Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Politik

Tekor Setelah 16 Bulan

Gubernur-gubernur mengusulkan jembatan timbang dihidupkan lagi. karena banyak manfaatnya. (nas)

5 Mei 1984 | 00.00 WIB

Image of Tempo
Perbesar

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

MACAM-macam soal diusulkan para V gubernur kepada Menteri Dalam Negeri Soepardjo Roestam dalam tatap muka di rapat kerja gubernur yang baru berakhir Sabtu dua pekan lalu. Tapi yang hampir seragam mereka usulkan adalah agar 118 jembatan timbang di 20 provinsi, yang ditutup dengan surat keputusan presiden sejak 13 Desember 1982, bisa dihidupkan kembali. Usul itu memang tidak main-main. Sebab, "hampir semua gubernur mendukungnya," kata Feisal Tamin,-juru bicara Departemen Dalam Negeri. Alasan mereka ternyata tidak semata-mata karena pendapatan daerah menjadi berkurang. Tapi, menurut Feisal, karena jembatan timbang yang ditutup itu ternyata amat diperlukan untuk mengontrol arus barang mealui darat, sekaligus mencegah terjadinya pelanggaran beban muatan oleh kendaraan pengangkut. Sebab, seperti diceritakan gubernur Jawa Tengah Ismail kepada TEMPO, scjak 17 jembatan di daerahnya ditutup, banyak angkutan, terutama truk yang melintas di daerahnya, mengangkut muatan melebihi daya tahan Jalan dan Jembatan. "Akibatnya, banyak jalan dan jembatan di Jawa Tengah, terutama di daerah utara, rusak," kata Ismail. Dia belum bisa menghitung berapa besar kerugian akibat kerusakan ltu, tapi dipastikannya kerusakan Jalan di utara itu, "agak parah", karena di situlah jalur utama yang menghubungkan transportasi antara Jakarta dan Jawa Timur dan pelosok Jawa Tengah sendiri. Gubernur Jawa Timur Wahono juga mengakui hal itu. Dia bahkan tak hanya khawatir kerusakan jalan dan jembatan itu akan menjalar ke daerahnya, "tapi keselamatan lalu lintas juga ikut terancam," katanya. Di sini 19 jembatan timbang ditutup. Tapi, apakah hanya itu alasan para gubernur sampai merasa perlu mengajukan usul kepada Soepardjo? Boleh jadi tidak. Sebab, dulu ketika jembatan itu baru ditutup, keluhan spontan terdengar dari pelbagal pemerintah daerah: mereka kehilangan dana pendapatan dari jembatan timbang itu. Daerah Wahono dan Ismail termasuk di antaranya yang waktu itu paling terpukul. Keluhan para gubernur waktu itu kontan tak terdengar lagi, bcgitu pemerintah lewat Subsidi Perimbangan Daerah Departemen Dalam Negeri menjanjikan akan menutupi ketekoran akibat penghapusan jembatan timbang tadi. Pada periode 1982/1983 tercatat sekitar Rp 7 milyar lebih dana didrop pemerintah untuk menutupi ketekoran pemerintah daerah itu. Jumlah itu, menurut Feisal Tamin, meningkat menjadi sekitar Rp 8,8 milyar pada periode berikutnya. Periode 1984/1985 ini, subsidi itu bisa ditebak akan membesar lagi. Dan pemerintah dalam situasi perekonomian yang tetap masih lesu sekarang ini, menurut sebuah sumber, agaknya merasa berat untuk terus menutupi ketekoran para gubernur pemilik jembatan timbang yang dihapus tadi. Konon, pemerintah sudah memutuskan tidak lagi menyediakan subsidi itu. Itulah agaknya pertimbangan yang membuat para gubernur itu berani mengajukan usul penghidupan kembali jembatan timbang itu. Apalagi, seperti kata Gubernur Ismail, usul penhapusan Jembatan tlmbang itu dulu sudah tak relevan lagi sekarang. "Alasan pungli dulu itu terlalu dibesar-besarkan. Sebab, untuk menghapus pungli di jembatan tlmbang, tak perlu harus dengan menghapus jembatan timbangnya," kata Ismail. Usul penghapusan jembatan timbang itu sesungguhnya merupakan keputusan presiden setelah perembukan dengan para menteri di bidang ekuin, Desember 1982. Setelah mendengar pendapat para menteri itulah, terutama laporan peninjauan Pangkokamtib Laksamana Sudomo ketika itu, akhirnya Presiden menghapus jembatan timbang itu. Namun, agar tetap bisa menjaga kelancaran arus barang dan ketertiban di jalan rava Presiden tetap masih membuka 55 jembatan lainnya. Cuma, jembatan timbang ini hanya diperkenankan melaksanakan sistem-penimbangan dengan sistem uji petik. Yakni, hanya menimbang truk atau angkutan lain yang dicurigai mengangkut muatan dengan kapasltas lebih. Begitulah, setelah 16 bulan berjalan, keputusan tadi dianggap para gubernur perlu ditinjau kembali. Apakah keputusan itu akan diubah presiden? "Kita baru menggarapnya antargubernur. Masih perlu dibicarakan antarmenteri dulu, baru ke Bapak Presiden," kata Menteri Dalam Negeri Soepardjo Roestam.

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Image of Tempo
Image of Tempo
Berlangganan Tempo+ untuk membaca cerita lengkapnyaSudah Berlangganan? Masuk di sini
  • Akses edisi mingguan dari Tahun 1971
  • Akses penuh seluruh artikel Tempo+
  • Baca dengan lebih sedikit gangguan iklan
  • Fitur baca cepat di edisi Mingguan
  • Anda Mendukung Independensi Jurnalisme Tempo
Lihat Benefit Lainnya

Image of Tempo

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Image of Tempo
>
Logo Tempo
Unduh aplikasi Tempo
download tempo from appstoredownload tempo from playstore
Ikuti Media Sosial Kami
© 2024 Tempo - Hak Cipta Dilindungi Hukum
Beranda Harian Mingguan Tempo Plus