TERLEPAS dari landasan hukum atau adanya konvensi soal ”proses sidang istimewa sebenarnya harus melalui tiga tahap,” ada yang amat menarik untuk diperdebatkan, yaitu opini yang berbunyi ”Sidang tahunan MPR 7-18 Agustus nanti hanya mendengarkan progress report (laporan) presiden, bukan pertanggungjawaban—bukan accountability speech. Jadi, di sana tidak ada voting diterima atau tidaknya progress report presiden itu.”
Sepertinya, terjadi kerancuan alur pikir. Sementara dulu pertanggungjawaban presiden lima tahun sekali, logikanya dalam era reformasi kini dibuat lima kali. Dus, kurang bijak dan kurang tepat bila potensi positif semua anggota MPR digiring oleh elite politik tertentu untuk menempatkan diri sebagai pendengar semata. Di samping itu, baik sendiri-sendiri maupun berkelompok, setiap anggota MPR berperan sebagai evaluator atas progress report (laporan kemajuan) presiden. Berarti, mutlak adanya fungsi evaluasi/penilaian atas kinerja rezim penguasa Gus Dur untuk kurun satu tahun. Yang dievaluasi adalah ”Laporan Pertanggungjawaban kepada Rakyat.” Bersisi politik, mengacu pada roh UUD 1945, wajib hukumnya diputuskan dengan sistem voting bila terjadi bermacam produk evaluasi yang bertentangan. Penggunaan sistem ini bukan perbuatan dosa.
Tak terbayangkan oleh insan awam, bagaimana setiap anggota MPR—terutama yang lahir dari pemilu lalu—mempertanggungjawabkan peran selaku evaluator dari PDI-P, Partai Golkar, PPP. Kalau hanya berperan selaku pendengar yang baik bernuansa 5-D (datang, daftar, duduk, diam, duit) atau sekadar keluar dari jalan tol reformasi, pasti teramat sangat mengecewakan pemilihnya.
Beraspek profesionalisasi lingkup organisasi dan manajemen negara, setiap laporan berkala/tahunan/lima tahunan atau sejenisnya dari lembaga-lembaga tinggi sependek apa pun yang resmi disampaikan langsung ataupun via pos kepada lembaga tertinggi merupakan pertanggungjawaban kepada rakyat melalui MPR. Gagalnya evaluator pada pelaksanaan tugas dan fungsi tahun pertama, di samping merendahkan makna pesta demokrasi bulan Juni 1999 lalu, juga yang terpenting turut andil berpartisipasi memperpanjang angka permasalahan nasional. Berarti, kekalahan total kubu reformasi. Apakah bendera setengah tiang bakal berkibar bagi kelembagaan tertinggi anak negeri, hanya perjalanan sang waktu yang bakal membuktikan.
SUNGKORO SOKAWERA
Kotak Pos 7984/BDTUS, Bandung 40275
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini