MENGAPA iklan menyebalkan ? Bondan Winarno, penulis yang mengikuti liku-liku dunia periklanan, menyebutkan beberapa sebab. Antara lain, kebanyakan iklan tampil di mata pembaca majalah atau surat kabar sebagai sesuatu yang centang perenang. Terkesan sekali dirancang secara amatir. Iklan juga melulu promosi: beli satu dapat dua, atau pengumuman harga baru disertai kupon berhadiah. Sedikit sekali yang mengetengahkan tema bukan promosi. Pembaca juga merasa diperlakukan tidak adil: masak beli berita kok dijejali iklan. Sedikit yang merasa bahwa iklan sebenarnya juga informasi yang dibutuhkan untuk bersikap lebih bijaksana dalam memilih dan menentukan apa yang harus dibeli. Sebaliknya, bagi produsen, iklan tetap merupakan hal yang "tidak bisa tidak" tetap diperlukan. Apalagi pada masa resesi gairah beriklan tidak terlalu merosot. Juga bagi penerbit majalah atau surat kabar: iklan diperlukan untuk membuat harga jual terjangkau pembaca. Semacam subsidi. Sebab, berita bermutu itu mahal harganya: untuk memperolehnya harus dikirim wartawan ke sana kemari atau membeli - (tidak murah!) - dari kantor-kantor berita di semua penjuru dunia. Beban harus dibagi kepada pihak-pihak yang membutuhkan, kata Bondan. Dan untuk itu, katanya, perlu kegiatan public relation. Departemen Pemasaran TEMPO, yang dipimpin Fikri Jufri, telah beberapa kali melakukan kegiatan PR itu. Biro-biro iklan diundang dan diberikan penjelasan, antara lain mengenal keluhan pembaca terhadap iklan yang tidak menawan. Juga diadakan seminar. Beberapa kali Tim Pemasaran mengundang juga para penerbit buku. Didiskusikan bagaimana cara mengiklankan buku, sehingga tidak membosankan pembaca. Hasilnya adalah yang tampil minggu ini: suplemen mengenai bisnis, trend, dan masyarakat buku di Indonesia. Di situ, para pengusaha tldak hanya memamerkan produknya, tapi uga mengetengahkan tema lain: beberapa aspek dalam penerbitan buku. Dari bentuk iklannya yang sangat sederhana, kata Kepala Divisi Iklan TEMPO Mahtum, para pembaca juga memperoleh gambaran "betapa sebenarnya keadaan penerbit buku di Indonesia." Mereka tergolong yang selama ini tidak banyak tersentuh kegiatan periklanan. Karena itulah, dalam rangka PR, Mahtum mendekati kalanan ini seraya mengetengahkan bentuk iklan yang barangkali boleh menjadi penawar sebal para pembaca.
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini