Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Kartun

Makam sultan di kuin

Masyarakat kalimantan selatan memiliki peninggalan yang menandai masuknya agama islam, berupa mesjid di kuin (banjarmasin) yang dibangun oleh pangeran suriansyah. makamnya cukup terawat baik. (ils)

31 Januari 1976 | 00.00 WIB

Image of Tempo
Perbesar

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

MASUKNYA agama Islam di daratan Kalimantan Selatan rupanya diawali dari atas. Berbeda dengan Islam di tanah Jawa yang dipeluk lebih dahulu oleh rakyat kebanyakan. Dalam sejarah Banjar, orang yang pertama masuk Islam adalah seorang raja yang semula bernama Pangeran Samodra. Setelah di-Islamkan ia merubah namanya dengan sebutan Pangeran Suriansyah. Raja inilah oleh tokoh-tokoh sejarah di Kalimantan Selatan dicatat sebagai manusia Banjar yang pertama kali mengobarkan api Islam di daratan Lambung Mangkurat. Saroso Sundoro SH yang mengumpulkan riwayat Sultan ini, menuliskan bahwa awal pemerintahannya tidaklah aman. Ia mempunyai banyak musuh yang justru dikoordinir pamannya sendiri, Pangeran Tumenggung. Dikirimkanlah pasukan sejumlah 30.000 orang untuk menggempur kerajaan Pangeran Surianslah. Ketika armada besar itu sampai di daerah Alalak (pintu gerbang kerajaan Suriansyah), serta-merta mereka dihantam lebih dahulu oleh pasukan pangeran Suriansyah di bawah pimpinan patih Masih. Kemenangan di pihak Suriansyah: lebih 3000 pasukan musuh dihancurkan, sisanya mengundurkan diri. Tetapi tidak tinggal diam dengan kekalahan itu, pasukan musuh yang bermukim di kerajaan Daha diamdiam menggembleng diri untuk pembalasan dendam. Karena itu, sebagai orang yang lebihtua dan lebih banyak pengalaman, patih Masih menasehatkan kepada rajanya untuk meminta bantuan kerajaan Islam di tanah Jawa, yakni Demak. Patih nelihat bahwa Demak berkembang pesat sekali, baik perdagangan maupun pelayarannya. Bahkan armada lautnya mengagumkan. Nasehat patih diterima Raja. Usaha Pangeran Suriansyah, setelah mendapat bantuan Demak, ialah membentuk pasukan tempur yang akan disiapkan menggempur kedudukan Pangeran Tumenggung di Negara Daha. Dengan kekuatan 40.000 orang berangkatlah bala tentara itu menuju kerajaan paman sendiri. Di sungai Negara, tepatnya di Sangyang Guntung, terjadi pertempuran hebat. Tapi karena sudah terlatih dengan baik, pasukan Pangeran Suriansyah dapat kemenangan gemilang. Dan dalam arena itu bertemulah dua orang raja yang merupakan seteru tapi bersaudara. Dan seperti lazimnya walet itu, terjadilah perang tanding. Maka ketika sang Pangeran Tumenggung berlutut di kaki Pangeran Suriansyah sambil menangis, raja inipun dengan ikhlas hati menyerahkan lencana kerajaan Negara Daha kepada Pangeran Suriansyah. Dan pertempuran selesai. Panjang Enam Meter Raja Islam yang pertama ini memerintah tahun 1595-1620. Dia dikenal tidak melupakan tokoh-tokoh yang telah berjasa semenjak masa mudanya. Hubungan dengan kerajaan-keajaan lain dibuat, di antaranya dengan Sampit, Kutei, Sambas dan terlebih-lebih Demak. Akan kerajaan Demak setelah Pangeran Suriansyah menjadi raja, karena Demak adalah kunci pertama bagi sejarah-masuknya Islam di Kalimantan mendapatkan prioritas yang istimewa. Chatib Dayan, yang dibawa dari Demak dan tidak mau pulang lagi, telah berjasa mengembangkan agama Islam di Negara Daha sampai akhir hayatnya. Masalah peradilan dan hukum dikembangkan pula. Mangkubumi Aria Trenggana, yang dipertahankan oleh Pangeran Suriansyah, ternyata juga seorang ahli hukum. Ia mengarang undang-undang yang terkenal dengan "Pedoman Kutara" yang dipakai pengadilan waktu itu. Sedang patih Balit, patih Balitung dan patih Kuwu diserahi tugas jaksa, sementara patih Masih mengurus penyitaan barang untuk Negara. Mesjid pertama di Kalimantan dibangun di Kuin (Banjarmasin) oleh Pangeran Suriansyah. Sumber sejarah menyebut ancer-ancer yakni sekitar 1597 sebagai awal pembangunannya. Mesjid itu sampai sekarang masih berdiri. Terkenal dalam pembangunan ini tokoh Aria Melangkan, seorang panglima dari Jawa -- yang konon bisa menghilang untuk kemudian datang lagi. Panglima inilah yang pergi sendiri ke gunung Kem iting (Sabah) dan menebang empat pohon besar dan kayukayu, dan dibawanya sendiri ke Kuin. Setelah beberapa tahun memerintah Banjar dengan mengembangkan agama Islam sampai ke luar daerah, raja ini wafat dan dimakamkan di Kuin sekarang. Makam itu telah mengalami perbaikan dewasa ini dan mendapat perawatan yang baik. Ia merupakan peninggalan sejarah yang sangat berharga di Kalimantan Selatan, mengingat peninggalan-peninggalan lainnya sulit diketengahkan sampai detik ini. Yang menarik dari makam ini ialah panjangnya yang lain dari makam biasa. Kira-kira ada enam meter -- sedang panjang orang biasa tidak sampai demikian. Menurut cerita, itulah lambang manusia yang mempunyai kedudukan dan kekuasan.

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Image of Tempo
Image of Tempo
Berlangganan Tempo+ untuk membaca cerita lengkapnyaSudah Berlangganan? Masuk di sini
  • Akses edisi mingguan dari Tahun 1971
  • Akses penuh seluruh artikel Tempo+
  • Baca dengan lebih sedikit gangguan iklan
  • Fitur baca cepat di edisi Mingguan
  • Anda Mendukung Independensi Jurnalisme Tempo
Lihat Benefit Lainnya

Image of Tempo

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Image of Tempo
>
Logo Tempo
Unduh aplikasi Tempo
download tempo from appstoredownload tempo from playstore
Ikuti Media Sosial Kami
© 2024 Tempo - Hak Cipta Dilindungi Hukum
Beranda Harian Mingguan Tempo Plus