Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Surat Dari Redaksi

Liputan akhir hidup adam malik

Liputan akhir hidup bekas wapres adam malik yang digeluti penyakit kanker hingga meninggal. (sdr)

15 September 1984 | 00.00 WIB

Image of Tempo
Perbesar

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

KETIKA terbetik kabar bahwa Adam Malik meninggal dunia Rabu pagi pekan silam, Redaksi cepat memutuskan untuk menampilkannya sebagai laporan utama. Semasa hidupnya, sejak menjadi menlu RI sampai sesaat sebelum melepaskan jabatan wapres, Almarhum termasuk tokoh yang sering diwawancarai TEMPO. Tak kurang dari lima kali wajah Adam Malik menhiasi kulit muka TEMPO . Pada saat rumahnya sepi penjaga, setelah tak lagi menjadi wapres, TEMPO juga datang mewawancarainya untuk laporan utama tentang kabinet terakhir. Bahkan, sesaat sebelum ia berangkat ke Tokyo untuk menecek penyakit kanker liver yang menyerangnya, TEMPO melakukan wawancara, yang ia jawab sendiri melalui tape recorder. Banyak sudah sanjungan dan pujian dialamatkan kepada tokoh tiga zaman dan pejuang yang tak kenal lelah ini. Tapi agaknya sedikit yang tahu bagaimana Bung Adam sampai terserang kanker di bagian liver (hati). Juga sejarah penyakit yang diidap tokoh kita, yang ternyata cukup banyak, sebelum Almarhum diserang kanker liver. Semasih di Pematangsiantar, dalam usia belasan tahun, Adam Malik bahkan pernah terserang penyakit paru-paru karena bekerja keras, antara lain mengangkut karung-karung pasir. Laki-laki yang mulai dari bawah dan memilih belajar sendiri sebagai otodidak ini termasuk orang yang tak mudah menyerah pada penyakit. Tapi ketika mengetahui bahwa kanker liver menyerangnya, ia tampak pasrah. Tidak demikian dengan orang-orang di sekeliling yang mencintainya, yang amat concerned (prihatin) dengan penyakitnya, dan berusaha keras menyembuhkannya. Bahkan, mereka masih memperdebatkan peluang untuk hidup setelah Adam Malik wafat. Apa sebenarnya penyakit kanker itu? Dan bisakah itu disembuhkan? Inilah tema Laporan Utama TEMPO, yang disertai sebuah obituari mengenai Bung Adam. Kepergian Si Bung banyak ditangisi orang. Bukan saja karena Almarhum adalah salah seorang tonggak pendiri Republik ini, yang tak ingin tinggal diam sampai akhir hayatnya. Tapi juga karena Adam Malik merupakan tokoh politik yang langka, yang bisa memberi warna lain, sesuatu yang segar, dalam iklim budaya panutan (paternalistis) dewasa ini. Kita semua kehilangan Bung Adam. Bagi TEMPO ada satu hal dari Almarhum yang melekat, yang membuat kami merasa berutang budi. Ketika kampanye Pemilu, April 1982, sewaktu majalah TEMPO dilarang terbit selama dua bulan, Wapres Adam Malik, atas pertanyaan pers, antara lain berkomentar, "Itulah yang saya sungguh menyesalkan. Pelarangan yang demikian sebetulnya rugi. Kalau mau melarang, tangkap saja orangnya. Saya tetap pada prinsip Jurnalisme. Yang salah bukan organisasi surat kabarnya ...." Maklum, dia memang bermula sebagai wartawan dan, berbeda dengan banyak pejabat tinggi yang lain, kenal betul bagaimana kerja dibidang ini. Lebih dari banyak pejabat tinggi lain, Adam Malik selalu mudah dihubungi pers. Kadang ia memang terlampau cepat menjawab. Namun, jawabannya tidak itu-itu juga, sering kocak, dan enak dikutip. Kini kita benar-benar kehilangan tokoh seperti itu.

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Image of Tempo
Image of Tempo
Berlangganan Tempo+ untuk membaca cerita lengkapnyaSudah Berlangganan? Masuk di sini
  • Akses edisi mingguan dari Tahun 1971
  • Akses penuh seluruh artikel Tempo+
  • Baca dengan lebih sedikit gangguan iklan
  • Fitur baca cepat di edisi Mingguan
  • Anda Mendukung Independensi Jurnalisme Tempo
Lihat Benefit Lainnya

Image of Tempo

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Image of Tempo
>
Logo Tempo
Unduh aplikasi Tempo
download tempo from appstoredownload tempo from playstore
Ikuti Media Sosial Kami
© 2024 Tempo - Hak Cipta Dilindungi Hukum
Beranda Harian Mingguan Tempo Plus