Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
Menurut Anda, apakah kemungkinan menangnya wakil Gerakan Aceh Merdeka dalam pemilihan kepala daerah di Aceh perlu dikhawatirkan? (13-20 Desember 2006) | ||
Ya | ||
41,96% | 214 | |
Tidak | ||
51,76% | 264 | |
Tidak tahu | ||
6,27% | 32 | |
Total | 100% | 510 |
Suara dalam pemilihan kepala daerah Aceh belum selesai dihitung, tapi sejumlah opini tak sedap sudah bermunculan. Kebanyakan mencurigai Irwandi Jusuf, calon dari Gerakan Aceh Merdeka yang tampaknya bakal memenangkan pemilu, akan membawa Aceh keluar dari Negara Kesatuan Republik Indonesia.
Irwandi maju sebagai calon independen, berpasangan dengan Nazar dari Sentral Informasi Referendum Aceh (SIRA). Menurut hitungan cepat Lingkaran Survei Indonesia, dalam pemilihan pada 11 Desember, pasangan ini unggul dengan 39,27 persen suara.
Hitungan Lingkaran Survei inilah yang memicu kekhawatiran. ”Aceh bakal lepas,” ujar anggota Komisi Pertahanan DPR, Permadi. Soalnya, menurut dia, Irwandi pasti akan lebih patuh kepada pemimpin GAM di Swedia daripada Jakarta.
Mantan Menteri Otonomi Daerah Ryaas Rasyid malah menyamakan pemilihan Gubernur Aceh dengan referendum di Timor Timur pada 1999. Menurut dia, ini seperti referendum ”untuk menentukan pilihan antara RI yang diwakili partai-partai nasionalis dan calon independen yang mewakili GAM”.
Semua ditepis Irwandi. ”Ini bukan saatnya berbicara masalah konflik yang dulu, karena Aceh sudah damai,” ujarnya. Bahkan, menurut dia, kalau pemerintah pusat masih ragu, boleh menugaskan polisi atau anggota TNI untuk ”mengawalnya”. Dia mengaku tak keberatan.
Baiknya Presiden Susilo Bambang Yudhoyono tak ikut berburuk sangka. Sikap Presiden ini disampaikan oleh Staf Khusus Presiden Bidang Otonomi Daerah, Heru Lelono. ”Kekhawatiran itu berlebihan. Presiden menerima apa pun hasil pemilihan di Aceh,” ujarnya. ”Lagi pula,” Heru menambahkan, ”jika Irwandi-Nazar menjadi orang pemerintah, itu kan dalam sistem ketatanegaraan UUD 1945 sebagai mandataris, bukan diri sendiri.”
Responden Tempo Interaktif di Jakar-ta, Hario, juga menilai kekhawatiran atas Irwandi tak berdasar. ”Namanya juga demokrasi. Biarkan rakyat Aceh memilih pemimpinnya sendiri. Mungkin mereka sudah bosan melihat partai-partai yang ada selama ini tak membawa aspirasi rakyat,” ujarnya. Sebagian besar responden Tempo Interaktif sependapat dengan Hario, tapi yang khawatir pun tidak sedikit.
Indikator Pekan Ini: Mahkamah Konstitusi memutuskan bahwa Pasal 53 UU Komisi Pemberantasan Korupsi, yang mengatur soal pengadilan korupsi, bertentangan dengan UUD 1945. Sebagian anggota DRP RI marah. Wakil Ketua Komisi Hukum DPR, Almuzammil Yusuf, misalnya, menyatakan Mahkamah sudah bertindak di luar kewenangannya. Karena itu, sejumlah anggota Komisi Hukum DPR akan menelaah kembali kewenangan Mahkamah, dengan menggunakan hak inisiatif untuk merevisi undang-undang yang menjadi dasar berdirinya Mahkamah Konstitusi. Menurut Anda, apakah kewenangan Mahkamah Konstitusi terlalu besar? Kami tunggu jawaban dan komentar Anda di www.tempointeraktif.com |
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
- Akses edisi mingguan dari Tahun 1971
- Akses penuh seluruh artikel Tempo+
- Baca dengan lebih sedikit gangguan iklan
- Fitur baca cepat di edisi Mingguan
- Anda Mendukung Independensi Jurnalisme Tempo