MEMBERSIHKAN kota dan gelandangan memang repot. Operasi
pembersihan yang sering dilakukan Pemda Kodya Surabaya rupanya
tak juga mengurangi jumlah gelandangan yang berkeliaran di
seantero kota. Padahal, kalau dihitung-hitung sejak tahun 1969
sampai sekarang tak kurang dari 40.3 50 orang gelandangan telah
terjerat operasi tersebut dikeluarkan dari kota. Bahkan 2000
orang di antaranya sudah ditransmigrasikan dan 149 orang yang
karena jompo dikirim ke rumah panti asuhan di Madiun, Jombang,
Tuban, Pare dan Ponorogo. Itu belum lagi termasuk yang terkena
operasi pembersihan WTS, sejak tahun 72 sampai kini sekitar
2.631 orang WTS yang terjerat.
Sebab itu pula, Surabaya yang memang belum bersih itu tambah
lama kelihatan tambah jorok. Banyaknya gubuk-gubuk liar memadati
pinggir-pinggir sungai, taman serta pinggiran rel kereta api
cukup membuat prihatin sang Walikota Suparno. "Tepi sungai dan
taman-taman kota harus bersih", perintah Suparno, dalam
instruksi yang baru saja dikeluarkannya. Tak ayal lagi mendengar
instruksi itu Badan Pelaksana Rehabilitasi Tunakarya Daerah
(Bapertukda) tingkat II Kodya Sura baya yang mengurusi masalah
gelandangan segera pasang kudakuda. "Hampir setiap hari
diadakan operasi pembersihan", tutur R. Soedjaman, Ketua
Bapertukda kepada Anshari Thayib dari TEMPO. Bahkan biayapun tak
sedikit yang keluar, tambahnya. Setiap operasi serentak yang
dilakukan pada 3 wilayah membutuhkan biaya Rp 150.000. Sedang
biaya penampungan untuk seorang gelandangan dibutuhkan Rp 200.
ujar Soedjaman. Namun Soedjaman juga mengakui bahwa tak semua
gelandangan yang gubuknya dibakar atau yang disuruh membakar
gubuknya sendiri, di bawa ke tempat penampungan di Dukuh Kupang.
Ada juga yang dibawa ke Komseko dan setelah dibuat berita
acaranya diajukan ke Pengadilan.
Maksimum Rp 100
Rupanya kerepotan Pemda Kodya Surabaya menghadapi gelandangan
ini didengar juga oleh Gubernur Moehamad Noer. Noer pun segera
memerintahkan Bapertukda Propinsi Jawa Timur- untuk menampung
hasil operasi Bapertukda Surabaya dan kemudian menyalurkannya ke
proyek-proyek pedesaan. Pelaksanaannya diatur oleh kantor PMD
setempat. Sebelum diberangkatkan dari tempat penampungan di
Wisma Penampungan Jemur Wonosari, para gelandangan yang
berjumlah 552 orang dan 30% di antaranya wanita, lebih dulu
mengadakan upacara pembakaran atribut-atribut gelandangan.
Dengan khidmat mereka mengucapkan janji, "Allahu Akbar, demi
Allah kami berjanji tidak akan menggelandang lagi". Akhir
Oktober lalu mereka pun berangkat, dengan membawa harapan baru.
Sedang yang jompo sebanyak 190 orang oleh Perwakilan Departemen
Sosial Jawa Timur, disalurkan ke Panti Wreda.
Tapi, saluran yang ini saja belum cukup. Oleh Bapertukda Kodya
Surabaya sedang difikirkan pemecahan lainnya, yaitu dengan
menjajagi kemungkinan kesediaan perusahaan swasta menampung
gelandangan yang terjaring, terutama mereka yang masih berumur
sekitar 20 tahun. Dan sebagai proyek pertama PT Granting Jaya
yang mengusahakan Taman Hiburan Kenjeran telah mulai menampung
88 orang bekas gelandangan. Sebagai karyawan dalam masa
percobaan dan masih dalam pengawasan Bapertukda mereka mendapat
upah minimun Rp 50 dan maksimum Rp 100 dengan makan 3 kali
sehari.
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini