Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Kartun

Good bye blangkon

Tukang blangkon memiliki 12 model kepala. zaman dulu dalam sehari dapat menjual beberapa buah, kini pasaran lagi sepi, karena para sepuh dan pemuda mulai meninggalkan pakaian adat jawa.

19 Juni 1971 | 00.00 WIB

Image of Tempo
Perbesar

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

"NUWUN SEWU....." artinja bukan minta seribu tapi permisi. Kalau jang mengutjapkan pakai destar alias blangkon dengan keris dipunggung dan kain wiron pasti ibudjarinja ikut bitjara. Kata orang, orang Djawa akan lebih halus bila mengenakan blangkon. Mungkin. Dan mungkin djuga surutnja tata-krama kraton seperti itu disebabkan karena generasi jang kemudian tidak lagi atjuh pada tradisi tersebut. "Orang kini lupa pada pakaian adatnja", kata salah seorang20pembikin blangkon di Klaten. Tidak seluruhnja, karena disamping dikraton 20Solo dan Jogja, orang masih akan menemukan rakjat biasa mengenakan pakaian adat tersebut lengkap dengan kembang20didada bila mereka menghadiri resepsi. Meskipun sebagian besar pemuda disana lebih senang topi dari kopiah adat tersebut. Di Jogja blangkon-nja pakai "bulatan telur" dibelakang-nja sedang di Solo pipih. Dikedua kota itulah terdapat montir-montir blangkon jang mentjantumkan papan "tukang mid" diatas pintu rumahnja. Baris. Tukang blangkon umumnja memiliki 12 model kepala. Ini ukuran jang mereka pergunakan. Kabarnja antara tukang jang satu dengan jang lain dalam soal patron tersebut sama ukurannja. "Ukuran nasional", menurut istilah mereka. Ditopi ukuran itulah di balutkan kain batik sambil didjedjali karton agar topi Djawa itu bisa mengeras nantinja. Dalam hal melipat wiru topi, tukang mid bagaikan mesin. Begitu bepatnja hingga kalau pesan bisa ditunggu. Harga per-mid atau perblangkon sekitar empat sampai enamratus rupiah. Kalau dulu-dulu mereka bisa beberapa buah mendjual produksinja dalam sehari: kini blangkon-blangkon jang sudah djadi bisa dibaris menunggu pembeli. Pasaran blangkon sepi belakangan ini", kata Pak Dolah, salah seorang tukang mid di Solo. Ia mendjelaskan bahwa bukan tjuma pemuda jang meninggalkan pakaian adatnja, "tapi djuga para sepuh", karena mereka telah bertukar dengan djas dan menanggalkan kerisnja nan mereka kebanjakan tidak lagi bilang 'sampuuun .....", kalau permisi hendak pergi: tapi sudah menggunakan "good--bye .........."

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Image of Tempo
Image of Tempo
Berlangganan Tempo+ untuk membaca cerita lengkapnyaSudah Berlangganan? Masuk di sini
  • Akses edisi mingguan dari Tahun 1971
  • Akses penuh seluruh artikel Tempo+
  • Baca dengan lebih sedikit gangguan iklan
  • Fitur baca cepat di edisi Mingguan
  • Anda Mendukung Independensi Jurnalisme Tempo
Lihat Benefit Lainnya

Image of Tempo

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Image of Tempo
>
Logo Tempo
Unduh aplikasi Tempo
download tempo from appstoredownload tempo from playstore
Ikuti Media Sosial Kami
© 2024 Tempo - Hak Cipta Dilindungi Hukum
Beranda Harian Mingguan Tempo Plus