Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
Setelah pertarungan memperebutkan kursi Ketua Dewan Perwakilan Rakyat dan ketua Majelis Permusyawaratan Rakyat selesai, kini peta politik bergeser pada pertarungan perebutan ketua komisi di DPR.
Perebutan ketua komisi juga pernah terjadi di DPR pada 1980-an. Saat itu yang diperebutkan adalah Ketua Komisi I (Hankam dan Luar Negeri) dan Komisi VII (Perdagangan, Keuangan, dan Bank Sentral) oleh unsur-unsur organisasi kemasyarakatan yang berada di bawah naungan Partai Persatuan Pembangunan, seperti Nahdlatul Ulama dan Muslimin Indonesia.
Menurut tata tertib, pimpinan DPR mengadakan sidang pleno komisi-komisi guna memilih pimpinan komisi dan badan DPR untuk tahun sidang 1980-1981. Sidang terpaksa ditunda karena F-PP belum menyerahkan daftar calon anggota dan pimpinan fraksinya. Dalam F-PP ternyata terjadi pertarungan seru memperebutkan jatah pimpinan komisi.
Rembukan selama dua hari ternyata tidak berhasil meredakan sengketa. Pertikaian terjadi antara kelompok NU dan MI, terutama untuk memperebutkan kedudukan Ketua Komisi I dan Komisi VII. Menurut konsensus 1971, F-PP mendapat jatah mengetuai tiga komisi: I, VII, dan VIII.
Semula Ketua Komisi VII dipegang unsur NU. Sebelumnya, dengan surat Ketua DPP PPP J. Naro, jabatan Ketua Komisi VII yang waktu itu dipegang Rachmat Muljomseno (NU) diserahkan "untuk sementara waktu" kepada Soedardji (MI). Sebagai gantinya, Ketua Komisi VIII yang semula dipegang Ismail Hasan Metareum (MI) diganti oleh H. Asmah Syahroni (NU).
NU tampaknya meminta kembali jatah Ketua Komisi VII dan sudah menyediakan beberapa calon, antara lain Hamzah Haz dan Hizbullah Huda. Dalam hal ini, unsur SI dan Perti mendukung NU. Sebagai gantinya, NU menawarkan kepada MI jabatan Ketua Komisi VIII dan Wakil Ketua Komisi APBN. Namun kelompok MI keberatan.
Rapat pleno DPR mengesahkan komposisi anggota komisi DPR setelah rembukan tingkat tinggi di antara pimpinan DPR dan fraksi-fraksi membuahkan beberapa kesepakatan. Antara lain tiap fraksi mencalonkan seorang anggotanya sebagai utusan untuk menjadi pimpinan satu komisi atau badan. Kalau calon hanya satu orang, tidak perlu dilakukan pemilihan dan langsung dikukuhkan.
Konsensus lainnya: kalau calon yang diajukan fraksi lebih dari satu, sidang pleno komisi akan memilih siapa yang akan menjadi pimpinan. Bila pimpinan fraksi tidak mencalonkan, anggota fraksi dalam komisi secara pribadi dapat mencalonkan diri sebagai pimpinan komisi.
Kelompok NU rupanya tidak puas atas konsensus itu karena dianggap kurang menguntungkan mereka. "Keadaan demikian pasti akan menggiring duduknya kembali ketua komisi yang lama," kata Chalik Ali dari NU. Kelompok NU khawatir, bila jabatan ketua komisi diperebutkan dalam sidang pleno, akan ada "unsur luar" yang membantu calon MI.
Sidang pleno gabungan, yang memilih ketua komisi yang bukan jatah F-PP, berjalan lancar. Namun, ketika ada jatah bagi F-PP, sidang berjalan alot. Terjadi keguncangan tatkala kemudian muncul dua surat yang bertentangan dari F-PP.
Yang pertama ditandatangani oleh Nuddin Lubis (Ketua) dan Zamroni (Wakil Sekretaris). Isinya rapat pleno fraksi telah memutuskan agar Komisi VII, VIII, dan APBN dikosongkan personalianya. Sedangkan surat kedua diteken Soedardji (Wakil Ketua) meminta agar pemilihan komisi dari F-PP dilakukan di floor.
Sidang yang dipimpin Wakil Ketua DPR Mashuri kelihatannya sulit menghadapi "pertempuran intern" F-PP ini. Sebab, tiga fraksi lain yang rupanya tidak mau terus-terusan melihat adegan "perang saudara" ini mendukung usul MI. Segera dilakukan voting untuk memutuskan.
Hasilnya: dari 28 anggota, 23 setuju pemilihan ketua komisi diselesaikan hari itu juga. Satu orang, M.A. Gani dari SI, abstain dan empat orang dari NU menolak. Menghadapi situasi yang memojokkan ini, kelompok NU mendadak mengubah keputusan. Mereka mencalonkan M.A. Gani sebagai calon-tampaknya agar floor mempunyai pilihan lain di samping Soedardji.
Menjelang dilakukan pemilihan, empat orang dari NU walk out dan M.A. Gani, yang kehilangan pendukungnya, segera pula mengundurkan diri. Jadilah Soedardji menjadi calon tunggal dan secara aklamasi langsung dikukuhkan sebagai Ketua Komisi VII.
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
- Akses edisi mingguan dari Tahun 1971
- Akses penuh seluruh artikel Tempo+
- Baca dengan lebih sedikit gangguan iklan
- Fitur baca cepat di edisi Mingguan
- Anda Mendukung Independensi Jurnalisme Tempo