Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
Kami menyampaikan hak jawab atas tulisan majalah Tempo edisi 20-26 April 2015 pada rubrik Opini berjudul "Peran Tumpul Komisaris Telkom" dan artikel bertajuk "Manuver Telkom Melepas Tower".
Pada halaman 167 tertulis: "Direksi Telkom mengusulkan perubahan Anggaran Dasar karena kesulitan melobi Dewan Komisaris menyetujui penjualan Mitratel. Komisi Pemberantasan Korupsi melihat potensi kerugian bagi Perusahaan Negara," dan halaman 169: "Pendapat Jaksa Agung Muda Perdata dan BPK membuat direksi Telkom di atas angin. Tapi komisaris tetap bertahan dan memilih mendiamkan surat direksi. Sebaliknya, tak mau kehilangan banyak waktu, direksi mencoba bermanuver dengan menyodorkan usul perubahan anggaran dasar Telkom kepada Kementerian BUMN."
Inisiatif perubahan Anggaran Dasar (AD) bukan dari Direksi Telkom dan tidak ada kaitannya dengan aksi korporasi Mitratel, melainkan karena: Pertama, Deputi Bidang Usaha Industri Agro dan Industri Strategis Kementerian BUMN pada 4 Maret 2015 mengundang rapat tujuh BUMN, termasuk Telkom, membahas agenda RUPS tentang usulan perubahan AD Perusahaan guna mengakomodasi peraturan baru Otoritas Jasa Keuangan dan peraturan lainnya.
Kedua, berdasarkan undangan dan arahan Deputi Bidang Usaha Industri Agro dan Industri Strategis Kementerian BUMN, Telkom dibantu notaris dan konsultan hukum membahasnya secara internal kemudian dikonsultasikan oleh Tim Legal Telkom ke Biro Hukum Kementerian BUMN, dan selanjutnya dibahas pada rapat gabungan Dewan Komisaris dan Direksi. Usulan akhir ditandatangani Direktur Utama dan Komisaris Utama Telkom untuk dikonsultasikan kepada Deputi Kementerian BUMN pada 15 April 2015.
Ketiga, hasil konsultasi dituangkan dalam bahan rapat dan diunggah di www.telkom.co.id pada 16 April 2015 dan menjadi usulan perubahan AD Telkom pada RUPST 17 April 2015.
Pada halaman 169 ditulis: "Direktur Utama Telkom Alex Janangkih Sinaga enggan menjelaskan manuvernya bersama para direktur lain dalam mengusulkan perubahan anggaran dasar perusahaan yang akan menggergaji kewenangan Dewan Komisaris. Tempo berulang kali menawarkan wawancara, tapi Alex menolak dengan alasan sibuk. 'Agenda saya agak padat.'"
Pada saat itu Telkom sedang menyiapkan RUPST, Konferensi Asia-Afrika 19-24 April 2015, dan peresmian infrastruktur jaringan fiber optic di kawasan Timur Indonesia. Mengingat kesibukan itu, kami menawarkan agar wawancara dilaksanakan setelah RUPST. Jadi tidak benar Direksi Telkom enggan memberi penjelasan.
Pada halaman 167 ditulis: "Pelepasan Mitratel merupakan bagian dari rencana besar melepas semua aset tower di bawah Grup Telkom. Proyek ini dinamai Project Blossom dan digodok bersama Singapore Telecom Mobile Pte Ltd (SingTel Mobile), pemilik 35 persen saham PT Telekomunikasi Selular (Telkomsel), sejak Mei 2010. SingTel perlu dilibatkan karena menara terbesar Telkom berasal dari Telkomsel."
Telkom tidak berniat melepas Mitratel dan semua aset menara di bawah Telkom Group. Aksi korporasi kami justru bertujuan membeli perusahaan tower terbuka untuk menjadi pemain dominan di industri menara. Hal ini dipublikasikan melalui siaran pers pada 10 Oktober 2014 yang dikirimkan ke berbagai media termasuk Tempo.
Pada halaman 168 ditulis: "Tiga hari kemudian, digelar rapat gabungan antara Dewan Komisaris dan direksi Telkom. Dewan Komisaris menegaskan penolakan mereka atas rencana pertukaran saham Mitratel. Tapi Alex dan para direkturnya tak mau buru-buru lempar handuk. Mereka lantas blusukan menemui Badan Pemeriksa Keuangan, Jaksa Agung Muda Perdata, dan BPKP."
Hal itu tidak benar karena permintaan pendapat kepada Jamdatun dan BPKP adalah hasil rapat gabungan Direksi dan Dewan Komisaris dalam memproses rencana shares swap Mitratel sejak Januari 2013. Direksi Telkom tidak pernah meminta pendapat kepada BPK. BPK melaksanakan Pemeriksaan Dengan Tujuan Tertentu atas berbagai aktivitas transaksi di seluruh BUMN termasuk Telkom.
Halaman 167: "Selang sehari seusai RUPS luar biasa itu, Hendri, yang sedang berada di Yogyakarta, disusul Alex dan jajaran direksi, yaitu Indra Utoyo, Honesti Basyir, dan Muhammad Awaluddin. Direksi mendesak Hendri menyetujui audit khusus terhadap Mitratel, yang diperlukan sebagai syarat transaksi dengan TBIG."
Pertemuan Direksi (tanpa Muhammad Awaluddin) dengan Komut (yang baru menjabat satu hari) membicarakan hal-hal penting yang perlu segera diketahui sebagai bagian tata kelola perusahaan yang baik. Direksi ke Yogyakarta karena Komut sedang ada kegiatan beberapa hari di kota itu.
Halaman 35 ditulis: "Adanya usul perubahan itu terkuak dalam rapat gabungan antara direksi dan Dewan Komisaris Telkom pada 23 Maret lalu. Direksi menginginkan agar plafon aksi korporasi yang tidak membutuhkan persetujuan Dewan Komisaris dinaikkan menjadi sedikitnya 20 persen dari nilai saham perusahaan atau setara dengan Rp 17 triliun."
Pernyataan itu tidak benar karena usulan dan keputusan perubahan AD pada RUPST 17 April 2015 tidak memuat plafon 20 persen.
Arif Prabowo
Vice President Corporate Communication
PT Telkom Indonesia (Persero) Tbk
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
- Akses edisi mingguan dari Tahun 1971
- Akses penuh seluruh artikel Tempo+
- Baca dengan lebih sedikit gangguan iklan
- Fitur baca cepat di edisi Mingguan
- Anda Mendukung Independensi Jurnalisme Tempo