Eksekusi Terhambat 'Surat Sakti'

LELANG eksekusi atas perkara perdamaian, Perkara No. 22/Pdt/Eks/1999/PN.BGR Jo No. 81/Pdt/G/1998/PN.BGR, yang seharusnya dilaksanakan 1 Juli 1999, terhambat oleh ”surat sakti” Ketua Pengadilan Tinggi Jawa Barat, Sakir Ardiwinata, S.H., No. W8.DAHT.04,10-1407, tertanggal 28 Juni 1999.

Adapun ”surat sakti” itu menyatakan bahwa pihak berutang telah menyanggupi untuk mengadakan pelunasan sisa utang dalam 6 tahap. Sisa utang yang harus dilunasi Rp 311.270.000, sementara nilai tanah dan bangunan yang dieksekusi/dilelang Rp 8 miliar, sehingga antara utang dan yang dilelang sangat tidak sebanding.

Kami menjalankan perkara ini dengan pemikiran akan adanya penegakan hukum yang baik dan kami pun akan bisa mendapatkan hak klien kami sesuai dengan rule of the game, tapi ternyata harapan kami kandas akibat surat itu.

Menurut kami, surat itu aneh dan berlebihan karena mengakui Surat Keterangan Kepala Desa Tajur, Bogor Timur, yang menilai obyek yang akan dieksekusi sebesar Rp 8 miliar dan dikatakan tidak ada hubungannya dengan perkara. Pertanyaan kami: apakah kepala desa kompeten dan mempunyai kualifikasi menilai obyek suatu perkara?

Dalam putusan perdamaian tersebut telah dicantumkan kewajiban Tergugat. Mengapa Ketua Pengadilan Tinggi menawarkan kesanggupan dari Tergugat yang berbeda dengan isi putusan perdamaian dimaksud? Jangan lupa bahwa putusan perdamaian terjadi karena kesepakatan bersama dari Penggugat dan Tergugat.

Kami mohon kiranya Ketua Pengadilan Tinggi Jawa Barat menarik kembali suratnya atau Ketua Mahkamah Agung membatalkan surat tersebut, sehingga lelang eksekusi bisa terlaksana.

Tumbur Simbolon, S.H.
Kuasa Hukum PT Sama Jaya Abadi
Kayumas Tengah IX Blok A-I
Kavling Polri, Jakarta Timur