Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
Poin penting
Kostrad berkonflik dengan pengelola SPBU di Pasuruan, Jawa Timur
Presiden Soeharto memberikan kemudahan berbisnis dengan kerja sama TNI dan anak-anaknya
TNI AD membentuk Yayasan Kartika Eka Paksi, induk dari perusahaan yang bergerak di berbagai bidang
KONFLIK antara Batalion Zeni Tempur (Yon Zipur) 10 Komando Cadangan Strategis Angkatan Darat dan Kosala Limbang Jaya, pengelola stasiun pengisian bahan bakar umum (SPBU) Pertamina di Pasuruan, Jawa Timur, membuktikan tentara masih terlibat dalam praktik bisnis meski Undang-Undang Nomor 4 Tahun 2004 mengharamkannya.
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
Dalam dokumen akta perjanjian dengan Kosala, Yon Zipur berperan sebagai penyedia lahan SPBU. Kosala bertindak sebagai operator, sementara koperasi Komando Daerah Militer V/Brawijaya memegang izin operasional dari Pertamina. Belakangan, Yon Zipur menutup serta mengambil alih SPBU itu.
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
Di era Presiden Soeharto, tentara diizinkan berbisnis untuk menyejahterakan prajurit. Angkatan Darat, misalnya, membentuk Yayasan Kartika Eka Paksi, induk beberapa perusahaan. Namun, dalam praktik, tak semua prajurit sejahtera oleh perusahaan-perusahaan itu. Setidaknya itu yang tergambar dalam edisi majalah Tempo edisi 16 Oktober 1993 berjudul “Sabar Saja Kopral”.
Kemegahan pesta ulang tahun Angkatan Bersenjata Republik Indonesia, awal Oktober 1993, agaknya bisa membuat prajurit rendahan melupakan sejenak hidup sehari-hari. Dalam upacara yang meriah di bekas Bandar Udara Kemayoran, Jakarta, mereka unjuk “kesaktian” dan kekompakan berolah tubuh Tapi, seusai keramaian itu, terasalah rutinitas yang mengimpit.
Tengok saja kehidupan Kopral Kepala Slamet, 31 tahun, petugas suatu kepolisian sektor di pinggiran Jakarta. Slamet sudah sepuluh tahun mengabdi, punya dua anak, tapi masih menumpang di rumah separuh tembok milik mertua. Dengan gaji plus tunjangan keluarga Rp 225 ribu, Slamet merasa berat mengasapi dapur dan menyekolahkan anak. “Untung masih bisa ditutup dengan hasil warung istri,” katanya.
Belakangan, Slamet mencari tambahan di luar dinas: menjaga toko emas di Pasar Minggu dengan honor Rp 250 ribu sebulan. “Lebih baik ngobyek ketimbang minta uang di jalanan,” ujarnya. Berkat obyekan itulah Slamet bisa mengasuransikan dua anaknya, dengan cicilan premi Rp 150 ribu tiap bulan.
Masih banyak prajurit yang hidupnya kempas-kempis. Lihat asrama atau rumah para tamtama dan bintara yang kebanyakan bertipe 27, di gang becek dan sempit. Tak mengherankan bila di sana-sini ada saja oknum prajurit yang ngobyek di luar, dari menjaga toko, pabrik, bioskop, bar, atau pelabuhan sampai membekingi perjudian dan pelacuran.
Kalau hanya mengandalkan anggaran pemerintah, jelas tak cukup menyejahterakan 500 ribu keluarga prajurit. Karena itu, ABRI membentuk berbagai yayasan untuk menyejahterakan prajurit. Yayasan Kartika Eka Paksi (YKEP), yang sejak berdiri pada 1972 milik Angkatan Darat, salah satunya.
Kini YKEP membawahkan 37 perusahaan yang bergerak di berbagai bidang bak konglomerasi. Salah satu usahanya ada di bidang pengusahaan hutan, PT International Timber Corporation Indonesia. YKEP, yang memiliki 51 persen saham di sana, mampu menyetor laba Rp 12 miliar setahun.
Di perusahaan yang terus memperluas hutan tanaman industrinya ini, YKEP bekerja sama dengan kelompok Bimantara (Bambang Tri) dan Nusamba (Bob Hasan). Perusahaan penerbangan Sempati YKEP patungan dengan Humpuss dan Nusamba tahun ini mengirimkan Rp 600 juta untuk TNI AD.
Lalu ada usaha di Bank Artha Graha, yang tahun lalu melaba Rp 1,1 miliar dan menjadi bank devisa. Ketua Harian YKEP T.B. Silalahi beranggapan yayasan ini perlu dirampingkan agar melejit. “Akan saya ciutkan di bawah 20 badan usaha saja. Lebih baik selektif tapi produktif,” ucap Silalahi.
YKEP juga mengembangkan usaha nonkomersial. Misalnya, YKEP bekerja sama dengan Departemen Pekerjaan Umum membuat jalan-jalan di daerah terpencil, dengan mengerahkan tentara korps zeni. Di luar itu, Induk Koperasi Angkatan Darat mempunyai beberapa macam usaha, antara lain Hotel Kartika Plaza, Jakarta.
Korps baret hijau Komando Cadangan Strategis Angkatan Darat (Kostrad) mempunyai Yayasan Dharma Putera Kostrad, yang kekayaannya tersebar di pelbagai perusahaan, misalnya di Bank Windu Kentjana dan perusahaan penerbangan Mandala. Mandala, yang tahun lalu menyetor ke Kostrad Rp 3 miliar, bahkan sudah 100 persen milik Kostrad.
Angkatan lain punya usaha serupa. Sebut saja Inkopal (Angkatan Laut), Inkopau (Angkatan Udara), atau Inkoppol (Kepolisian RI). Perusahaannya macam-macam, di antaranya PT Yala, PT Admiral, PT Dirgantara, PT Angkasa Puri, dan Bank Angkasa yang bergerak di bidang angkutan, properti, perbankan, dan sebagainya.
Adakah bisnis tentara ini mengucur sampai ke tingkat prajurit? Bagi kalangan perwira menengah dan tinggi, banyak jalan menuju sejahtera. Bagi prajurit, ya itu tadi: mereka harus pandai mengayuh hidup di luar.
- Akses edisi mingguan dari Tahun 1971
- Akses penuh seluruh artikel Tempo+
- Baca dengan lebih sedikit gangguan iklan
- Fitur baca cepat di edisi Mingguan
- Anda Mendukung Independensi Jurnalisme Tempo