Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
Setujukah Anda dengan sikap pemerintah yang meminta KPK tak menetapkan calon kepala daerah sebagai tersangka menjelang pelaksanaan pilkada serentak?
|
||
Ya | ||
3,23% | 492 | |
Tidak Tahu | ||
1,2% | 18 | |
Tidak | ||
66,5% | 1.011 | |
Total | (100%) | 1.521 |
PERMINTAAN Menteri Koordinator Politik, Hukum, dan Keamanan Wiranto agar Komisi Pemberantasan Korupsi tak mengumumkan status tersangka calon kepala daerah sampai proses pemilihan kepala daerah selesai menimbulkan polemik. Sebagian kalangan menilai permintaan itu sebagai intervensi terhadap KPK, tapi pemerintah menyatakan permintaan itu disampaikan demi menjaga stabilitas keamanan di daerah. Wiranto menyampaikan permintaan itu awal Maret lalu, seusai rapat koordinasi pemilihan kepala daerah serentak 2018 di kantornya. Rapat itu dihadiri Menteri Dalam Negeri Tjahjo Kumolo, Kepala Kepolisian RI Jenderal Tito Karnavian, Panglima Tentara Nasional Indonesia Marsekal Hadi Tjahjanto, Ketua Komisi Pemilihan Umum Arief Budiman, dan Ketua Badan Pengawas Pemilihan Umum Abhan. "Kalau sudah ditetapkan sebagai pasangan calon, kami minta ditunda dululah. Ditunda dulu penyelidikan, penyidikannya, dan pengajuan dia sebagai saksi atau tersangka," kata Wiranto. Sebelumnya, Ketua KPK Agus Rahardjo menyatakan sejumlah calon kepala daerah bakal menjadi tersangka. "KPK akan mengumumkan sejumlah nama inkumben yang maju dalam pilkada serentak 2018 sebagai tersangka korupsi," ujar Agus. Wakil Presiden Jusuf Kalla mengklaim penundaan itu merupakan langkah pemerintah untuk menjaga stabilitas agar pemilihan kepala daerah serentak berlangsung damai. Pemerintah, kata Kalla, tak berniat menghambat penegakan hukum. "Yang sulit itu kalau OTT (operasi tangkap tangan). Hari ini ditangkap, hari itu juga kena (jadi tersangka)," ujarnya. Wakil Ketua KPK Saut Situmorang menyatakan lembaganya menolak permintaan Wiranto. Saut beralasan komisi antikorupsi tak bisa menghentikan kasus korupsi yang telah memiliki bukti kuat. Menurut Saut, ketimbang meminta KPK menunda pengumuman calon kepala daerah yang menjadi tersangka, pemerintah lebih baik menyiapkan perangkat hukum untuk mengantisipasi jika ada kandidat yang terlibat kasus korupsi. "Lebih baik pemerintah membuat perpu (peraturan pemerintah pengganti undang-undang) yang mengatur penggantian calon yang terjerat pidana," kata Saut. Koordinator Indonesia Corruption Watch (ICW) Adnan Topan Husodo menilai permintaan Wiranto itu merupakan intervensi pemerintah terhadap penegakan hukum. "Jika pemerintah melakukan intervensi, berarti melanggar undang-undang KPK," ujarnya. Sikap KPK, kata Adnan, justru membantu agar pemilihan kepala daerah tak menghasilkan pemimpin yang terindikasi terlibat korupsi. Koordinator investigasi Center for Budget Analysis, Jajang Nurjaman, meminta KPK tetap menindaklanjuti kasus dugaan korupsi yang melibatkan calon kepala daerah. Tujuannya adalah menjamin prinsip persamaan di mata hukum. "Agar KPK tetap pada tugas pokok dan fungsinya dalam melaksanakan prinsip-prinsip equality before the law," kata Jajang. Hasil jajak pendapat pembaca Tempo.co menunjukkan mayoritas tidak setuju terhadap sikap pemerintah yang meminta penundaan. |
Indikator Pekan Ini Setujukah Anda dengan sikap Menteri Koordinator Kemaritiman Luhut Pandjaitan yang mengancam ”mencari” dosa tokoh yang mengkritik pemerintah?www.tempo.co. |
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
- Akses edisi mingguan dari Tahun 1971
- Akses penuh seluruh artikel Tempo+
- Baca dengan lebih sedikit gangguan iklan
- Fitur baca cepat di edisi Mingguan
- Anda Mendukung Independensi Jurnalisme Tempo