Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Surat Pembaca

Menangani keong emas sebelum terlambat

7 Maret 1992 | 00.00 WIB

Image of Tempo
Perbesar

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Setahun yang lalu saya pernah memberikan komentar terhadap tulisan TEMPO tentang beternak keong emas untuk mendapatkan hasil tambahan. Dalam tulisan itu saya kemukakan mengenai bahaya-bahaya yang dapat ditimbulkan keong emas terhadap padi dan langkah-langkah apa yang perlu diambil. Sampai saat ini saya tidak tahu langkah-langkah apa yang telah diambil Departemen Pertanian untuk menanggulangi kemungkinan bahaya yang ditimbulkan keong emas. Meskipun demikian, saya ingin menegaskan sekali lagi bahwa keong emas (pomacea canaliculata) cepat atau lambat akan menjadi jasad pengganggu berbahaya bagi tanaman padi, seperti halnya tikus, di negara kita. Apalagi sudah banyak petani yang membudidayakannya. Pengalaman Malaysia dalam menanggulangi masalah keong emas baru-baru ini mungkin dapat menjadi pelajaran bagi kita di Indonesia. Keong emas pertama kali ditemukan di negara tetangga itu (Kedah) pada November 1991. Lalu Departemen Pertanian Malaysia membentuk tim khusus untuk menanggulangi kasus itu. Seluas 7,7 ha sawah, tempat keong itu ditemukan, dinyatakan sebagai daerah karantina: membawa air, tumbuh-tumbuhan air, ikan, keong, dan lain-lainnya ke daerah lain dilarang. Desember 1991, dilakukan survei secara detail yang kemudian dilakukan secara nasional untuk mengetahui ada atau tidaknya keong emas di negeri lain dan menaksir kerugian yang ditimbulkannya. Dari survei itu diperoleh hasil bahwa keong emas hanya dijumpai di Kedah, Perak, dan Selangor. Akibatnya, 3,4 ha sawah dari karantina itu mengalami rusak berat dan sisanya rusak sedang. Maka dibentuklah satuan yang bertugas memusnahkan keong emas itu dengan jalan memunguti keong dan telurnya. Lalu sawah 7,7 ha itu dikeringkan dan dibakar. Petani-petani yang sawahnya terkena mendapat ganti rugi sebesar M$ 3.160 per hektare. Selanjutnya pemerintah Malaysia membuat surat keputusan, antara lain, menghentikan impor sayur dari daerah yang diduga sebagai tempat masuknya keong emas ke Malaysia. Dan menghukum dengan denda M$ 10.000 bagi siapa saja, sengaja atau tidak, yang membawa dan memelihara keong emas. Hukuman itu sesuai dengan peraturan yang telah ditetapkan dalam Akta Karantina Tumbuhan 1976. Jadi, Malaysia sudah selesai menangani masalah keong emas dalam jangka waktu hanya tiga bulan. Semoga kita di Indonesia belum terlambat menangani masalah keong emas sebelum terjadi peledakan populasinya. DR. SOETIK S. SASTROUTOMO Senior Weed Scientish Post Bag 209 U.P.M. Post 4300 Serdang Selangor -- Malaysia

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Image of Tempo
Image of Tempo
Berlangganan Tempo+ untuk membaca cerita lengkapnyaSudah Berlangganan? Masuk di sini
  • Akses edisi mingguan dari Tahun 1971
  • Akses penuh seluruh artikel Tempo+
  • Baca dengan lebih sedikit gangguan iklan
  • Fitur baca cepat di edisi Mingguan
  • Anda Mendukung Independensi Jurnalisme Tempo
Lihat Benefit Lainnya

Image of Tempo

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Image of Tempo
>
Logo Tempo
Unduh aplikasi Tempo
download tempo from appstoredownload tempo from playstore
Ikuti Media Sosial Kami
© 2024 Tempo - Hak Cipta Dilindungi Hukum
Beranda Harian Mingguan Tempo Plus