10 km sebelah utara Kota Serang, tidak jauh dari Mesjid Agung
Banten, akan muncul sebuah kraton "baru". Pusat Penelitian
Purbakala Peninggalan Nasional (Pus P3N), kini sedang menggali
dan memugar Kraton Surosowan yang tertimbun tanah selama 164
tahun. Dengan hati besar, drs. Hasan Muarif Ambary, Kepala
Bidang Arkeologi Islam yang memimpin kegiatan ini, berkata:
"Nantinya akan terbentuk kembali sebuah bangunan monumental.
Seperti sisa-sisa bangunan Kerajaan Romawi Kuno di sekitar
Roma."
Bala Kambang
Untuk itu, beruntung Ambary dan timnya punya arsip yang lumayan
lengkap. Ada petunjuk dari Valentijn (1725) dan L. Surrurier
(1900), yang telah membuat peta Banten Lama secara terperinci.
Kraton Surosowan sendiri, kini telah terwujud lorong-lorongnya
tempat perajurit patroli dulu. Juga bekas asrama perwira, Bale
Kambang sebagai bangunan utama, berikut tamansari yang dulunya
berair mancur. Lantai bawah hampir tampak seluruhnya --
singkatnya wujud kraton semakin jelas.
Menurut catatan Belanda, Banten Lama sebagai pusat kesultanan
mempunyai tatakota yang teratur. Penduduknya waktu itu -- awal
abad 17-34.000 orang. Pelabuhan Internasional Banten juga
memiliki pabean, yang kini letaknya di dekat klenteng Cina dan
Benteng Spelwijk. Tempat itu pun kini sedang digali.
Keramik banyak sekali. Catatan para administrator Belanda memang
menyebutkan bahwa sekitar 1602-168, telah diimpor berjuta-juta
piring dan guci dari Tiogkok. Apalagi Pulau Jawa ketika itu
masih subur loh jinawi, dengan kekuatan barang tukar berupa
gading gajah, cula badak, kapur barus dan hasil hutan lain.
Sedang hasil keramik barter itu kemudian diekspor kembali ke
Eropa. Pantaslah kalau pabean mempunyai peranan yang sangat
berarti.
Di bawah pemerintahan Sultan Ageng Tirtayasa (1651-1682), Kota
Banten mengalami pembangunan menyeluruh. Menggantikan sang ayah,
Sultan Abdulmufakhir, Sultan Ageng lebih tegas dan trengginas
dalam hal melawan "orang kafir": Belanda. Ada juga riwayat
tentang seorang Belanda yang lari dari Batavia untuk minta
perlindungan kepada Sultan, dan kemudian masuk Islam. Ia bernama
Cardeel.
Nah. Cardeel ternyata punya kepandaian dalam hal perkotaan dan
arsitektur. Karena itu, Kota Banten menjadi kota Islam dengan
langgam arsitektur Belanda. Di Bale Kambang Surosowan misalnya
ada air mancur gaya rumah orang Belanda. Di samping Mesjid Agung
Banten, ada madrasah yang juga dalam gaya Eropa. Demikian pula
Pasanggrahan Tirtayasa, Benteng Kota Inten dan sebagainya.
Sultan lantas berkenan melantik Cardeel ini menjadi Pangeran
Wiranagara.
Banten Lama mengatur pemukiman penduduk menurut bangsanya.
Karena itu tidak heran kalau hingga kini ada kampung-kampung
Pecinan (untuk Cina), Pekojan (khusus Arab) dan Panjunan (kulit
putih). Kerangka Banten 400 tahun lampau itulah yang diusahakan
direkonstruksi.
1.250 Kompleks
Penggalian direncanakan rampung 1981. Ini kalau tidak
bertubrukan dengan hal-hal seperti: di atas lokasi Banten Lama
kini telah berdiri kompleks pertokoan moderen. Drs. Teguh Asmar,
Kepala Sub Direktorat Pemeliharaan & Perlindungan Proyek
Pemugaran Banten Lama, menyatakan untuk 1977/78 mereka kebagian
anggaran Rp 10 juta. Tahun berikutnya Rp 25 juta dan tahun
mendatang Rp 45 juta. Tapi lingkungan yang sudah berubah itu
rupanya yang lebih menyukarkan dari soal anggaran.
Orang Arkeologi di Indonesia kini memang sedang girang
Pemerintah tampak makin besar minatnya di bidang ini. Di seluruh
Indonesia, baru tercatat 1.250 kompleks bangunan kuno yang --
menurut rencana -- akan dipugar. Ini sebagian besar di Indonesia
sebelah Barat. Dari jumlah itu, baru sepertiga yang dengan
bismillah mulai dikerjakan. "Kami kini justru kekurangan tenaga
ahli," demikian Dr. R.P. Suyono, Direktur
Kepurbakalaan.Departemen P & K. Jumlah 1.250 kompleks itu
tercatat letaknya di 24 propinsi. Banten Lama hanya sebagian,
tentu saja. Tapi ia sangat penting ditelusur. Di samping pusat
perdagangan yang pada waktunya lebih maju ketimbang Malaka, juga
Banten merupakan stasiun penyebaran Islam ke timur.
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini