Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Hukum

Borgol & para saksi

Pengadilan terhadap 16 terdakwa perampokan uang gaji 120 pegawai p&k di kabupaten badung, bali. mereka diadili dengan tangan terbelenggu dan diperiksa setelah hakim memeriksa para saksi lebih dulu.(hk)

22 September 1979 | 00.00 WIB

Image of Tempo
Perbesar

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

OMSET perampokan yang dilakukan belasan bandit di halaman Kantor P&K Kabupaten Badung memang terbesar sepanjang sejarah kejahatan di Bali. Uang Rp 12 juta uang gaji 120 pegawai P&K disikat. Itulah sebabnya polisi, yang mengawal 16 terdakwa masuk ruang pengadilan sejak 5 September lalu, berlaku sangat hati-hati: mereka menggiring pesakitan ke muka hakim dengan tangan masih terborgol. Tidak ada protes.Sebab para terdakwa, yang berdiri tanpa pembela, tentu saja tak tahu hak untuk "tidal terbelenggu" meskipun tetap "dengan penjagaan baik" ketika menghadap hakim (pasal 253 Hukum Acara Pidana). Hakim Sof Larosa SH, Ketua Pengadilan Negeri Denpasar yang memimpin majelis bersidang, memang ada memperingatkan polisi agar mencopot borgol yang membelenggu terdakwa. Tapi polisi menolak. Alasannya, polisi yang cuma empat orang itu takut kalau ada di antara ke 16 terdakwa berniat macam-macam--kabur, misalnya. "Memang bisa difahami," kata Hakim Larosa kepada TEMPO kemudian. "Bayangkan kalau misalnya salah seorang yang lari -- siapa yang bertanggungjawab?" Jadi, aturan dan hak terdakwa terpaksa dilanggar, "demi pertimbangan keamanan" ujar Larosa. Di samping terpaksa membiarkan terdakwa tetap terbelenggu memasuki ruang sidang, dalam pemeriksaannya pun hakim Larosa "melanggar" kebiasaan: memeriksa saksi-saksi sebelum mulai dengan para terdakwa. "Cuma pertimbangan praktis saja," ujar Larosa. Apalagi' sesungguhnya Hukum Acara Pidana memang mengatur demikian (Pasal 297). Sesuatu yang dapat dikatakan baru di Bali. Sebab dengan alasan demi mudahnya dan karena kebiasaan--seperti kata Mr. Yap Thiam Hien ketika membela Sawito tempo hari--hakim biasa "melanggar hukum", mengenyampingkan hukum acara, dengan mulai memerika terdakwa baru kemudian para saksi. Peristiwa perampokan itu sendiri memang menarik. Pagi itu, 1 Juni lalu, Ketut Suarta bertugas! mengambil gaji bulanan dan gaji ekstra ke 13 pegawai P&K Kabupaten Badung dari KBN. Tak disangka, ketika turun dari mobil di halaman kantornya sendiri, tas yang disandang di lengannya ada yang menarik. Bersamaan dengan itu sebuah bentakan memukau Suarta "Awas, jangan berteriak, lepaskan . . . " Mulanya Suarta hendak bertahan. Terjadi tarik-menarik sehingga sejumlah uang berceceran. Tapi Suarta menyerah juga ketika pemuda bertopi yang menggertaknya menyodorkan sebuah pistol ke dadanya. Maka terbanglah Rp 12 juta uang gaji pegawai P&K tersebut. Suarta mencoba berteriak minta tolong. Tapi meskipun di halaman kantor ada pegawai lain, tak seorangpun yang mendengar. Ini berkat akal cerdik sang bandit mereka menenggelamkan suara Suarta, yang rupanya sudah diperhitungkan, dengan menderu-derukan suara sepeda motor sebelum kabur. Polisi bekerja cepat. Hanya dua jam setelah peristiwa dua orang tersangka, Mastur dan Budiman, tertangkap. Mereka, Mastur misalnya, memang sudah masuk daftar hitam polisi Bali. Dari mereka itulah polisi mendapatkan nama-nama lain. Semuanya cocok dengan informasi yang masuk sebelumnya: sekomplotan penjahat dari luar daerah, yaitu dari Jakarta, Bandung, Surabaya dan Palembang memang sudah diduga akan beroperasi di Bali. Setelah Mastur dan Budiman, dalm waktu singkat polisi berhasil membekuk 14 tersangka lainnya. Sebagian besar ditangkap di luar Pulau Bali--di rumah pelacuran dan tempat perjudian. Namun itu belum cukup. Sebab yang diduga sebagai gembong perampok, yaitu Yudi Harsono, Kifai, Ong-ong, Dedi dan Irwan, hingga kini belum tercium jejaknya. Kepada mereka inilah ke 16 terdakwa yang sekarang diadili melempar kesalahan. Menurut rencana, seperti diungkapkan para tersangka kepada polisi, sasaran perampokan mereka sebenarnya gaji pegawai instansi lain yang jumlahnya Rp 114 juta. Meleset dari rencana, sebab petugas pengambil gaji lebih cepat meninggalkan KBN dari yang diperhitungkan. Sehingga gaji pegawai P&K yang Rp 12 juta itulah sebagai penggantinya. Minggu depan jaksa akan mengajukan tuntutan.

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Image of Tempo
Image of Tempo
Berlangganan Tempo+ untuk membaca cerita lengkapnyaSudah Berlangganan? Masuk di sini
  • Akses edisi mingguan dari Tahun 1971
  • Akses penuh seluruh artikel Tempo+
  • Baca dengan lebih sedikit gangguan iklan
  • Fitur baca cepat di edisi Mingguan
  • Anda Mendukung Independensi Jurnalisme Tempo
Lihat Benefit Lainnya

Image of Tempo

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Image of Tempo
>
Logo Tempo
Unduh aplikasi Tempo
download tempo from appstoredownload tempo from playstore
Ikuti Media Sosial Kami
© 2024 Tempo - Hak Cipta Dilindungi Hukum
Beranda Harian Mingguan Tempo Plus