Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
SETELAH pengakuan tersirat B.J. Habibie soal penyadapan telepon itu, dengan tergagap-gagap akhirnya Andi M. Ghalib lewat A.A. Baramuli mengakui bahwa rekaman suara telepon itu memang benar suaranya.
Dalam skandal telepon ini, ada beberapa hal yang patut dikaji dari segi hukum. Pertama, Habibie telah "mengobok-obok" wilayah Kejaksaan Agung yang bukan menjadi wewenangnya. Bahkan Habibie dan Ghalib dengan sadar menyepakati pengusutan Soeharto sebagai sebuah sandiwara.
Kedua, selaku Jaksa Agung, Ghalib dengan sadar pula mengelabui rakyat dan melanggar sumpah jabatannya--yang seharusnya diabdikan kepada negara dan rakyat yang mempercayainya--hanya untuk melindungi segelintir manusia yang telah melangsungkan kejahatannya kepada bangsa lebih dari tiga dasawarsa serta salah seorang paling berbahaya bagi tegaknya keadilan rakyat dan demokrasi.
Ketiga, MPR/DPR dalam pemanggilan Habibie-Ghalib sebelumnya harus mempunyai ancang-ancang bahwa keduanya telah menggunakan jabatannya secara keliru. Dalam salah satu Ketetapan MPR 1998 dinyatakan bahwa pengusutan harta Soeharto dan kroninya dilakukan hingga terbukti ada tindak kejahatan terhadap negara.
Terbongkarnya skandal telepon ini menjadi agenda terpenting: mengapa keduanya mau dengan sadar mengorbankan kepercayaan rakyat? Dan siapa pula berada di belakangnya? Mengapa pula mereka "pasang badan" sebagai tiran kabinet reformasi yang mencita-citakan good government dan clean government?
Melacak siapa penyadapnya juga cukup penting, tapi tidak dengan cara asal-asalan: memanggil RCTI, SCTV, Anteve, dan Radio Sonora, serta meminta penjelasan sumber berita (yang jelas-jelas dilindungi oleh kode etik pers/jurnalistik--dan tidak dengan memetieskan, mengabaikan, menyembunyikan, atau mengaburkan substansi pembicaraan telepon tersebut. Ibarat bau, jangan pengendus bau itu yang ditekan untuk menunjukkan keberadaan sumber baunya. Tugas utama para penegak hukum dan wakil rakyat adalah mencari sumber bau tersebut, lalu membeberkan secara transparan di hadapan rakyat, bukan sebaliknya.
Sudah tak ada tempatnya untuk berbohong dalam skandal telepon ini dan skandal lainnya.
Gendut Riyanto
Jalan Otista III Komp. II/10
Cipinang Cempedak, Jakarta Timur
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
- Akses edisi mingguan dari Tahun 1971
- Akses penuh seluruh artikel Tempo+
- Baca dengan lebih sedikit gangguan iklan
- Fitur baca cepat di edisi Mingguan
- Anda Mendukung Independensi Jurnalisme Tempo