Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Hukum

Pengikut Islam Jamaah & KUHP

Kejati dki melarang ajaran islam jamaah. penganut yang tak bisa disadarkan dapat dituntut di muka pengadilan sesuai dengan kuhp dan penpres 1/1965 tentang pencegahan penyalahgunaan atau penodaan agama.(hk)

22 September 1979 | 00.00 WIB

Image of Tempo
Perbesar

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

SETIAP orang dilarang dengan sengaja di muka umum menceritakan, menganjurkan atau mengusahakan dukungan umum, untuk melakukan penafsiran tentang sesuatu agama yang dianut di Indonesia atau melakukan kegiatan-kegiatan agama yang menyerupai kegiatan-kegiatan kagamaan dari agama itu, penafsiran dan kegiatan mana menyimpang dari pokok-pokok ajaran agama itu. (Penpres 1/1965, Tentang Pencegahan Penyalahgunaan/atau Penodaan Agama). HAK hidup bagi ajaran atau aliran Darul Hadis, Islam Jama'ah dan bentuk-bentuk organisasinya, sudah dihapus Jaksa Agung sejak Oktober 1971. Itulah sebabnya, bila kini kegiatan Islam Jama'ah makin tampak muncul ke permukaan terutama melalui wajah beberapa orang artis ibukota, Kejaksaan Tinggi DKI Jakarta 10 September lalu hanya perlu mempertegas Islam Jama'ah atau aliran lain yang mempunyai ajaran yang sama tetap dilarang! Perlukah? Ya, "untuk menetralisir masyarakat supaya tidak terjadi keresahan," ujar Jaksa J. Tjikmanan SH, Humas Protokol Kejati, setelah mengeluarkan siaran penegasan sikap Kejaksaan. Pemeriksaan terhadap beberapa orang artis telah dimulai. Hasilnya belum jelas. Tapi secara umum kejaksaan mengancam akan "melakukan penuntutan di muka pengadilan bagi mereka yang tidak bisa disadarkan." Tjikmanan merasa masih terlalu pagi untuk bicara mengenai pasal hukum pidana mana yang tepat untuk menuntut penganut Islam Jama'ah. Namun menurut Dr. Surjono Sukanto MA, ahli sosiologi hukum dari Fak. Hukum UI, kejaksaan memang punya pasal dari KUHP (Kitab Undang-Undang Hukum Pidana) yang diperkuat dengan Penpres 1/1965 (tentang Pencegahan Penyalahgunaan atau Penodaan Agama) sebagai dasar penuntutan. Perbuatan yang bersifat permusuhan, penyalahgunaan atau penodaan terhadap agama dapat dihukum selamalamanya lima tahun penjara (KUHP pasal 156a). Yang repot, sesungguhnya bukanlah mencari pasal tuduhan dan tuntutan. "Tapi pembuktiannya yang sulit, " seperti kata Surjono Sukanto. Untuk membuktikan sesuatu ajaran -- seperti yang dianut Islam Jama'ah tersebut -- menyimpang atau tidak dari ajaran pokok agama "harus ada saksi ahli," ujar Surjono. Selanjutnya, harus dibuktikan pula "fikiran" atau "amalannya". Bagaimana kalau mungkir atau menyatakan dirinya telah "keluar" dari Islam Jama'ah? "Tidak bisa begitu saja, nanti banyak yang konyol," sambut Tjikmanan. "Namum sudah tahu bagaimana kejaksaan membuktikan kesalahan seseorang di pengadilan," kata pejabat Kejati DKI ini penuh keyakinan. Begitu juga pendapat Surjono. "Mungkir bisa saja, tapi kalau ada bukti lain, seperti keterangan saksi, bukti tertulis dan sebagainya?" katanya. Tetapi, masih menurut Surjono, "apa penjara dapat merubah kepercayaan mereka dan kembali keagama Islam yang benar?" Itulah.

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Image of Tempo
Image of Tempo
Berlangganan Tempo+ untuk membaca cerita lengkapnyaSudah Berlangganan? Masuk di sini
  • Akses edisi mingguan dari Tahun 1971
  • Akses penuh seluruh artikel Tempo+
  • Baca dengan lebih sedikit gangguan iklan
  • Fitur baca cepat di edisi Mingguan
  • Anda Mendukung Independensi Jurnalisme Tempo
Lihat Benefit Lainnya

Image of Tempo

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Image of Tempo
>
Logo Tempo
Unduh aplikasi Tempo
download tempo from appstoredownload tempo from playstore
Ikuti Media Sosial Kami
© 2024 Tempo - Hak Cipta Dilindungi Hukum
Beranda Harian Mingguan Tempo Plus