Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
DEWAN Perwakilan Rakyat menyetujui penggunaan hak angket terhadap Komisi Pemberantasan Korupsi, Jumat dua pekan lalu. Banyak pengamat dan pegiat antikorupsi menuding angket ini adalah serangan balik politikus Senayan terhadap KPK, yang sedang menyidik perkara korupsi kartu tanda penduduk elektronik.
Selain menjadikan politikus Partai Hanura, Miryam S. Haryani, sebagai tersangka kasus pemberian keterangan palsu, perkara ini bakal menyeret puluhan nama anggota Dewan karena sudah disebut dalam berkas dakwaan dua mantan pejabat Kementerian Dalam Negeri, Irman dan Sugiharto.
Majalah Tempo edisi 5 Juli 1980 dengan artikel "Sebuah Usul yang Akan Ditolak" mengulas penggunaan hak angket DPR. Pada awal Juli 1980, DPR menyetujui usul hak angket terhadap permasalahan di Pertamina. Ketua DPR saat itu, Daryatmo, menerima usul ini, tapi tak bersedia menilainya. "Kalau saya menilai, tidak enak. Tepat atau tidak tepat, saya harus melaksanakan ini," katanya.
Daryatmo melihat, dengan usul angket itu, sebagian anggota DPR telah menggunakan hak mereka, sesuai dengan tata tertib dan undang-undang. Setidak-tidaknya DPR sebagai lembaga politik sudah dimanfaatkan. "Kalau saya jadi pengusul, kalau ditolak setidak-tidaknya kan saya pernah mengajukan angket. Ini kan satu kampanye. Ditolak juga sudah kondang. Tidak ditolak, ya, kebetulan," katanya.
Usul angket terhadap Pertamina merupakan ekor dari jawaban pemerintah pada Mei 1980 mengenai kemelut yang menimpa perusahaan negara itu. Beberapa anggota DPR merasa tidak puas atas jawaban pemerintah yang dibawakan oleh Menteri Sekretaris Negara Sudharmono ketika itu. Rachmat Muljomiseno dari F-PP waktu itu menyebutkan bahwa hanya dengan angket DPR bisa mengetahui sedalam-dalamnya masalah yang terjadi di Pertamina.
Dengan angket atau tidak kemudian menjadi hangat setelah anggota DPR dari Fraksi Karya menyatakan bahwa niat menggunakan hak angket sebagai "manifestasi ketidakpercayaan pada kepemimpinan Soeharto".
Semua syarat untuk mengajukan usul angket sudah dipatuhi pengusul, antara lain tidak hanya terdiri atas satu fraksi. Penanda tangan lebih dari 10 orang. Usul angket tersebut dipersiapkan sejak Juni 1980. Menurut para pengusul, sasaran angket meliputi manajemen dan administrasi, termasuk accounting hukum dan hubungan dengan pihak ketiga di dalam ataupun luar negeri. Masa kerjanya selama setahun, tapi bisa diperpanjang. Biaya yang dianggarkan Rp 108 juta. Meliputi pembiayaan tim ahli Rp 60 juta setahun, biaya perjalanan Rp 20 juta, dan biaya tak terduga Rp 18 juta.
Dalam sejarah Indonesia merdeka, baru sekali ini lembaga perwakilan rakyat melaksanakan hak angket, yaitu pada 1967, mengenai perusahaan negara. Hasilnya antara lain perumusan adanya perusahaan berstatus perusahaan jawatan dan perusahaan umum. Tapi usul angket yang sekarang ini tampaknya tak bakal gol. Ia akan mengalami nasib sama seperti usul interpelasi NKK yang disampaikan H.M. Syafrie Sulaeman dan kawan-kawan. Melalui pemungutan suara, F-KI dan Fraksi ABRI akan menolaknya.
Hambatan tak cuma datang dari F-KP dan F-ABRI. Dari fraksi para pengusul sendiri belum sepenuhnya mendapat dukungan. Menurut sebuah sumber di DPR, seorang di antara pengusul, Notosukardjo, kaget melihat namanya tercantum. Daftar nama yang disusun pada Juni 1980 itu menurut rencana akan dirombak dalam rapat pada 4 Juli 1980. "Eh, tak tahunya tanggal 4 Juli itu angket diajukan," kata sumber tadi.
Menurut Ridwan Saidi dan Syufri Helmy Tanjung dari F-PP saat itu, isi gagasan penyelidikan tersebut mengandung kelemahan. Sasarannya terlalu luas. Maka, bila panitia khusus penyelidikan harus berpegang pada sasaran itu, "Niscayalah 460 anggota DPR menjadi panitia pun tidak akan mencukupi," kata mereka.
Sesuai dengan tata tertib DPR, usul angket masih bisa diubah. Tapi rupanya ada yang beranggapan usul yang lebih terinci hanya akan membuang-buang waktu, karena toh nantinya bakal ditolak DPR.
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
- Akses edisi mingguan dari Tahun 1971
- Akses penuh seluruh artikel Tempo+
- Baca dengan lebih sedikit gangguan iklan
- Fitur baca cepat di edisi Mingguan
- Anda Mendukung Independensi Jurnalisme Tempo