik (beserta pemain) juga berjumlah minim karena peminatnya sedikit. ''Menurut hukum ekonomi, jika suplai kurang dan kualitas menurun, konsumennya juga kurang," tutur Ananda. Dengan alasan itu, Andi memilih mengadu nasib di negeri orang. ''Di sini, saya tidak bisa hidup dari piano," katanya.

Sebagai seorang pianis profesional, kesejahteraan Ananda pun kian cerah. Pendapatannya sebagai pianis profesional memang sangat menjanjikan. Sekali tampil, ia bisa mengantongi US$ 5.000 hingga US$ 10.000. Belum lagi hadiah uang dari tiap kompetisi, yang bisa mencapai US$ 20.000 sekali menang. Toh, itu semua tak mengubah sosok bersahaja ini.

Sejak 1994, ia tinggal di rumah seluas 600 meter persegi di Pegunungan Pirenia, Spanyol. Jika tidak sedang berada di tengah-tengah penonton, di rumah inilah Ananda menghabiskan hari bersama istri tercinta, Raquel Gomez, dan memperdengarkan komposisi Beethoven, Bach, dan Stravinsky untuk Alicia Pirenia, putrinya, yang berusia satu tahun.

Setelah 12 tahun Ananda melanglang buana dengan pianonya, namanya semakin bersinar benderang. September mendatang, ia akan menjadi seniman Indonesia pertama yang tampil di Lisabon, Portugal, setelah pembukaan hubungan diplomatik kedua negara. Tak kurang dari Ratu Sophia ''meminangnya" untuk tampil solo di malam gala Kerajaan Spanyol. Ananda Sukarlan memang tidak sedang bermain piano. Ia sedang menunjukkan kecintaannya kepada piano.

Andari Karina Anom dan Biro Jakarta

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Image of Tempo
Image of Tempo
Berlangganan Tempo+ untuk membaca cerita lengkapnyaSudah Berlangganan? Masuk di sini
  • Akses edisi mingguan dari Tahun 1971
  • Akses penuh seluruh artikel Tempo+
  • Baca dengan lebih sedikit gangguan iklan
  • Fitur baca cepat di edisi Mingguan
  • Anda Mendukung Independensi Jurnalisme Tempo
Lihat Benefit Lainnya

Image of Tempo

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Image of Tempo
>
Logo Tempo
Unduh aplikasi Tempo
download tempo from appstoredownload tempo from playstore
Ikuti Media Sosial Kami
© 2024 Tempo - Hak Cipta Dilindungi Hukum
Beranda Harian Mingguan Tempo Plus