Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Kartun

Jejak Berdarah Lelaki dari Susukan

31 Oktober 2016 | 00.00 WIB

Image of Tempo
Perbesar

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Mantan presiden Susilo Bambang Yudhoyono mengakui hilangnya berkas asli dokumen hasil penyelidikan Tim Pencari Fakta Kasus Pembunuhan Munir. Dia berjanji menyerahkan salinannya kepada Presiden Joko Widodo. "Kejahatan yang menyebabkan meninggalnya Munir adalah kejahatan serius. Sebenarnya mencoreng demokrasi kita waktu itu. Tak pelak jadi perhatian masyarakat Indonesia dan dunia," kata Yudhoyono dalam konferensi pers pada 25 Oktober 2016.

Pollycarpus Budihari Priyanto memang dihukum dengan dakwaan pembunuhan berencana. Ia pilot Garuda yang diduga membubuhkan arsenik ke minuman Munir saat nongkrong di Coffee Bean Bandar Udara Changi saat pesawat transit menuju Amsterdam, Belanda. Tapi siapa di belakangnya tak terungkap. Dokumen-dokumen dan percakapan telepon menunjukkan ada peran Badan Intelijen Negara, tapi lagi-lagi sejumlah bukti ini mentah di pengadilan.

Walhasil, kematian Munir dan siapa dalang pembunuhnya tetap menjadi misteri. Kematian misterius yang menghebohkan juga pernah terjadi pada pertengahan 1980-an. Seorang peragawati 36 tahun, Dice Budimuljono, ditemukan tewas di dalam mobilnya yang masih menyala di Jalan Dupa, Kalibata, Jakarta Selatan, pada 8 September 1986 malam. Setelah tiga bulan penyelidikan, polisi menetapkan Muhammad Siradjudin alias Pak De alias Romo sebagai pelakunya.

Tempo edisi 7 Maret 1987 menurunkan laporan utama persidangan kasus pembunuhan Dice. Salah satu judul tulisan adalah "Jejak Berdarah Lelaki dari Susukan". Sidang pertama di Pengadilan Negeri Bogor dimulai pada 25 Februari 1987, yang dijejali ratusan pengunjung. Polisi membawa Pak De sembunyi-sembunyi dari ruang tahanan di Kepolisian Daerah Metro Jaya ke Bogor agar tidak diikuti wartawan.

Dalam persidangan pertama itu, Pak De didakwa membunuh Endang Sukitri, pemilik toko bahan bangunan di Depok, Jawa Barat, yang tewas setelah 40 hari kematian Dice. Jaksa mendakwa Pak De membunuhnya karena tak mampu mengembalikan uang yang dia pinjam untuk digandakan dengan cara klenik.

Adapun kematian Dice disidangkan di Pengadilan Negeri Jakarta Selatan beberapa pekan kemudian. Dakwaannya sama, Pak De dituduh membunuh Dice karena tak mampu mengembalikan uang Rp 10 juta yang dia pinjam untuk digandakan dengan cara klenik. Banyak yang bertanya-tanya mengapa terbunuhnya Endang cepat disidangkan padahal Dice dibunuh lebih dulu?

Kabar burung berkembang, Dice dibunuh terkait asmaranya dengan sejumlah tokoh, ada yang menyebut mantan pejabat dan pengusaha yang dekat dengan Keluarga Cendana. Muhammad Siradjudin, 55 tahun, yang terkenal sebagai dukun di kalangan "atas", dianggap hanya sebagai tumbal.

Penasihat hukum Pak De mendatangkan saksi ketua rukun warga di kediaman Pak De di Kampung Susukan, Jakarta Timur. Juga sejumlah orang yang menyaksikan Pak De ada di rumahnya ketika kasus pembunuhan kedua perempuan itu terjadi. Seorang tukang ojek yang dijadikan saksi oleh polisi, kata penasihat hukum, juga tidak mengetahui persis wajah pria berhelm yang diduga pelaku pembunuhan Endang pada malam hari di Depok.

Kepada tim pembelanya, Pak De mengungkapkan sengaja mengaku membunuh kedua perempuan itu karena penyiksaan oleh polisi kepada kedua anaknya, Kuspriyanto dan Farid. Setelah beberapa sidang, pada Juli 1987, Ketua Pengadilan Negeri Jakarta Selatan Reni Retnowati memvonis Pak De dengan hukuman seumur hidup.

Pak De naik banding. Namun kasasi itu ditolak Mahkamah Agung. Pada April 1988, Ketua Majelis Hakim Agung Adi Andojo Soetjipto mengukuhkan vonis seumur hidup atas tewasnya Dice.

Tempo edisi 15 Agustus 1999 menurunkan wawancara panjang dengan Pak De, yang telah 13 tahun menghuni Penjara Cipinang. Pada usia 67 tahun, ayah delapan anak itu membantah membunuh Dice Budimuljono dan Endang Sukitri. Dia menggambarkan kedekatannya dengan Dice. "Dia sudah seperti anak sendiri. Dia cerita sering 'main' dengan beberapa orang," kata Pak De. Di antaranya Sudwikatmono (pengusaha, sepupu mantan presiden Soeharto) dan Indra Rukmana (menantu Presiden Soeharto).

Ketika Tempo meminta konfirmasi pernyataan Pak De, Sudwikatmono membantah dan mengaku tidak mengenal Dice. Adapun Indra Rukmana tidak menjawab kendati sudah dihubungi dan dititipkan pesan di rumahnya.

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Image of Tempo
Image of Tempo
Berlangganan Tempo+ untuk membaca cerita lengkapnyaSudah Berlangganan? Masuk di sini
  • Akses edisi mingguan dari Tahun 1971
  • Akses penuh seluruh artikel Tempo+
  • Baca dengan lebih sedikit gangguan iklan
  • Fitur baca cepat di edisi Mingguan
  • Anda Mendukung Independensi Jurnalisme Tempo
Lihat Benefit Lainnya

Image of Tempo

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Image of Tempo
>
Logo Tempo
Unduh aplikasi Tempo
download tempo from appstoredownload tempo from playstore
Ikuti Media Sosial Kami
© 2024 Tempo - Hak Cipta Dilindungi Hukum
Beranda Harian Mingguan Tempo Plus