Bisa jadi ada orang yang kurang senang dengan munculnya kembali TEMPO, tapi yang senang tentu saja lebih banyak, dan bukan hanya di Indonesia. Sebetulnya, seandainya TEMPO tidak terbit lagi, namanya akan tercatat dalam sejarah pers dunia, sebagian karena mutunya dan sebagian lagi karena berani menolak kematiannya yang tidak adil.
Tapi rasa puas yang sebenarnya hanya bisa ada kalau TEMPO keluar lagi dan orang bisa membeli di jalan, memegang majalah itu dengan tangannya sendiri, meraba kertas itu--Interaktif itu penting, tapi lain--serta membaca kata-kata yang dicetak di situ. Dalam rasa puas ini memang ada unsur balas dendam, tapi juga ada unsur pertanggungjawaban pada sejarah suatu prinsip yang luhur.
Di antara teman-teman--baik di Indonesia maupun di Amerika--ada yang menganjurkan agar TEMPO "baru" memperjuangkan reformasi, harus pro-ini dan anti-itu. Saya sendiri kurang setuju. Yang saya harapkan dari TEMPO, sejak dulu, terutama pada laporannya yang jelas, penyebaran berita, analisis, dan komentar yang memenuhi kebutuhan orang atas informasi dan ide, serta jurnalisme yang jujur. Itu saja.
Daniel S. Lev
Washington University
Washington, Amerika Serikat
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini