DIAM-DIAM sebenarnya banyak juga yang dapat diceritakan mengenai
industri kecil di Sumatera Utara. Misalnya pembuatan kap lampu
dan hiasan dinding dari rotan dan bambu. Keset kaki dari sabut
kelapa dan berbagai kerajinan tangan kayu yang diukir dari
Tanjung Kassau (seperti di Jepara). Korsi dan meja dari bambu
atau anyaman tikar, topi dan selop pandan dari kabupaten Deli
Serdang. "Kenyataan ini memberikan angin segar bagi kita",
komentar Ir S. Lumban Tobing kepada TEMPO di Medan. "Lebih dari
itu", tambah kepala Dinas Perindustrian Sumatera Utara tersebut,
sudah ada 14 perusahaan industri kecil yang kita beri
penyuluhan. Dan hasilnya sangat memuaskan". Penyuluhan yang
diberikan Dinas Perindustrian itu bukan saja dari segi pemilihan
bahan dan teknis mengerjakannya. "Juga soal disain", kata Tobing
lagi. "Untuk itu ada tenaga ITB yang kita minta tolong".
Menolak Banjir
Tapi ngomong-ngomong Tobing merasa khawatir juga melihat banjir
pesanan dari luar. Terutama dari Singapura, Hong Kong dan
sementara negara Eropa. "Ada yang minta topi pandan sampai 5.000
huah", katanya. "Kalaulah kontrak ini kita penuhi, pada suatu
ketika barang itu belum siap, risikonya tentu kitalah yang
menelannya. Sebab itu, setiap ada permintaan, kita
pertimbangkan apakah permintaan itu logis atau mengada-ada
saja. Apalagi kalau permintaan ini ada hubungannya dengan
pariwisata. Bisa saja ganti musim ganti pula selera? sedangkan
pesanan belum siap". Sebab itulah, sampai hati ini permintaan
dalam partai besar terhadap kerajinan tangan itu "belum kita
penuhi", tambah Tobing. Pedomannya "biarlah kita bergerak pelan
tapi hasilnya pasti".
Itu baru dalam soal hasil anyam dan ukiran dari kayu.
Menyinggung soal perkembangan keramik yang milai ramai juga
dikenal orang di Medan. Tobing menyebutkan, bahwa "hasil-hasil
itu adalah keluaran dari Petumbak, Baringin, Labuhan ratu dan
Asahan". Dan Tobing berbangga: "Dari hasil penyuluhan kilat
yang kita berikan belum lama ini, lihatlah hasilnya. Disain dan
cara mengerjakannya tidak kalah dengan buatan Tiongkok".
Sekarang yang sedang dipikirkan oleh Dinas Perindustrian
bagaimana memasarkan hasil keramik itu. Dalam soal yang satu
ini memang ada hubungannya dengan Proyek & Pengembangan Industri
Kecil (BIPIK) Departemen Perindustrian. BIPIK sendiri baru
berdiri sejak April 1974 dan langsung ditangani oleh Sekjen
Departemen Perindustrian, Ir Achmad Slamet. Menurut H. Aziz
Miraza dari bagian Promin (Promosi dan Informasi) BIPIK Pusat,
"Ini merupakan proyek baru untuk membina industri kecil dan
bermodal lemah". Dalam keterangannya ketika ia di Medan, Aziz
mengatakan lagi bahwa "BIPIK berusaha mendapatkan dan bukan
memberi kredit kepada pengusaha tersebut" . Tapi setelah
mereka mendapat uang dari Bak, mereka tidak dilepaskan begitu
saja. "Menejemen dan kemana penggunaan uang itu diatur,
sehingga uang itu harus dapat kembali lagi".
Selain mengusahakan kelancaran mendapatkan modal dan kredit bagi
pengusaha kecil, BIPIK juga membuka ketrampilan dan pemasaran
tadi. Sementara itu Tobing sendiri hanya mengurusi ketramilan
dan pemasaran saja. Misalnya keramik Baringin dari Sipirok
(Tapanuli Selatan), yang baru diperkenlkan dalam Medan Fair
1975 kemarin. Kini yang sedang di usahakan Ir Lumban Tobing
bagaimana keramik itu dapat diprodusir menjadi pot bunga, ceret,
mangkok, tempat abu rokok, guci dan perhiasan untuk mengisi
dekorasi rumah dengan motif, desain dan ukiran yang ada di
Sumatere Utara. "Seninya tinggi mutunya dan cara mengerjakannya
juga tidak terburu-buru dikejar uang". Baik Aziz atau Tobing
kelihatannya menyadari apa yang telah terjadi di Bali.
"Kerajinan kita jangan sampai terpengaruh dollar saja. Tapi
terpelihara juga dalam soal mutu", begitu katanya.
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini