Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
Sejauh ini setidaknya ada lima merek mobil Cina yang akan dijual di Indonesia: Changan, Wuling, Huang Hai, Jac Jianghuai, dan Zhongguo Jiangnan. Mobil-mobil itu kebanyakan terdiri dari jenis minibus. Sekilas, fisiknya mirip dengan Daihatsu Zebra/Espass dan Suzuki Carry, yang telah lebih dulu beken di sini. Dari segi harga, mobil buatan Cina terhitung murah, cuma Rp 40 juta-Rp 50 juta per unit on-the-road. Miringnya harga tersebut menurut Sekjen Gabungan Industri Kendaraan Bermotor Indonesia (Gaikindo), F.X. Soeseno, karena Cina memproduksi mobil secara massal. "Cara itu membuat proses manufaktur menjadi efisien," ujarnya. Ditambah lagi, "Upah buruh di negeri berpenduduk 1,5 miliar jiwa itu sangat murah."
Kehadiran mobil Cina tak pelak akan menyemarakkan pasar mobil di Indonesia, yang tahun 2000 kemarin mulai pulih. Setelah anjlok selama periode 1998-1999, tahun lalu penjualan mobil di Tanah Air kembali melonjak ke angka 348 ribu. Angka ini tak berbeda jauh dengan masa booming sebelum krisis, yang mencapai 387 ribu buah. Perkembangan itu membuat para importir optimistis. "Kami yakin bisa menembus pasar," kata Sandi. Apalagi segmen pasar untuk mobil kelas niaga yang mereka incar adalah menengah-bawah, terutama di pedesaan. "Orang di desa itu banyak yang kaya dan punya minat yang bagus terhadap mobil," ujarnya. Sayangnya, ia belum berani menyebut target pasar yang ingin dicapai. "Jangan dulu bicara targetlah," katanya.
Pasar mobil kelas menengah-bawah sendiri boleh dibilang masih terbuka lebar. Soalnya, masyarakat Indonesia menggemari kendaraan yang bisa berperan ganda: mengangkut barang dan penumpang sekaligus. "Jenis kendaraan ini sangat populer, pangsa pasarnya mencapai 80 persen dari total penjualan," ujar Soeseno. Kendati begitu, ia percaya mobil Cina tak akan serta-merta menggerogoti pasar kendaraan kelas menengah yang sudah ada. "Di Indonesia, faktor selera masih sangat berpengaruh," katanya. Masyarakat kita, misalnya, sangat memperhatikan rancangan bentuk dan warna mobil.
Karena itu, murahnya harga mobil Cina di mata Soeseno bukan ancaman besar. Apalagi, mobil-mobil itu bisa berharga miring karena minim aksesori kendaraan. Padahal pernak-pernik tambahan seperti AC, power steering, central door lock, power window, pelek aluminium, ban radial, dan sound system sudah menjadi perlengkapan baku di kendaraan kelas menengah Indonesia. "Sekarang tergantung konsumen, butuh aksesori seperti itu atau tidak," kata Soeseno.
Soalnya adalah, mobil Cina tak hanya akan menggoyang pasar mobil baru. Mereka juga bisa menggoyahkan pasar mobil bekas kelas menengah. Wajar. Harga mobil Cina masih lebih murah ketimbang harga minibus bekas, yang berada di kisaran Rp 50 juta-Rp 60 juta. Bahkan harga Toyota Kijang dan Isuzu Panther tangan kedua keluaran dua tahun lalu masih Rp 90 juta-Rp 130 juta. Maka, ketimbang membeli minibus bekas, ada kemungkinan konsumen akan mencoba mobil Cina baru, yang harganya relatif tak jauh berbeda. Atau, daripada membeli Kijang bekas seharga Rp 100 juta, mereka akan lebih memilih membeli dua mobil Cina baru yang harga per unitnya cuma Rp 50 juta. "Seperti itulah rata-rata karakter konsumen Indonesia," kata Haresh Sadhwani, pemilik Hiro Mobilindo, perusahaan penjualan mobil bekas di kawasan Pecenongan, Jakarta.
Hanya, ada kendala yang membuat pembeli masih pikir-pikir, yaitu soal ketersediaan suku cadang, layanan purna jual, dan harga jual kembali mobil Cina. Konsumen yang kantongnya pas-pasan, menurut Haresh, perlu belajar dari pengalaman motor Cina, yang harga jual kembalinya rendah. "Baru dipakai seminggu pun harganya sudah anjlok 40 persen," katanya. Nah, kalau harga jual kembali mobil Cina juga seperti itu, konsumen boleh jadi akan membatalkan niatnya membeli mobil tersebut.
Toh, santernya kabar bakal masuknya mobil Cina telah mempengaruhi pasar mobil bekas di Pecenongan. Para pedagang, misalnya, urung menaikkan harga jual, kendati harga mobil baru mulai naik. Mereka terpaksa menahan harga. "Kami lihat-lihat dulu berapa harga mobil Cina," kata Haresh. Soalnya, kalau mobil Cina masuk, ia memastikan harga mobil bekas di kelas yang sama akan turun.
Untuk sementara ini, stabilnya harga itu justru berakibat positif. Soalnya, penjualan mobil bekas jadi tak terganggu, bahkan cenderung meningkat. Tinggallah pemilik lama yang buntung karena terpaksa menjual mobilnya dengan harga rendah.
Nugroho Dewanto, Tomi Lebang, Rommy Fibri
Penjualan Mobil di Indonesia 1995-2000 | Kategori | 1995 | 1996 | 1997 | 1998 | 1999 | 2000 | Mobil niaga (5 ton)* | 270.313 | 217.675 | 249.939 | 38.447 | 67.718 | 213.791 | Mobil niaga (5-10ton) | 46.826 | 52.018 | 45.723 | 5.967 | 10.423 | 29.612 | Mobil niaga (10-24 ton) | 16.714 | 12.330 | 12.813 | 1.045 | 2.791 | 6.121 | Mobil serbaguna (4x4) | 6.263 | 5.451 | 4.390 | 805 | 1.641 | 3.638 | Mobil niaga (>24 ton) | 753 | 647 | 611 | 110 | 229 | 873 | Sedan | 37.835 | 43.914 | 73.215 | 11.941 | 11.041 | 46.928 | Ekspor | 5.745 | 5.364 | 5.494 | 10.506 | 31.650 | 47.001 | Total Penjualan** | 378.704 | 332.035 | 386.691 | 58.315 | 93.843 | 347.964 | *di kelas ini mobil Cina diperkirakan akan bersaing ketat. | **dalam negeri | Sumber: Gaikindo |