Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Arsip

Membangun Kota Belanda Di Batavia

Jan Pieterzoon Coen membangun Batavia sebagai tiruan kota Belanda. Usaha yang kurang tepat dikawasan beriklim panas membawa akibat-akibat fatal. Kini dijuluki kota terkutuk, kuburan orang belanda.

19 Juni 1971 | 00.00 WIB

Image of Tempo
Perbesar

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

BATAVIA jang dibangun diatas bekas runtuhan Djajakarta oleh Jan Pieterzoon Coen adalah usaha membuat sebuah tiruan kota Belanda. Rantjangan kota ini fungsionil sederhana dengan djaringan djalan dan terusan jang lurus-lurus. Bahkan aliran sungai Tjiliwung jang berkelok-kelok diluruskan. Dari sudut tata kota letak Balai Kota (Stadshuis) ada pada titik jang menguntungkam bangunan itu ditempatkan dalam sebuah garis lurus dengan Benteng Kastel) dengan dihubungkan oleh Sungai Tjiliwung. Keduanja merupakan bangunan terpenting di Batavia masa itu. Kasteel Untuk meniadakan hiruk-pikuk lalulintas, (betapa ketjilnjapun di- bandingkan dengan masa kini) Balai Kota tak ditempatkan tepat pada pertemuan dua poros djalan jang menjilang, Nieuwpoortstruat (kini Pintu Besar) dan terusan Leenwinnegracht jang menghubungkan bagian kota sebelah Timur dengan jang Barat. Suatu djalan lain jang diletakkan dengan baik dimaksudkan sebagai daerah perumahan utama (Tijgersgraeht), sedangkan Pintu Besar adalah djalan perniagaan dengan deretan toko-toko. Semuanja serba teratur dan pada tempatnja. Terusan miring jang digali disebelah Timur lebih merupakan garis pertahanan daripada bagian tatakota. Jang agak diabaikan nampaknja bagian Selatan. Pada peta Clemente Jonghe jang dibuat tahun 1650 ternjata ada perubahan-perubahan besar dalam tata kota. Terusan miring disebelah Timur kota dikeringkan dan digantikan dengan sebuah terusan jang berdjalan sedjadjar dengan Tjiliwung. Bagian kota sebelah Selatan dipisahkan dengan kota sebenarbja disebelah Barat batas-batas dahulu telah diperluas pula. Jang menarik adalah perentjanaan djalan-djalan jang sangat beraturan. Semua rentjana kota Belanda itu mempunjai tjiri-tjiri chas jang sama: rayon kota jang dilingkungi terusan-terusan dan suatu tembok keliling. Di Amsterdam ini terdiri dari sungai Amstel dengan djalan Damrak di Batavia Tjiliwung jang diluruskan alirannja dengan djalan-djalan lebar pada kedua tepinja. Perniagaan jang berkembang sepandjang sungai dapat ditampung sebagaimana mestinja, sedangkan Prinsentraat, daerah pemerinta-hannja, agak ditempatkan di latar-belakang. Diseberang Kasteel terdapat bengkel-bengkel dan gudang-gudang perbekalan. Di jaman modern kita akan menjebutnja sebagai daerah industri. Perdagangan dipusatkan di Kali Besar dan djalan-djalan terpenting untuk perdagangan ketjil dan keradjinan adalah Utrechtschestraat dan Pintu Besar, daerah tempat tinggal disepandjang parit-parit jang digali pada djurusan Utara Selatan Bagian Timur kota dimaksudkan untuk penampungan tenaga-tenaga kerdja kasar. Spinhuis Penulis-penulis Belanda seringkali membandingkan tatakota Djakarta. Lama dengan Amsterdam. Pintu Besar Utara dapat disedjadjarkan dengan Kalverstrat Oude. Dan Nicuwe Cracht pada kedua tepi sungai Amstel dapat disamakan dengan Roa Malaka dengan Spinhuis dan Tijgersgracht di Betawi Lama. Namun dengan sistim djalan-djalan jang bersilang siku-siku dan sangat beraturan. Djakarta memperlihatkan sifat-sifat jang lain sekali. Sifat teratur dalam tatakota ini bermotifkan efisiensi. Suatu djalan jang lurus memudahkan pengaturan lalu lintas daripada jang sempit berkelok-kelok . Got Tiap djalan diberi wadjah jang sesuai dengan sifatnja. Kali Besar dengan kantor dagang besar-besar dan hiruk-pikuk perdagangan, daerah kediaman disepandjang terusan-terusan bersifat tenang, sedangkan Pintu Besar dan Utrechtschcstraat-pun memperliohatkan tjiri-tjiri daerah pertokoan. Tak adanja terusan dikedua djalan itu memudahkan lalulintas antarrumah seberang-menjeberang djalannya kurang lebar dibandingkan dengan didaerah perumahan, sebab toko-toko harus ditempatkan sedekat mungkin dengan arus lalulintas. Keindahan kota djuga sudah dipikirkan oleh perentjana-perentjana kota dengan menampakkan pohon-pohon rindang disepandjang Kali Besar sepandjang terusan-terusan, terutama penamaman deretan pohon-pohon palma ditembok kota. Tetapi usaha orang Belanda membuat tiruan kota Belanda jang tepat dikawasan beriklim panas membawa akibat-akibat fatal. Apa jang baik di negeri dingin bisa mendjadi sebaliknja ditanah jang panas dan lembab ini. Rumah-rumahpun merupakan copy rumah-rumah Belanda.: bertingkat, sempit, letaknja berhimpit-himpitan. Djendela-djendela tak pernah dibuka, sinar matahari dicegah masuk dengan tirai-tirai gelap tebal: orang takut "angin djahat" jang dianggap membawa penjakit. Got-got makin penuh dengan endapan lumpur, alirannja meapet dan berbau busuk -- persemaian ideal bagi njamuk malaria. Sjarat-sjarat kesehatan diabaikan: air minum diambil dari sungai jang kotor, orang tahu mandibahkan mengurung dirinja dalam ruang-ruang sempit sambil mereguk djenewer jamg katamja penawar segala penjakit. Kota Batavia jang tadinja dibanggakam dengan djulukan "Ratu Timur" mendjadi kota terkutuk dengan gelar seram: "Kuburan Orang Belanda". Usaha membangun sebuah kota Belanda ditanah djadjahan telah gagal.

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Image of Tempo
Image of Tempo
Berlangganan Tempo+ untuk membaca cerita lengkapnyaSudah Berlangganan? Masuk di sini
  • Akses edisi mingguan dari Tahun 1971
  • Akses penuh seluruh artikel Tempo+
  • Baca dengan lebih sedikit gangguan iklan
  • Fitur baca cepat di edisi Mingguan
  • Anda Mendukung Independensi Jurnalisme Tempo
Lihat Benefit Lainnya

Image of Tempo

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Image of Tempo
>
Logo Tempo
Unduh aplikasi Tempo
download tempo from appstoredownload tempo from playstore
Ikuti Media Sosial Kami
© 2024 Tempo - Hak Cipta Dilindungi Hukum
Beranda Harian Mingguan Tempo Plus