Di Pulau Jawa, setelah SDSB bubar, muncul judi-judi gelap yang melanda beberapa kota (TEMPO, 1 Januari, Nasional), dan di Sumatera Utara judi gelap juga menyerbu sampai ke pelosok pedesaan. Tepatnya di Desa Tanjung Ledong, Kualuh Hilir, Labuhan Batu, lebih kurang 300 km sebelah tenggara Medan. Jenis judi yang berkembang di sana bernama capjiki, mirip dengan judi Hwa Hwe tempo dulu. Dibandingkan SDSB atau judi lainnya yang berkembang di Jawa, capjiki boleh dikatakan paling jahat dan ganas. SDSB atau judi sejenisnya dibuka seminggu sekali, sedangkan judi capjiki dibuka sehari tiga kali, yakni pukul 12.00, pukul 18.00, dan pukul 23.00 WIB. Pemenangnya hanya diberi hadiah delapan kali lipat dari jumlah taruhannya: dari Rp 1.000 sampai tak terbatas. Tebakan dalam judi capjiki ini berbentuk enam gambar: kuda, gajah, raja, sampan, kereta, dan mercon. Itu dibedakan dalam dua warna, merah dan hitam. Untuk menebak gambar yang bakal keluar, para penebak harus membahas kode-kode pada secarik kertas buku tulis, biasanya bertulisan tangan (huruf Cina maupun Latin), yang sengaja diedarkan oleh para agen. Pada mulanya permainan ini dilakukan secara sembunyi- sembunyi, belakangan ini terang-terangan, malah besar-besaran. Kecil kemungkinan aparat keamanan tidak mengetahuinya. Lagi pula, di desa setempat ada lurah lengkap dengan perangkatnya. Mereka dapat melapor ke atasan untuk turun tangan.TEJA KESUMAMedan
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini