Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Kartun

Demam antik menggoda maling ...

Pencurian & penggalian liar benda-benda bersejarah menjalar kemana-nama. di prambanan, 24 arca kehilangan kepala. ada pejabat yang memprakarsainya. undang-undang yang menjamin keamanan benda purbakala belum ada. (ils)

22 September 1979 | 00.00 WIB

Image of Tempo
Perbesar

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

HARI Minggu, tnggal 2 September malam. Pak Slamet mengenakan seragam mirip ABRI dan di dadanya ada tertera tulisan "Hansip". Malam itu, sekitar jam 2Z.00 ia bertugas keliling Candi Prambanan. Tidak mudah baginya untuk memeriksa kompleks candi yang luas dan gelap tanpa penrangan listrik itu. Namun Slamet toh merasa curiga. Begitu pengakuannya kemudian. Karena dari candi induk di seputar Roro Jonggrang, didapatinya ceceran batu bekas tatahan. Slamet memberitahukan hal ini kepada 5 orang rekannya yang juga sedang berjaga di kompleks itu. "Penjagaan malam itu terus kami perketat, sampai pagi", tukas Istiyo, penjaga yang lain. Karena tanggal 11 Agustus yang lalu, bedeng tempat menyimpan candi-candi Brahma dan Wishnu yang sedang dipugar telah dijebol maling. Lenyaplah sebuah kala yang berukiran indah, yang biasanya menghias pintu masuk candi, sekaligus berfungsi sebagai talang air. Sedangkan pada 1 September, seorang penjaga telah mendapati raut muka patung Lokapala yang berfungsi sebagai Dewa Penjaga Mata Angin, dirusak orang. Karena kejadian-kejadian ini penjagaan diperketat. Penjaga dilipat duakan. Setengah lusin "Hansip" jaga siang hari dan yang 6 lainnya harus melek malam hari secara bergantian. Paling Kriminil. Tanggal 3 September baru ketahuan bahwa kompleks Candi Prambanan telah kemalingan 24 kepala arca yang terdapat pada sisi luar dinding pagar langkan candi induk, Duga Mahisasuramardini, yang biasa disebut dengan nama populer: Loro Jonggrang. Arca-arca yang dipenggal kepalanya itu--4 buah kepala rupanya tidak sempat dibawa kabur-adalah arca penghias yang menggambarkan penari-penari dari kayangan. Kompleks candi Loro Jonggrang di Prambanan terdiri dari 3 kelompok. Candi Shiwa sebagai induk kelompok, diapit oleh candi Brahma dan Wishnu yang kini sedang dipugar. Kompleks yang cukup luas ini dikelilingi oleh lebih dari 200 buah candi perwara yang teriusun dalam 4 baris. Mewakili peninggalan Agama Hindu, kelompok percandian berdasarkan tata-susunan tertentu ini diduga dibuat pada pertengahan abad ke-IX. Dan membuktikan hasil berpadunya keluarga Sanjaya dan Cailendra. Kelompok candi ini ditemukan sekitar tahun 1880 dan bangunan yang mengalami kerusakan berat dan tertimbun tanah ini dipugar kembali pada tahun 1937. Pemugaran baru selesai pada 20 Desember 1953 dengan konsentrasi pada candi induk dan diresmikan oleh Almarhum Presiden Sukarno. Tahun 1962, komplek candi ini dijadikan lokasi sendratari Ramayana, 4 kali dalam setahun di waktu bulan sedang purnama. Sebab selain Borobudur di dekat Muntilan Prambanan yang letaknya 17 km dari Yogya merupakan obyek wisata yang terpenting untuk Jawa Tengah. "Ini adalah pencurian yang paling keji", ujar Dirjen Kebudayaan Prof. Dr. Haryati Soebadio. Haryati marah besar, sampai dia berucap: "Sekarang, hampirhampir saya kehilangan kepercayaan hala setiap orang". "Rasanya, akhir-akhir ini memang ada semacam rush untuk mencuri", demikian pendapat drs. Bambang Soemadyo, Direktur Museum Pusat Jakarta. Drs. Uka Tjandrasasmita sebagai Direktur Sejarah dan Purbakala Departemen P & K membenarkan bahwa sekitar Agustus-September ini ada semacam "rush" (menderasnya), pencurian bcnda-benda purbakala yang menanjak jumlahnya. Sebab sebelum pencurian di Prambanan 11 Agustus, candi Merak di Klaten juga musnah salah satu candinya. Juga di candi Sambisari yang juga terletak di Desa Prambanan. Candi ini terpendam 6 m di dalam tanah dan ketika direstorasi pada 1975, telah kehilangan sebuah arca penjaga yang terbaik. Bahkan tahun lalu, 23 buah relief candi Gambar di daerah Pasuruan telah hilang. Relief tersebut adalah terracota sebesar meja. Tahun lalu juga, arca Shiva di Puau Panaitan, Jawa Barat, lenyap - untung kemudian ketemu lagi. Itu baru sebagian dari laporan pencurian barang-barang purbakala di Pulau Jawa. "Jawa Tengah dan Jawa Timur adalah daerah yang paling rawan," tambah Uka. Katanya lagi. "Tetapi mencuri arca yang telah rampung dipugar adalah yang paling keterlaluan. Yang paling kriminil, paling jahat ketimbang maling apapun." Uka juga menandai bahwa pencurinya itu paling tidak seseorang yang tahu soal estetika dan faham arca mana yang mempunyai arti penting bagi selumh komposisi candi atau agama yang bersangkutan. Uka juga mengakui bahwa alur pellcurian itu belum diketahui oleh siapa dan untuk apa. Tetapi dia memastikan bahwa banyaknya pencurian karena pasti ada pesanan. Apakah pemesannya itu orang Indonesia atau orang asing, "juga tidak jelas. Tapi yang pasti, kalau untuk orang asing, pasti tidak langsung pesan kepada pencurinya. Ada satu rangkaian yang cukup panjang," kata Uka. Selama ini penyelidikan belum pernah dilakukan dengan tuntas. "Belum serius," sambungnya, "dan pihak sekuriti seharusnya sadar, betapa pentingnya benda-benda besejarah itu bagi suatu bangsa." Sebelum pencurian arca-arca, sudah ada pencurian barang-barang keramik. Sekitar tahun 70-an, kawasan Sulawesi Selatan adalah daerah yang paling ramai dalam hal penggalian liar barang-barang keramik. Apa yang digali kemudian oleh Pusat Penelitian Purbakala dan Peninggalan Nasional, hanyalah sisa. "Kami harus berlomba dengan penggali liar, sedang biaya waktu itu terbatas sekali" kata drs. Abu Ridho, arkeolog dari kurator Museum Pusat, yang turut menandakan penggalian di Takalar, Sulawesi Selatan. Keramik yang berasal dari Tiongkok, Vietnam dan Myangthai di sekitar abad ke-XVI banyak terdapat di kawasan ini. Kata Abu Ridho lagi: "Untuk kepentingan ilmiah bukan main nilainya, seandainya tidak terampas begitu saja oleh penggalian liar." Penggarongan lewat penggalian liar ini menghilangkan arti sejarah pada zaman pra-Islam di Indonesia sebelah timur. Apa yang ditemukan di Takalar, ialah pendaman keramik yang berhubungan dengan sistim penguburan zaman itu. Yaitu seseorang yang meninggal, kepalanya harus menghadap ke timur. Pada bagian-bagian tubuh yang penting, ditutup dengan keramik. Dan pada bagian kepala sebagai organ terpenting dari tubuh --ditaruh keramik yang paling mahal. Menggalaknya penggalian liar ini dimulai ketika seorang pejabat, berkuasa ditahun sebelum 1970 mengerahkan orang-orangnya untuk mengadakan penggalian. Kelakuan ini kemudian ditiru oleh penguasa-penguasa lain di kawasan itu. Ditambah lagi ada pesanan yang membanjir dari Jakarta. Mulai saat itu, hancurlah situs bersejarah di kawasan Sulawesi Selatan. Bersamaan dengan itu timbul pula kegemaran memiliki barang-barang yang berasal dari istana, terutama istana di Yogya, Sala atau Cirebon. Memang Istana Yogya dan Kasunanan di Sala pernah mengobral segala macam piring gelas, lampu-lampu kristal. Yang menjual tentu saja orang dalam kraton, yang perlu uang dan merasa barang-barang tersebut milik pribadinya. Pembelinya di samping memang penggemar barang-barang antik adalah mereka yang ingln menaikkan pamornya lewat barang-barang kraton,ini. Supaya disangka masih ada "trah" atau agar dicap bangsawan. Untunglah kebiasaan ini 4ini bisa direln, walaupun belum bersih dari penjualan secara diam-diam. Misalnya di kraton Yogya, kini sernua barang telah diinventarisasikan. Istana Mangkunegaran - ketika Gusti Puteri masih hidup --adalah istana yang terawat baik. Dan Uka Tjandrasasmita berpendapat: "Setclah beliau meninggal, kini agak kendor rupanya. Jadi tergantung organisasi di dalam juga." 50 tahun, antik. Sesungguhnya keamanan bendabenda purbakala itu sudah dijamin UU. Uka menegaskan, bahwa MO (Monument Ordonantie) 1981 Stbl 238 masih berlaku di republik ini. Dalam MO 1931 ini diatur segala perlindungan tentang cagar budaya nasional, walaupun Belanda tadinya hanya mengatakan Jawa dan Bali saja. "Tapi telah dicanangkan sejak 1968 untuk seluruh kawasan Indonesia", kata Uka lagi. Hingga kini ada 3.000 komplek di 24 propinsi yang telah diinventarisasi untuk dipugar. Tapi baru 1.250 komplek yang memiliki biaya. Kompleks-kompleks tersebut dibagi menjadi "dead, monument"--seperti candi, situs kerajaan kuno -- dan "living monument' -- seperti gereja, masjid, kraton, klenteng. Sejak 1976 Pemerintah memang memprioritaskan pemugaran yang tergolong "dead monument". Terutama karena derasnya pencurian dan penggalian liar tadi. Bagi istana-istana Sultan Yogya, Sunan Sala dan Mangkunegaran dianggap sudah bisa memelihara sendiri, karena telah 3 kali dipugar. Istana-istana ini juga masih terus menerima subsidi. Tujuh proyek pemugaran "living monument " yang telah dibiayai Pemerintah antara lain: Kasultanan Yogya Rp 110. 367.000, Kasunanan Surakarta (Sala) Rp 102.354.000, Mangkunegaran Rp 44.769.000, Kasultanan Deli (Sumatra Utara Rp. 29.414.000. "Dan kalau sudah dipugar, tetapi penghuninya tidak mau turut merawatnya, wah ya keterlaluan!", kata Uka.

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Image of Tempo
Image of Tempo
Berlangganan Tempo+ untuk membaca cerita lengkapnyaSudah Berlangganan? Masuk di sini
  • Akses edisi mingguan dari Tahun 1971
  • Akses penuh seluruh artikel Tempo+
  • Baca dengan lebih sedikit gangguan iklan
  • Fitur baca cepat di edisi Mingguan
  • Anda Mendukung Independensi Jurnalisme Tempo
Lihat Benefit Lainnya

Image of Tempo

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Image of Tempo
>
Logo Tempo
Unduh aplikasi Tempo
download tempo from appstoredownload tempo from playstore
Ikuti Media Sosial Kami
© 2024 Tempo - Hak Cipta Dilindungi Hukum
Beranda Harian Mingguan Tempo Plus