SAYA ingin menanggapi tulisan Goenawan Mohamad di TEMPO, edisi 19 Desember 1999, dalam rubrik Catatan Pinggir, berjudul Jawa, Jawa. Menurut saya, idiom Jawa-ditulis dengan tanda kutip-hanya dapat dipegang dalam lingkungan suku bangsa Jawa dan atau yang membagi-bagikan Jawa pada kawasan Sala, Yogya-Kauman, Yogya-Keraton, dan tempat lainnya.
Apabila kita hidup di luar lingkungan Jawa, pengertian Jawa adalah bersifat umum, yang tidak membedakan Sala dan Yogya. Demikian pula orang Jawa yang telah berada di luar Pulau Jawa, terutama bekas kuli kontrak Belanda yang banyak terdapat di Sumatra Utara. Mereka tidak mengenal lagi Jawa dalam tanda kutip, tetapi sebagai Jawa yang tidak mempunyai kejelasan asal-muasalnya karena leluhur mereka dicopot oleh Belanda dari desa-desa di Pulau Jawa. Mereka kemudian dijadikan kuli yang disebar di berbagai perkebunan terpencil.
Pergaulan orang-orang Jawa dengan penduduk asli cenderung membuat jarak, meski leluhur mereka telah berada di tanah setempat selama ratusan tahun. Demikianlah yang dimaksud Jawa tetap Jawa.
FAISAL PUTRA, S.H.
Kompleks Perum PT KKA
Jamuan, Nisam, Aceh Utara
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini