KITA akui kalangan kampus dengan dimotori mahasiswa tampil di barisan terdepan dalam menurunkan rezim Orde Baru. Hampir di setiap provinsi ada mahasiswa berdemonstrasi. Ada yang dengan jalan damai, tapi tak sedikit berakhir dengan kekerasan. Boleh dikatakan tak ada lagi perbedaan antara demo mahasiswa dan demo yang dilakukan buruh pabrik atau masyarakat umum.
Ada kecenderungan, sebagian cara mahasiswa menyampaikan pendapatnya kurang sopan, menjurus anarkis. Mahasiswa di Padang, contohnya. Mereka menduduki gedung pemerintah, menyandera Menteri Negara Agraria/Kepala BPN Hasan Basri Durin di dalam bus non-AC. Terakhir, mereka menyerang Menteri Pertanian Soleh Salahuddin yang sedang bertugas di Sumatra Barat, setelah sebelumnya menduduki Bandara Tabing.
Kita tahu, masyarakat Sumatra Barat (Minangkabau) sangat agamis, beradat, demokratis, dan menjunjung tinggi perbedaan pendapat dalam menyelesaikan setiap masalah. Adu argumentasi demi kebenaran lebih diutamakan ketimbang adu otot.
Ketika menyampaikan pendapat, orang Minangkabau tetap menjaga tutur bahasa, tidak menyakiti hati orang lain, apalagi terhadap tokoh masyarakat dan nini mamak atau pemangku adat (datuk) seperti Hasan Basri Durin. Demikian juga kalau menerima tamu ke ranah minang, orang Minang selalu memuliakan. Menteri Soleh Salahuddin adalah tamu masyarakat Minangkabau, bukan tamu mahasiswa. Sepatutnya dia harus dimuliakan. Kejadian beberapa waktu lalu sangat mencoreng masyarakat Minangkabau, baik di kampung maupun yang berada di rantau.
Saya yang berasal dari Padangpanjang Batipun dan Kalikoto mengecam keras perbuatan anarkis mahasiswa Padang terhadap Hasan Basri Durin dan Menteri Pertanian Soleh Salahuddin. Saya meminta aparat penegak hukum segera menindak tegas para pelakunya.
Akhirnya, kita patut berpedoman pada pepatah "Biar harimau dalam perut, namun kambing juga dikeluarkan. Bagamanapun panasnya hati, kepala tetap dingin."
ABDUL NASIR HAKAM, S. SOS.
Jawa Barat
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini