Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
Letnan Jenderal Edy Rahmayadi terpilih sebagai Ketua Umum Persatuan Sepak Bola Seluruh Indonesia. Panglima Komando Cadangan Strategis Angkatan Darat itu meraih 76 suara dalam Kongres PSSI di Ancol, Jakarta Utara, pada Kamis, 10 November 2016.
Terpilihnya Edy menambah panjang daftar perwira TNI yang menjadi orang nomor satu di organisasi sepak bola. Pendiri PSSI, Ir Soeratin, adalah perwira dengan pangkat letnan kolonel. Penerusnya dari TNI antara lain Maladi, Maulwi Saelan, Bardosono, Ali Sadikin, Syarnubi Said, Kardono, Azwar Anas, dan Agum Gumelar.
Tempo edisi 28 Desember 1974 menurunkan tulisan di rubrik olahraga dengan judul "Mencari Hikmah Kongres". Brigadir Jenderal Bardosono, yang saat itu menjabat Sekretaris Pengendalian Operasional Pembangunan (Sesdalopbang), terpilih secara aklamasi dalam Kongres PSSI di Yogyakarta pada 14-16 Desember 1974. Banyak yang menilai Kongres PSSI ke-25 itu penuh dengan intervensi politik. Hal itu merujuk pada cara pemilihan dan sosok Bardosono yang merupakan orang dekat Presiden Soeharto.
Pesaing dalam kongres itu, yakni kelompok Trio Plus (Syarnubi Said, Hutasoit, Suparyo, Salan, dan Tony Poganik), akhirnya mengucapkan selamat bekerja kepada Bardosono. Di kongres sebenarnya ada protes dari perwakilan Irian Jaya terhadap tata cara pemilihan. "Cuma yang menyakitkan hati mengapa prosedur pemilihan secara bebas dan rahasia tidak dipatuhi," kata Hendrik Wiriadinata, yang sehari-hari menjabat Bupati Biak.
Kongres memang tenggelam dalam riuhnya suasana aklamasi. Anjuran Ketua Umum Komite Olahraga Nasional Indonesia Dadang Suprayogi (agar Kongres menggunakan "bahasa olahraga") dan nasihat Dirjen Napitupulu (supaya Kongres "membuka diri bagi prasaran-prasaran lain") tidak berhasil menggugah mayoritas peserta.
Malah tampaknya makin memperketat pintu-pintu Kongres. Tapi Kongres tak dapat disalahkan, kata beberapa pemimpin bond, karena jauh-jauh hari daerah-daerah sudah dipersiapkan untuk menerima kepemimpinan Bardosono. Karena itu, ketika Bardosono memaparkan konsepnya bertajuk "Buku Hijau", peserta Kongres serempak menerima bulat-bulat sebagai program kerja PSSI 1974-1978.
Acub Zainal, Komda Irian Jaya, yang tiba terlambat di Yogya (karena istrinya sakit), merasa kecewa karena prosedur pemilihan secara bebas dan rahasia diubah begitu saja. "Kalau begini terus, kapan bangsa kita akan dewasa?" katanya. Ia menyesalkan Irian Jaya yang terakhir diterima menjadi Komda PSSI dua tahun yang lalu tidak dapat menarik pelajaran dari peserta Kongres lainnya yang jauh lebih berpengalaman.
Senada dengan Acub adalah komentar Sekjen KONI Pusat M.F. Siregar. "PSSI sebagai organisasi olahraga tertua tidak memberi contoh yang baik." Namun pandangan berbeda disampaikan Ketua KONI Jaya, Erwin Baharuddin. Menurut dia, hasil pemilihan menunjukkan kematangan tim sukses Bardosono dalam berorganisasi.
"Trio Plus tidak mampu menandingi keahlian kita berorganisasi. Coba bayangkan, KONI segala ingin campur tangan. Kita cukup dewasa mengatur diri sendiri," kata Erwin, yang menjabat anggota Komisi Teknik PSSI periode lama.
Apa pun yang diperbincangkan orang seusai Kongres PSSI, satu kenyataan tampaknya tak terelakkan, yakni kecenderungan menerima kekuasaan sebagai dasar suatu program kerja. Bersamaan dengan momentum itu lahir pula suatu kekuatan baru dalam dunia sepak bola nasional. Solidaritas positif untuk bersama-sama membangun sepak bola nasional telah ditanamkan Trio Plus.
Dari Bali, Tony Poganik mengirim kawat kepada Trio Plus, menyatakan siap membantu pembinaan dari tingkat paling bawah sekalipun. Tony adalah pelatih asal Yugoslavia yang menerapkan sepak bola modern di Indonesia. "Trio Plus tidak bubar," kata sang kapten, Syarnubi Said, kepada Tempo.
"Lawan kita bukan person atau PSSI. Kita hanya ingin menjawab tantangan sepak bola nasional dan kita yakin dengan konsep yang realistis Trio Plus akan memberi sumbangsih juga kepada kemajuan sepak bola Indonesia," ujar Syarnubi.
Jadi, begitulah tampaknya hikmah yang dilahirkan Kongres Yogya: semakin banyak pihak yang tertarik menangani olahraga kegemaran rakyat Indonesia ini.
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
- Akses edisi mingguan dari Tahun 1971
- Akses penuh seluruh artikel Tempo+
- Baca dengan lebih sedikit gangguan iklan
- Fitur baca cepat di edisi Mingguan
- Anda Mendukung Independensi Jurnalisme Tempo