Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
TULISAN opini di halaman 44-45 majalah Tempo edisi 19-25 November 2018 oleh Wahyudi Kumorotomo, guru besar administrasi publik di Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik Universitas Ga-djah Mada, perlu kami tanggapi secara serius karena berisi pendapat seorang guru besar dari perguruan tinggi terkemuka di Indonesia yang tidak sesuai dengan fakta hukum dan tidak sejalan dengan putusan pengadilan terhadap orang yang oleh penulis artikel itu dituduh sebagai “mafia anggaran” dan pelaku “korupsi politik”.
Dalam opini berjudul “Biaya Politik dan Mafia Anggaran” itu tertulis:
“Muara kepentingan yang sama juga menjelaskan mengapa mafia anggaran di Dewan Perwakilan Rakyat masih saja beroperasi dan bahkan makin meningkat sejalan dengan kegiatan politik di Tanah Air. Di jajaran puncak pimpinan lembaga legislatif bahkan sudah ada tiga orang yang tersangkut mafia anggaran, yaitu mantan Ketua DPR, Setya Novanto; mantan Ketua Dewan Perwakilan Daerah, Irman Gusman; dan belakangan Wakil Ketua DPR Taufik Kurniawan. Modus operandi korupsi politik itu sebenarnya cukup mudah dilacak dan sudah diketahui oleh umum. Namun pembuktian dalam kasus-kasus megakorupsi politik sering bertele-tele dan kurang memiliki efek jera bagi para politikus.”
Paragraf di atas bertentangan dengan kebenaran serta fakta-fakta hukum berikut ini.
1. Irman Gusman tidak pernah terlibat dalam kasus “mafia anggaran” di mana pun dan kasus yang menjeratnya sehingga ia dipenjarakan sekarang bukanlah kasus “mafia anggaran”—sebagaimana dijelaskan dalam amar putusan majelis hakim Pengadilan Tindak Pidana Korupsi pada Pengadilan Negeri Jakarta Pusat Nomor:112/Pid.Sus/TPK/2016/PN.JKT.Pst. Karena itu, ketika ada penulis, apalagi seorang guru besar, mengatakan Irman Gusman telah dihukum juga karena terlibat “mafia anggaran”, pernyataan tersebut sebenarnya telah menghukum Irman Gusman untuk perkara lain yang tidak pernah ada.
2. Menghubungkan Irman Gusman dengan “korupsi politik” adalah upaya penggiringan opini publik secara sengaja, tendensius, dan menyesatkan, karena Irman Gusman tidak dihukum karena melakukan “korupsi politik” seperti yang dimaksudkan oleh Profesor Wahyudi Kumorotomo.
3. Paragraf yang memberi pengertian bahwa Irman Gusman terlibat “mafia anggaran” dan melakukan “korupsi politik” tersebut jelas-jelas menyerang reputasi Irman Gusman sebagai mantan Ketua DPD RI sekaligus fitnah keji dan menghakimi di depan publik nasional dan internasional tanpa dasar hukum yang dapat dipertanggungjawabkan.
4. Menghubungkan Irman Gusman dengan “kasus-kasus megakorupsi politik” memberikan pesan kepada publik bahwa kasus Irman Gusman adalah salah satu kasus “megakorupsi politik”, sehingga makin merusak nama baik Irman Gusman di mata masyarakat. Padahal kasus Irman Gusman sama sekali tak ada hubungannya dengan anggaran negara dan bukan pula kasus “megakorupsi politik”.
5. Anak kalimat (frasa) yang mengatakan pembuktian kasus ini “kurang memiliki efek jera” bertentangan dengan fakta hukum, karena Irman Gusman tidak sedang dihukum atau menjalani proses hukum dalam perkara lain yang dianggap tidak jera dengan proses hukum yang membelit dirinya. Selain itu, orang yang dituduh sebagai “mafia anggaran” dan melakukan “korupsi politik” dalam paragraf di atas, yaitu Irman Gusman, ternyata telah dipidana dengan hukuman 4 tahun 6 bulan ditambah dengan hukuman berupa pencabutan hak politik selama 3 tahun.
6. Dengan tuduhan-tuduhan yang tidak berdasarkan pada hukum seperti yang tertuang dalam artikel itu, Irman Gusman telah teraniaya dan menderita kerugian besar, termasuk pencemaran nama baik, fitnah yang keji di hadapan publik nasional dan internasional (karena diterbitkan juga di website Tempo), dan pelanggaran hak asasi manusia.
7. Tuduhan-tuduhan yang tidak memiliki dasar hukum seperti yang diuraikan di atas harus dipertanggungjawabkan oleh penulis artikel opini tersebut. Sebab, tuduhan itu fitnah yang keji serta dapat dianggap sebagai upaya penggiringan opini publik untuk menghakimi terpidana dengan hukuman sosial berupa penghancuran reputasi orang yang bersangkutan yang sedang menjalani hukuman ganda.
8. Penulis artikel tersebut, sebagai seorang guru besar administrasi publik, semestinya menulis sesuai dengan data dan fakta hukum yang akurat dan benar agar tidak memberikan opini yang jelas-jelas salah dan menyesatkan publik. Atas kesalahan ini, penulis artikel yang dimaksud harus mempertanggungjawabkannya sesuai dengan ketentuan hukum yang berlaku di negara ini, atau dengan cara lain yang dapat mengembalikan nama baik Irman Gusman yang telah dikorbankan dan dirugikan oleh artikel tersebut.
Maqdir Ismail, Kuasa hukum Irman Gusman
Jawaban Wahyudi Kumorotomo:
1. Terima kasih atas klarifikasi terhadap artikel opini di majalah Tempo edisi 19-25 November 2018. Opini tersebut sama-sekali tidak bermaksud menyerang reputasi atau menghakimi di depan publik. Tulisan itu justru dimaksudkan sebagai bentuk keprihatinan karena begitu banyak pejabat publik yang belakangan ini tersangkut berbagai perkara hukum karena biaya politik yang sangat tinggi. Berbeda dengan para anggota Dewan Perwakilan Rakyat, anggota Dewan Perwakilan Daerah memang menurut peraturan perundang-undangan tidak memiliki kewenangan di bidang anggaran.
2. Atas inakurasi dan kesalahan kutipan nama, dengan ini penulis menyampaikan permohonan maaf yang sebesar-besarnya.
Wahyudi Kumorotomo, MAP-UGM
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
- Akses edisi mingguan dari Tahun 1971
- Akses penuh seluruh artikel Tempo+
- Baca dengan lebih sedikit gangguan iklan
- Fitur baca cepat di edisi Mingguan
- Anda Mendukung Independensi Jurnalisme Tempo