Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Kartun

Erong itu hilang

Erong, makam tua yang dilindungi di tanah toraja, tak boleh dipindah-pindahkan, apalagi diperjual belikan. karena tak dijaga, sebuah erong hilang tahun lalu.

21 Mei 1977 | 00.00 WIB

Image of Tempo
Perbesar

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

DI Tanah Toraja, ada dua macam makam tua. Liang, makam - yang kalau dilihat dari bawah -- tampak seperti disampirkan di sela-sela bukit batu. Dan erong, peti berisi orang meninggal yang kemudian diletakkan di atas bukit. Peti dari erong, biasanya terpilih dari kayu terbaik dan berukiran indah. Jumlah liang dan erong ini ratusan buah banyaknya. Seperti lazimnya peninggalan bersejarah yang usianya di atas 50 tahun, dia harus dilindungi. Termasuk liang dan erong. Kantor Suaka Sejarah dan Purbakala biasanya memiliki Monumen Ordonanhe, ada juga Instruksi Menteri Dalam Negeri, Menteri P & K, Instruksi Pangkopkamtib 1973. Isinya sama: lindungan terhadap benda-benda bersejarah dan kuno disertai larangan untuk memindahkan apalagi menjualbelikan benda-benda tersebut. Nyatanya kini, banyak erong di Tanah Toraja sudah berpindah tempat dari tempat semula diletakkan. Jika Ladi berada di atas gunung, kini banyak diturunkan ke tempat yang lebih bawah, katakanlah masih di atas bukit tapi bukit yang mudah ditengok dan didaki oleh pengunjung. Hal ini diakui pula oleh drs. Hadimulyono, Kepala Kantor Suaka Sejarah dan Purbakala wilayah Sulawesi Tengah. Alasan penduduk setempat (atau mungkin pihak lain) sederhana saja: agar turis bisa melihat dari dekat makam-makam itu. Tentu saja, komersialisasi erong akan lebih terjamin. Cuma Kerbau Tapi sayang semua itu tak punya tangan yang kuat untuk menarik para turis. Seperti ujar Sekwilda Tanah Toraja Arief Mattotorang SH: "Kami tidak mempunyai kemampuan keuangan". Walhasil, sekumpulan erong yang ada di Suaya, sebuah desa di bawah Kabupaten Sangala, tergeletak begitu saja menunggui zaman. Pernah kuburan tersebut dipugar. Diberi pagar, semak-semak dibersihkan, tapi karena tidak ada seorang penjaga (juru kunci) untuk merawat kuburan itu, setelah berjalan beberapa tahun, erong kembali merimba dan sepi sendiri di atas bukit. Peti erong yang indah berukir itu, di dalam hati para pengumpul barang antik tentu menimbulkan selera untuk merawat dan memilikinya. Sampai pada suatu hari, akhir tahun lalu, orang di kampung Suaya geger. Sebuah erong telah hilang. Dan yang hilang tulang-belulang VI Piawan keturunan orang Toraja kedua dan meninggal beberapa ratus tahun yang lampau. Bentuk erong yang terbuat dari kayu terbaik tersebut berukiran kepala kerbau. Siapa gerangan yang memindahkan salah satu erong yang diduga berasal dari abad XI hingga abad XVII itu? Pengusutan erong berbentuk kerbau pendek segera dilakukan. Para pencari tidak perlu bekerja keras karena penduduk Suaya toh tidak begitu banyak. Juga mencuri erong bukanlah seperti mencuri berlian dari sebuah flat mewah dan ramai. Siapa yang mengambil-pindahkan, siapa-siapa yang membantu menggotong erong, tentu dengan mudah cepat diketahui. Usut sana selidik sini, si pelaku segera diketahui. Sebuah persidangan segera diadakan. Keputusan pengadilan: tulang-tulang harus dikembalikan ke tempat semula. Karena waktu mengambilnya tidak dilakukan dengan upacara (padahal ini harus), si pengambil harus dihukum denda. Tertuduh diwajibkan masing-masing cuma seekor. Ongkos denda berkisar Rp 150.000. Lakipadada Dan persoalan bukan cuma berhenti di situ. Penduduk yang turut musyawarah adat menganggap keputusan pengadilan terlalu ringan. Menurut adat, orang yang melakukan pencurian harus dibakar hidup-hidup. Apalagi ketika diduga, bahwa erong yang dicuri sekitar jam 03.00 subuh itu kabarnya sudah dijual kepada seorang turis dengan harga Rp 12 juta. Tulang belulang memang tidak diambil, tapi bukankah peti erong seperti itu yang memang dicari oleh pengumpul barang purba? Banyak perasaan tidak puas berkecamuk di kalangan sebagian penduduk Sangala. Pengusutan tidak dilakukan secara dalam. Yang berwajib dirasa kurang adil memberi keputusan pengadilan. Kurang berat, sangat ringan, apalagi kalau diingat nilai Rp 12 juta. Sampai-sampai seorang yang bernama Lakipadada dari Kero Sangala menulis sebuah surat terbuka membeberkan ketidak-puasan terhadap keputusan pengadilan. Lakipadada adalah sebuah nama terhormat yang dianggap sebagai nama leluhur dan cikal bakal bangsawan Tanah Toraja. Menanggapi ribut-ribut ini, Arief Mattotorang SH cuma bisa membantah bahwa erong tadi dijual kepada turis asing. Tambahnya lagi: "Persoalannya sudah selesai. Tulang-tulang sudah dikembalikan oleh yang mengambilnya dan tidak dijual kepada turis asing. Yang mengambil adalah kerabat almarhum sendiri, katanya untuk mengamankan dan disimpan di rumahnya". Erong dan isinya yang berupa tulang belulang memang tidak bisa mengemkakan bukti. saksi atau sangkalannya. Maklum barang bisu. Tapi kuburan leluhur orang-orang Toraja itu memang tidak ada juru kuncinya. Persoalannya, bukan hanya menyangkut soal tidak ada biaya. Tapi kuburan itupun letaknya berdekatan dengan tempat tinggal penduduk setempat. Kini, tidak diketahui bagaimana akhir cerita tentang puas tidak puasnya rasa penduduk. Juga tidak diketahui, apakah erong dan liang masih tetap berkurang jumlahnya, karena bentuk petinya memang cukup menggiurkan. Tidak ada yang tahu. Membawa barang antik dari pulau Sulawesi keluar, memang penuh liku-liku yang bisa saja dijadikan cerita menarik dan menegangkan.

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Image of Tempo
Image of Tempo
Berlangganan Tempo+ untuk membaca cerita lengkapnyaSudah Berlangganan? Masuk di sini
  • Akses edisi mingguan dari Tahun 1971
  • Akses penuh seluruh artikel Tempo+
  • Baca dengan lebih sedikit gangguan iklan
  • Fitur baca cepat di edisi Mingguan
  • Anda Mendukung Independensi Jurnalisme Tempo
Lihat Benefit Lainnya

Image of Tempo

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Image of Tempo
>
Logo Tempo
Unduh aplikasi Tempo
download tempo from appstoredownload tempo from playstore
Ikuti Media Sosial Kami
© 2024 Tempo - Hak Cipta Dilindungi Hukum
Beranda Harian Mingguan Tempo Plus