KEPERCAYAAN yang disebut "kejawen", tidak terbilang jumlahnya
di Jawa Tengah. Ada yang terdaftar resmi karena merupakan satu
grup, tapi ada juga yang tidak terdaftar karena gurunya merasa
tidak memiliki suatu perkumpulan. Karena murid yang datang ke
sang guru adalah atas kemauannya sendiri dan juga tidak dipungut
bayaran. Syarat perkumpulan kebatinan tersebut juga
macam-macam. Tapi mempunyai tujuan yang sama: mencapai
kesempurnaan hidup menurut anggapan mereka. Yaitu lewat
tirakatan, semedi di tempat sunyi, di goa-goa, di makam tokoh
legenda sakti, dan tidak jarang naik ke puncak gunung.
Tempat-tempat beginian, tidak terhitung banyaknya di Jawa
Tengah.
Dari semua itu, ada satu yang unik. Di jalan Sultan Agung, di
Semarang, ada sebuah rumah besar. Dan tidak jelek. Rumah
tersebut tidak pernah sepi, karena selalu ada saja keaktifan.
Setiap malam Jum'at, ada perkumpulan karawitan dan latihan
pementasan wayang. Malam Minggu, ada band jreng-jreng. Di
pekarangan, tampak pula papan reklame sebuah salon kecantikan
perkumpulan dan usaha beragam itu pakai nama satu: Panakawan.
Penghuni rumah itu juga mempunyai nama sama, komplitnya: Ki
Hajar Panakawan.
Nama aslinya Suwardi doktorandus dan bekerja di kantor Bea &
Cukai, Semarang. Mungkin karena dia di Bea & Cukai ini. Suwardi
juga diangkat jadi bendaharawan KONI Jawa Tengah. Orangnya gemuk
pendek, dan karena hidupnya yang jauh dari kesulitan materi ini
tentu saja dia selalu sumeh dan banyak tawa.
Pandawa Lima
"Saya ini punya ilmu Pandawa Lima," ujarnya dengan cerah. Malam
itu, bulan lalu Suwardi merayakan hari ulang tahunnya yang ke
47. Tumpeng nasi kuning telah disabet oleh yang hadir, sebelum
Suwardi membaca doa untuk dirinya sendiri. Dia menerangkan bahwa
kehidupan manusia harus dilaksanakan berdasarkan watak-watak
tokoh pewayangan dari Pandawa. Yakni Puntadewa yang jadi Raja
Amarta. Brotosena. Harjuna dan Nakula-Sadewa. Ada yang kurang
lagi dan harus ditambah oleh pewatakan Semar, Gareng, Petruk dan
Bagong sebagai Punakawan. "Semua jalan hidup manusia itu bisa
dicakup dalam cerita pewayangan," tambah Suwardi alias Ki
Hajar Panakawan.
Dia menerangkan lagi bahwa orang harus bisa meniru watak-watak
dari kelima satria Pandawa tersebut. Kemudian dia memberi misal
begini: "Kalau ada orang yang minta isteri saya, saya tidak
keberatan kalau isteri saya setuju." Dia mengucapkan hal ini
ngan nada serius, tapi tidak dia jelaskan apakah sang isteri
telah ada yang minta dan dia ikhlas memberikannya. Cuma katanya
lagi: "Saya dulu juga termasuk pengikut Embah Suro dalam hal
mendalami ilmu kebatinan. Juga pengikut Pak Karno dalam hal
kehidupan batin." Embah Suro beberapa tahun yang lalu pernah
membuat geger desa Nginggil, kecamatan Menden, kabupaten Blora.
Tambahnya lagi tentang mbah Suro: "Roh yang sebenarnya tidak
jahat. Kalau dianggap jahat, itu adalah ulah
pengikut-pengikutnya.
Tapa Ngrame
Suwardi ini memang agak aneh, biarpun orang yang macam begini di
republik ini tidak cuma dia saja. Berbicara tentang
keluarganya, dia memberikan nama anaknya pertama dengan
Sunasto. "Itu gabungan dari Sukarno, Nasution dan Suharto "
katanya. Tokoh yang lagi mendapat angin ini kemudian berkata:
"Saya ini sedang melakukan tapa ngame," katanya pada Metese
Mulyono dari TEMPO. Artinya bukan bertapa di tempat sepi dan
juga tidak berlaku yang aneh-aneh. Cuma berusaha untuk
menyibukkan diri setiap saat, sehingga kalau ada tamu datang
untuk menemuinya pekerjaan yang sedang dilakukannya harus dia
tinggalkan dahulu. Termasuk juga pesta hari ulang tahun dan
berbagai keramaian yang ada di rumahnya.
Suwardi tidak mengatakan berapa orang jumlah pengikutnya. Tapi
rupanya banyak juga, mengingat sebutan yang banyak diucapkan
orang: ada gula, ada semut. Mencari rumahnya juga tidak sulit
bagi pendatang baru. Karena di depan gedung mewahnya, ada
patung tinggi putih. Tonggak yang di atasnya ada sebuah lengan
dengan kelima jarinya yang mekar. Mirip patung tangan the
hand of God buatan Emilio Greco yang kini ada di kebun raya
Bogor. Tapi patung milik Suwardi alias Ki Hajar Panakawan lain.
Di antara ibu jari dan telunjuk tangan ada sekuntum bunga.
Tidak jelas bunga apa, tapi di putik bunga, kalau malam ada
sinarnya. Bukan sinar gaib karena di situ ada sebuah bola lampu.
Maksudnya perlambang senjat. Cakra dari Raja Dorowati atau
Kresna yang merupakan bapak pelindung keluarga Pandawa. Di
pangkal lengan ada empat daun sebagai lukisan dari Panakawan.
Ini semua menurut artian Suwardi, yang karena sudah punya
semua, merasa tidak ada halangan untuk mempunyai hobby
sampingan apa saja.
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini