ADA dua hal jang ditinggalkannja untuk Djakarta: penentuan hari
ulangtahun kota ini dan lembaga RT/RW. Gubernur I Djakarta,
Sudiro, sekarang berusia G0 tahun. Orang jang paling lama
mendjadi kepala daerah Djakarta ini (17 tahun) mengundurkan diri
pada awal 1960. Ia tidak setudju pada Keputusan Presiden jang
menetapkan gubrenur Djakarta setjara main tundjuk. Dalam masa
pemerintahannja ia banjak di tentang oleh DPD (Dewan
Pemerintahan Daerah) maupun DPRD, tapi tantangan itu tidak
dilantjarkan ketika ia mengusulkan konsep hari ulang tahun
Djakarta, jang berdasar-kan penjelidikan Prof. ir Sukanto djatuh
pada tanggal 22 Djuni 1527. Konsep Sukanto diterima bulat-bulat
dan HUT Djakarta ke-429 merupakan HUT pertama jang dirajahan
pada tahun 1956. Menurut keterangan Sudiro hari itu dimeriahkan
oleh pasukan polisi bermotor jang dikerahkan untuk membentahukan
kabar gembira itu keseluruh pendjuru kota.
Mengenai RT/RW? Dapat dikata kan bahwa lembaga ini diambil-alih
dari sistim tonarigumi diperkenalkan dalam masa pendudukan
Djepang. Dikuatkan dengan satu anggaran dasar, lembaga
pemerintahan paling bawah ini diresmikan dalam tahun 1954 dalam
satu rapat besar digedung Ikada, lapangan Gambir jang sekarang
sudah tidak ada lagi diatas peta Djakarta. Rapat itu dihadiri
oleh lebih kurang 3.000 orang ketua RT/RK, djumlah mana sekarang
melontjat mendjadi 20.000 orang.
Menteri Iskak
Sudiro tidak terlalu gembira mengenang masa-masa awal
pemerin-tahannja karena struktur organisasi pemerintah jang ada
tidak memungkinkan baginja untuk berbuat banjak. Waktu itu belum
dikenal istilah Gubernur sebagai penguasa tunggal seperti
sekarang. Setjara semu Sudiro berbagi kekuasaan dengan DPD,
DPRD, bahkan dengan Pemerintah Pusat posisi Djakarta jang belum
ditetapkan sebagai ibukota negara sangal tidak menguntungkan
semangat pembangunan masa itu "Ketika saja berusaha memungut 1
sen untuk tiap liter bensin, Menteri Iskak menolak. Nah,
gagallah usaha saja", keluhnja.
Bukan itu sadja usahanja jang gagal. "Saja ingin djuga
mengadakan casino dipulau Edam, dekat Djakarta. Tapi
partai-partai agama gigih menolaknja" Dia djuga mentjoba
memperbaiki perkampungan dan pinggiran kota tapi tidak banjak
berhasil karena dana jang terbatas Kepala daerah, jang pernah
mendjadi wartawan, reside Solo dan gubemur Sulawesi (1951)
sekarang sebagai anggota generasi jang berangkat pergi mengisi
waktunja dengan kegiatan sekitar organisasi pensiunan dan
himpunan perintis kemerdekaan. Tentang pemerintahan Ali Sadikin
ia berkata bahwa tampak "semangat memberi komando" sebagai tjiri
chas ia sangat menjajangkan bahwa kegiatan pelebaran djalan
tidak dilandasi undang-undang lebih dulu. "Tjuma kalau demikian,
mungkin djuga tidak akan berhasil pekerdjaannja", kata Sudiro
pula jang tentulah sangat berpengalalman dalam hal ini.
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini