Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Kartun

Ilmu ki hajar panakawan

Suwardi alias ki hajar panakawan,guru perkumpulan kebatinan bekerja di kantor bea & cukai semarang. ia sedang tapa ngrame. menurutnya orang hidup harus dapat meniru watak pandawa. (ils)

13 Agustus 1977 | 00.00 WIB

Image of Tempo
Perbesar

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

KEPERCAYAAN yang disebut "kejawen", tidak terbilang jumlahnya di Jawa Tengah. Ada yang terdaftar resmi karena merupakan satu grup, tapi ada juga yang tidak terdaftar karena gurunya merasa tidak memiliki suatu perkumpulan. Karena murid yang datang ke sang guru adalah atas kemauannya sendiri dan juga tidak dipungut bayaran. Syarat perkumpulan kebatinan tersebut juga macam-macam. Tapi mempunyai tujuan yang sama: mencapai kesempurnaan hidup menurut anggapan mereka. Yaitu lewat tirakatan, semedi di tempat sunyi, di goa-goa, di makam tokoh legenda sakti, dan tidak jarang naik ke puncak gunung. Tempat-tempat beginian, tidak terhitung banyaknya di Jawa Tengah. Dari semua itu, ada satu yang unik. Di jalan Sultan Agung, di Semarang, ada sebuah rumah besar. Dan tidak jelek. Rumah tersebut tidak pernah sepi, karena selalu ada saja keaktifan. Setiap malam Jum'at, ada perkumpulan karawitan dan latihan pementasan wayang. Malam Minggu, ada band jreng-jreng. Di pekarangan, tampak pula papan reklame sebuah salon kecantikan perkumpulan dan usaha beragam itu pakai nama satu: Panakawan. Penghuni rumah itu juga mempunyai nama sama, komplitnya: Ki Hajar Panakawan. Nama aslinya Suwardi doktorandus dan bekerja di kantor Bea & Cukai, Semarang. Mungkin karena dia di Bea & Cukai ini. Suwardi juga diangkat jadi bendaharawan KONI Jawa Tengah. Orangnya gemuk pendek, dan karena hidupnya yang jauh dari kesulitan materi ini tentu saja dia selalu sumeh dan banyak tawa. Pandawa Lima "Saya ini punya ilmu Pandawa Lima," ujarnya dengan cerah. Malam itu, bulan lalu Suwardi merayakan hari ulang tahunnya yang ke 47. Tumpeng nasi kuning telah disabet oleh yang hadir, sebelum Suwardi membaca doa untuk dirinya sendiri. Dia menerangkan bahwa kehidupan manusia harus dilaksanakan berdasarkan watak-watak tokoh pewayangan dari Pandawa. Yakni Puntadewa yang jadi Raja Amarta. Brotosena. Harjuna dan Nakula-Sadewa. Ada yang kurang lagi dan harus ditambah oleh pewatakan Semar, Gareng, Petruk dan Bagong sebagai Punakawan. "Semua jalan hidup manusia itu bisa dicakup dalam cerita pewayangan," tambah Suwardi alias Ki Hajar Panakawan. Dia menerangkan lagi bahwa orang harus bisa meniru watak-watak dari kelima satria Pandawa tersebut. Kemudian dia memberi misal begini: "Kalau ada orang yang minta isteri saya, saya tidak keberatan kalau isteri saya setuju." Dia mengucapkan hal ini ngan nada serius, tapi tidak dia jelaskan apakah sang isteri telah ada yang minta dan dia ikhlas memberikannya. Cuma katanya lagi: "Saya dulu juga termasuk pengikut Embah Suro dalam hal mendalami ilmu kebatinan. Juga pengikut Pak Karno dalam hal kehidupan batin." Embah Suro beberapa tahun yang lalu pernah membuat geger desa Nginggil, kecamatan Menden, kabupaten Blora. Tambahnya lagi tentang mbah Suro: "Roh yang sebenarnya tidak jahat. Kalau dianggap jahat, itu adalah ulah pengikut-pengikutnya. Tapa Ngrame Suwardi ini memang agak aneh, biarpun orang yang macam begini di republik ini tidak cuma dia saja. Berbicara tentang keluarganya, dia memberikan nama anaknya pertama dengan Sunasto. "Itu gabungan dari Sukarno, Nasution dan Suharto " katanya. Tokoh yang lagi mendapat angin ini kemudian berkata: "Saya ini sedang melakukan tapa ngame," katanya pada Metese Mulyono dari TEMPO. Artinya bukan bertapa di tempat sepi dan juga tidak berlaku yang aneh-aneh. Cuma berusaha untuk menyibukkan diri setiap saat, sehingga kalau ada tamu datang untuk menemuinya pekerjaan yang sedang dilakukannya harus dia tinggalkan dahulu. Termasuk juga pesta hari ulang tahun dan berbagai keramaian yang ada di rumahnya. Suwardi tidak mengatakan berapa orang jumlah pengikutnya. Tapi rupanya banyak juga, mengingat sebutan yang banyak diucapkan orang: ada gula, ada semut. Mencari rumahnya juga tidak sulit bagi pendatang baru. Karena di depan gedung mewahnya, ada patung tinggi putih. Tonggak yang di atasnya ada sebuah lengan dengan kelima jarinya yang mekar. Mirip patung tangan the hand of God buatan Emilio Greco yang kini ada di kebun raya Bogor. Tapi patung milik Suwardi alias Ki Hajar Panakawan lain. Di antara ibu jari dan telunjuk tangan ada sekuntum bunga. Tidak jelas bunga apa, tapi di putik bunga, kalau malam ada sinarnya. Bukan sinar gaib karena di situ ada sebuah bola lampu. Maksudnya perlambang senjat. Cakra dari Raja Dorowati atau Kresna yang merupakan bapak pelindung keluarga Pandawa. Di pangkal lengan ada empat daun sebagai lukisan dari Panakawan. Ini semua menurut artian Suwardi, yang karena sudah punya semua, merasa tidak ada halangan untuk mempunyai hobby sampingan apa saja.

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Image of Tempo
Image of Tempo
Berlangganan Tempo+ untuk membaca cerita lengkapnyaSudah Berlangganan? Masuk di sini
  • Akses edisi mingguan dari Tahun 1971
  • Akses penuh seluruh artikel Tempo+
  • Baca dengan lebih sedikit gangguan iklan
  • Fitur baca cepat di edisi Mingguan
  • Anda Mendukung Independensi Jurnalisme Tempo
Lihat Benefit Lainnya

Image of Tempo

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Image of Tempo
>
Logo Tempo
Unduh aplikasi Tempo
download tempo from appstoredownload tempo from playstore
Ikuti Media Sosial Kami
© 2024 Tempo - Hak Cipta Dilindungi Hukum
Beranda Harian Mingguan Tempo Plus