Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
INDONESIA dikaruniai kekayaan sumber daya alam yang luar biasa. Ironisnya, masyarakat belum menikmati kekayaan ini secara merata dan wajar. Gambaran yang kasatmata dapat kita amati sejak zaman kemerdekaan. Dua saja dapat kita ambil sebagai contoh, minyak dan mineral.
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
Di masa awal Indonesia masih termasuk negara produsen minyak dengan hasil ekspor positif, net exporter, sehingga pernah menjadi anggota organisasi produsen minyak dunia OPEC. Dalam dasawarsa terakhir, Indonesia tercabut keanggotaannya karena sekarang menjadi net importer. Pada era Orde Baru, yang menikmati hasilnya hanyalah segelintir manusia. Terjadi skandal korupsi pula di Pertamina. Pers yang membuka masalah ini justru dilibas habis dengan penerapan bredel seperti yang terjadi pada harian Indonesia Raya dengan crusader wartawan Mochtar Lubis yang keluar-masuk penjara sebagai tahanan politik.
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
Contoh kedua adalah PT Freeport di Papua. Puluhan tahun tanah Papua dikeruk tanpa kita tahu apa saja kandungannya. Hasil bumi itu langsung diproses pemurniannya di luar Indonesia, seperti di Australia. Kemakmuran kasatmata dapat dilihat dengan tumbuhnya New Orleans di Amerika Serikat, pusat Freeport, menjadi kota yang makmur gemerlap. Namun, bertolak belakang, penduduk asli Papua tetap terbelakang.
Pusat kesehatan dan lembaga pendidikan di Papua hanya jadi pajangan dan basa-basi. Penduduk tidak pernah ditingkatkan pendidikan dan kemandiriannya. Pemerintahan berganti dan nasib mereka tetap tidak berubah. Tidaklah mengherankan keresahan sosial tidak kunjung tuntas. Kini muncul karunia baru, menggebunya lingkungan hijau yang mendorong tumbuhnya energi baru dan terbarukan pengganti batu bara.
Penambangan nikel di hulu sampai pemurnian di hilir diisi oleh pemodal dan tenaga kerja Cina. Mitra lokal diisi oleh segelintir keluarga pelaku bisnis seperti Boy Thohir dan Surjadjaja yang cukup dikenal kiprahnya. Yopie Hidayat dalam majalah Tempo edisi 17-23 April 2023 dalam artikel "Berburu Peluang dari Booming Nikel" menutup tulisannya dengan kalimat "Booming nikel mungkin masih akan berlangsung hingga beberapa tahun ke depan. Tapi, jika tak ada antisipasi, berbagai tantangan itu dapat mengakhiri kejayaan nikel lebih cepat dari yang kita inginkan."
Dalam kurun waktu itu, saat jayanya nikel, rakyat banyak tetap menjadi penonton. The Economist edisi 15 April 2023 memberitakan gemilangnya penawaran saham perdana atau IPO perusahaan nikel Indonesia di Bursa Efek Jakarta yang melampaui capaian Hong Kong dan New York.
Namun kekayaan ini untuk siapa? Meningkatnya martabat bangsa dan negeri ini seharusnya dibarengi dengan meratanya kesejahteraan rakyat banyak. Koran Tempo edisi 13 Oktober 2022 sudah memaparkan risiko dipaksakannya proyek yang terkesan mercusuar, seperti Ibu Kota Nusantara, kereta cepat Bandung-Jakarta, dan LRT Jabodebek. Proyek-proyek itu berpihak pada kepentingan siapa?
Data Credit Suisse Global Wealth Databook 2019 menunjukkan 1 persen orang terkaya di Indonesia menguasai 44,6 persen kekayaan nasional dan 10 persen orang terkaya di Indonesia menguasai 74,1 persen kekayaan nasional. Kita memerlukan seorang negarawan dengan kekuatan serta kemauan politik yang kuat dalam mengemban amanah kekuasaan untuk menyejahterakan rakyat pada 2024. Masalahnya, adakah tokoh ini?
Hadisudjono Sastrosatomo
Anggota Tim Pengarah Etika Bisnis dan Organisasi SS-PEBOSS–STM PPM Menteng Raya
Penyebab Kemacetan
SALAH satu penyebab kemacetan lalu lintas di Jakarta dan kota-kota penyangga sekitarnya, seperti Depok, Bekasi, dan Tangerang, adalah banyaknya kendaraan roda empat yang diparkir di tepi jalan umum. Banyak orang mampu membeli kendaraan roda empat tapi tidak tidak mempunyai garasi atau lahan tempat menyimpan kendaraan mereka. Atau, mereka punya garasi, tapi memiliki kendaraan roda empat lebih dari satu, bahkan dua atau tiga unit. Maka jalan umum pun dimanfaatkan untuk menaruh kendaraan, yang sebetulnya tindak pelanggaran.
Semoga saja segera dilakukan penegakan hukum dan tindakan disiplin secara berkelanjutan tanpa memandang status warga. Setelah Jakarta, Tangerang dan Bekasi menyusul membuat peraturan daerah yang sama. Lakukan sosialisasi secara menyeluruh dan berikan tenggang waktu selama tiga bulan agar masyarakat yang terkena dampak mempunyai cukup waktu untuk mempersiapkan diri.
Samesto Nitisastro
Depok, Jawa Barat
- Akses edisi mingguan dari Tahun 1971
- Akses penuh seluruh artikel Tempo+
- Baca dengan lebih sedikit gangguan iklan
- Fitur baca cepat di edisi Mingguan
- Anda Mendukung Independensi Jurnalisme Tempo