HARI Minggu, tnggal 2 September malam. Pak Slamet mengenakan
seragam mirip ABRI dan di dadanya ada tertera tulisan "Hansip".
Malam itu, sekitar jam 2Z.00 ia bertugas keliling Candi
Prambanan. Tidak mudah baginya untuk memeriksa kompleks candi
yang luas dan gelap tanpa penrangan listrik itu.
Namun Slamet toh merasa curiga. Begitu pengakuannya kemudian.
Karena dari candi induk di seputar Roro Jonggrang, didapatinya
ceceran batu bekas tatahan. Slamet memberitahukan hal ini kepada
5 orang rekannya yang juga sedang berjaga di kompleks itu.
"Penjagaan malam itu terus kami perketat, sampai pagi", tukas
Istiyo, penjaga yang lain. Karena tanggal 11 Agustus yang lalu,
bedeng tempat menyimpan candi-candi Brahma dan Wishnu yang
sedang dipugar telah dijebol maling. Lenyaplah sebuah kala yang
berukiran indah, yang biasanya menghias pintu masuk candi,
sekaligus berfungsi sebagai talang air.
Sedangkan pada 1 September, seorang penjaga telah mendapati
raut muka patung Lokapala yang berfungsi sebagai Dewa Penjaga
Mata Angin, dirusak orang. Karena kejadian-kejadian ini
penjagaan diperketat. Penjaga dilipat duakan. Setengah lusin
"Hansip" jaga siang hari dan yang 6 lainnya harus melek malam
hari secara bergantian.
Paling Kriminil.
Tanggal 3 September baru ketahuan bahwa kompleks Candi Prambanan
telah kemalingan 24 kepala arca yang terdapat pada sisi luar
dinding pagar langkan candi induk, Duga Mahisasuramardini, yang
biasa disebut dengan nama populer: Loro Jonggrang. Arca-arca
yang dipenggal kepalanya itu--4 buah kepala rupanya tidak sempat
dibawa kabur-adalah arca penghias yang menggambarkan
penari-penari dari kayangan.
Kompleks candi Loro Jonggrang di Prambanan terdiri dari 3
kelompok. Candi Shiwa sebagai induk kelompok, diapit oleh candi
Brahma dan Wishnu yang kini sedang dipugar. Kompleks yang cukup
luas ini dikelilingi oleh lebih dari 200 buah candi perwara yang
teriusun dalam 4 baris. Mewakili peninggalan Agama Hindu,
kelompok percandian berdasarkan tata-susunan tertentu ini diduga
dibuat pada pertengahan abad ke-IX. Dan membuktikan hasil
berpadunya keluarga Sanjaya dan Cailendra. Kelompok candi ini
ditemukan sekitar tahun 1880 dan bangunan yang mengalami
kerusakan berat dan tertimbun tanah ini dipugar kembali pada
tahun 1937. Pemugaran baru selesai pada 20 Desember 1953 dengan
konsentrasi pada candi induk dan diresmikan oleh Almarhum
Presiden Sukarno. Tahun 1962, komplek candi ini dijadikan lokasi
sendratari Ramayana, 4 kali dalam setahun di waktu bulan sedang
purnama. Sebab selain Borobudur di dekat Muntilan Prambanan yang
letaknya 17 km dari Yogya merupakan obyek wisata yang terpenting
untuk Jawa Tengah.
"Ini adalah pencurian yang paling keji", ujar Dirjen Kebudayaan
Prof. Dr. Haryati Soebadio. Haryati marah besar, sampai dia
berucap: "Sekarang, hampirhampir saya kehilangan kepercayaan
hala setiap orang".
"Rasanya, akhir-akhir ini memang ada semacam rush untuk
mencuri", demikian pendapat drs. Bambang Soemadyo, Direktur
Museum Pusat Jakarta.
Drs. Uka Tjandrasasmita sebagai Direktur Sejarah dan Purbakala
Departemen P & K membenarkan bahwa sekitar Agustus-September ini
ada semacam "rush" (menderasnya), pencurian bcnda-benda
purbakala yang menanjak jumlahnya. Sebab sebelum pencurian di
Prambanan 11 Agustus, candi Merak di Klaten juga musnah salah
satu candinya. Juga di candi Sambisari yang juga terletak di
Desa Prambanan. Candi ini terpendam 6 m di dalam tanah dan
ketika direstorasi pada 1975, telah kehilangan sebuah arca
penjaga yang terbaik. Bahkan tahun lalu, 23 buah relief candi
Gambar di daerah Pasuruan telah hilang. Relief tersebut adalah
terracota sebesar meja. Tahun lalu juga, arca Shiva di Puau
Panaitan, Jawa Barat, lenyap - untung kemudian ketemu lagi.
Itu baru sebagian dari laporan pencurian barang-barang purbakala
di Pulau Jawa. "Jawa Tengah dan Jawa Timur adalah daerah yang
paling rawan," tambah Uka. Katanya lagi. "Tetapi mencuri arca
yang telah rampung dipugar adalah yang paling keterlaluan. Yang
paling kriminil, paling jahat ketimbang maling apapun." Uka juga
menandai bahwa pencurinya itu paling tidak seseorang yang tahu
soal estetika dan faham arca mana yang mempunyai arti penting
bagi selumh komposisi candi atau agama yang bersangkutan.
Uka juga mengakui bahwa alur pellcurian itu belum diketahui oleh
siapa dan untuk apa. Tetapi dia memastikan bahwa banyaknya
pencurian karena pasti ada pesanan. Apakah pemesannya itu orang
Indonesia atau orang asing, "juga tidak jelas. Tapi yang pasti,
kalau untuk orang asing, pasti tidak langsung pesan kepada
pencurinya. Ada satu rangkaian yang cukup panjang," kata Uka.
Selama ini penyelidikan belum pernah dilakukan dengan tuntas.
"Belum serius," sambungnya, "dan pihak sekuriti seharusnya
sadar, betapa pentingnya benda-benda besejarah itu bagi suatu
bangsa."
Sebelum pencurian arca-arca, sudah ada pencurian barang-barang
keramik. Sekitar tahun 70-an, kawasan Sulawesi Selatan adalah
daerah yang paling ramai dalam hal penggalian liar barang-barang
keramik. Apa yang digali kemudian oleh Pusat Penelitian
Purbakala dan Peninggalan Nasional, hanyalah sisa. "Kami harus
berlomba dengan penggali liar, sedang biaya waktu itu terbatas
sekali" kata drs. Abu Ridho, arkeolog dari kurator Museum Pusat,
yang turut menandakan penggalian di Takalar, Sulawesi Selatan.
Keramik yang berasal dari Tiongkok, Vietnam dan Myangthai di
sekitar abad ke-XVI banyak terdapat di kawasan ini. Kata Abu
Ridho lagi: "Untuk kepentingan ilmiah bukan main nilainya,
seandainya tidak terampas begitu saja oleh penggalian liar."
Penggarongan lewat penggalian liar ini menghilangkan arti
sejarah pada zaman pra-Islam di Indonesia sebelah timur. Apa
yang ditemukan di Takalar, ialah pendaman keramik yang
berhubungan dengan sistim penguburan zaman itu. Yaitu seseorang
yang meninggal, kepalanya harus menghadap ke timur. Pada
bagian-bagian tubuh yang penting, ditutup dengan keramik. Dan
pada bagian kepala sebagai organ terpenting dari tubuh
--ditaruh keramik yang paling mahal.
Menggalaknya penggalian liar ini dimulai ketika seorang pejabat,
berkuasa ditahun sebelum 1970 mengerahkan orang-orangnya untuk
mengadakan penggalian. Kelakuan ini kemudian ditiru oleh
penguasa-penguasa lain di kawasan itu. Ditambah lagi ada pesanan
yang membanjir dari Jakarta. Mulai saat itu, hancurlah situs
bersejarah di kawasan Sulawesi Selatan.
Bersamaan dengan itu timbul pula kegemaran memiliki
barang-barang yang berasal dari istana, terutama istana di
Yogya, Sala atau Cirebon. Memang Istana Yogya dan Kasunanan di
Sala pernah mengobral segala macam piring gelas, lampu-lampu
kristal. Yang menjual tentu saja orang dalam kraton, yang perlu
uang dan merasa barang-barang tersebut milik pribadinya.
Pembelinya di samping memang penggemar barang-barang antik
adalah mereka yang ingln menaikkan pamornya lewat barang-barang
kraton,ini. Supaya disangka masih ada "trah" atau agar dicap
bangsawan.
Untunglah kebiasaan ini 4ini bisa direln, walaupun belum bersih
dari penjualan secara diam-diam. Misalnya di kraton Yogya, kini
sernua barang telah diinventarisasikan. Istana Mangkunegaran -
ketika Gusti Puteri masih hidup --adalah istana yang terawat
baik. Dan Uka Tjandrasasmita berpendapat: "Setclah beliau
meninggal, kini agak kendor rupanya. Jadi tergantung organisasi
di dalam juga."
50 tahun, antik.
Sesungguhnya keamanan bendabenda purbakala itu sudah dijamin UU.
Uka menegaskan, bahwa MO (Monument Ordonantie) 1981 Stbl 238
masih berlaku di republik ini. Dalam MO 1931 ini diatur segala
perlindungan tentang cagar budaya nasional, walaupun Belanda
tadinya hanya mengatakan Jawa dan Bali saja. "Tapi telah
dicanangkan sejak 1968 untuk seluruh kawasan Indonesia", kata
Uka lagi.
Hingga kini ada 3.000 komplek di 24 propinsi yang telah
diinventarisasi untuk dipugar. Tapi baru 1.250 komplek yang
memiliki biaya. Kompleks-kompleks tersebut dibagi menjadi "dead,
monument"--seperti candi, situs kerajaan kuno -- dan "living
monument' -- seperti gereja, masjid, kraton, klenteng. Sejak
1976 Pemerintah memang memprioritaskan pemugaran yang tergolong
"dead monument". Terutama karena derasnya pencurian dan
penggalian liar tadi.
Bagi istana-istana Sultan Yogya, Sunan Sala dan Mangkunegaran
dianggap sudah bisa memelihara sendiri, karena telah 3 kali
dipugar. Istana-istana ini juga masih terus menerima subsidi.
Tujuh proyek pemugaran "living monument " yang telah dibiayai
Pemerintah antara lain: Kasultanan Yogya Rp 110. 367.000,
Kasunanan Surakarta (Sala) Rp 102.354.000, Mangkunegaran Rp
44.769.000, Kasultanan Deli (Sumatra Utara Rp. 29.414.000. "Dan
kalau sudah dipugar, tetapi penghuninya tidak mau turut
merawatnya, wah ya keterlaluan!", kata Uka.
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini