Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
Menurut Anda, DPR sekarang ini bekerja lebih untuk kepentingan politik daripada untuk kepentingan rakyat banyak? (9 - 16 Feb 2001) | ||
Ya | ||
76.5% | 869 | |
Tidak | ||
21.7% | 247 | |
Tidak tahu | ||
1.8% | 20 | |
Total | 100% | 1.136 |
SUARA DPR mewakili siapa? Yang jelas DPR kini bukan lagi kepanjangan tangan eksekutif seperti di masa Orde Baru. Bahkan boleh dibilang DPR kini berseberangan dengan pemerintah. Dan bukan cuma sampai di situ; praktisi hukum Todung Mulya Lubis, dalam kolomnya di majalah TEMPO mengatakan DPR kini seolah mengambil sebagian fungsi eksekutif.
Dan karena itu muncul kesan, lembaga legislatif itu kini bukan sekadar menjalankan fungsi legislasinya, juga menyuarakan kepentingan sendiri. Orang bertanya, bila DPR memang tak menyuarakan kepentingan sendiri, kenapa soal memorandum untuk Presiden Abdurrahman Wahid membangkitkan kemarahan massa di banyak tempat?
Memang, jawabnya tak sepenuhnya bahwa DPR menyuarakan kepentingan sendiri. Dalam hal munculnya reaksi terhadap dilayangkannya memorandum, layak diduga juga bahwa massa tersebut adalah pendukung Presiden yang tak rela apabila Presiden harus turun dengan jalan apa pun, dengan sebab apa pun.
Tapi dengan juga mempertimbangkan pilihan DPR tentang masalah-masalah yang penting, bisa dikatakan DPR seperti tak punya prioritas. Kenapa soal dana bantuan likuiditas Bank Indonesia (BLBI) yang jumlahnya triliunan rupiah, tak diprioritaskan? Kenapa DPR tak bereaksi keras terhadap keputusan kasasi Mahkamah Agung mengenai kasus korupsi mantan Presiden Soeharto? Kenapa pula DPR tak menanyakan kepada pemerintah adakah konsep baru mengenai pendidikan kita yang sejak lama dikeluhkan tak bermutu dan karena itu sumber daya manusia kita dinilai lebih rendah dibandingkan sumber daya dari negara maju atau setengah maju? Alhasil orang kini cenderung menilai memang DPR bukan lagi stempel pemerintah, tapi menjadi alat kepentingan politik patai-partai yang punya wakil di dalamnya.
Kesan bahwa DPR bekerja lebih untuk kepentingan partai-partai di dalamnya, dan bukan untuk rakyat banyak disetujui oleh lebih dari tiga perempat persen responden Jajak Pendapat Indikator minggu lalu. Sedangkan responden yang berpendapat anggota Dewan memang bekerja untuk rakyat hanya sekitar 20 persen.
Hasil jajak pendapat itu mencerminkan kritik terhadap partai politik kita (bahwa parpol memang belum matang benar), dan sistem pemilihan umum perlu direvisi agar menghasilkan anggota legislatif yang memang bersuara untuk rakyat banyak.
Indikator Pekan Depan:
Wakil Ketua Mahkamah Agung (MA) Taufiq menyatakan MA tidak keberatan adanya pengadilan khusus korupsi. Yang khusus ini masuk ke dalam Undang-Undang tentang Komisi Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi (Komisi Antikorupsi) yang kini baru selesai draftnya. Pembentukan pengadilan khusus seperti itu diharapkan akan mempercepat penuntasan kasus korupsi yang saat ini sulit diselesaikan. Masalah ini kami pilih sebagai topik jajak pendapat Indikator pekan ini: "Apakah Anda setuju pembentukan pengadilan khusus kasus korupsi? Silakan menyatakan pendapat di www.tempointeraktif.com. |
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
- Akses edisi mingguan dari Tahun 1971
- Akses penuh seluruh artikel Tempo+
- Baca dengan lebih sedikit gangguan iklan
- Fitur baca cepat di edisi Mingguan
- Anda Mendukung Independensi Jurnalisme Tempo