Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
Apakah Anda yakin Demokrat akan bergabung dengan koalisi Jokowi?
|
||
Ya | ||
33,2% | 281 | |
Tidak | ||
61,4% | 521 | |
Tidak Tahu | ||
5,4% | 46 | |
Total | (100%) | 848 |
Topik koalisi partai dalam pemerintahan kembali menghangat. Spekulasi bermula dari pertemuan antara Susilo Bambang Yudhoyono sebagai Ketua Global Green Growth Institute dan Presiden Joko Widodo di Istana Merdeka pada 8 Desember lalu. Keduanya hendak membahas acara yang akan digelar di Bali pada Juli 2015. Ketua Dewan Kehormatan Partai Demokrat Amir Syamsuddin menyatakan partainya tidak bergabung dengan koalisi pendukung Jokowi. "Tidak ada urusan apa pun dengan masalah koalisi," kata Amir, 10 Desember lalu. Dia menilai spekulasi itu sangat keliru. Sehari kemudian, Yudhoyono sebagai Ketua Umum Partai Demokrat juga menyatakan partainya sejak awal bukan bagian dari Koalisi Merah Putih, kubu pendukung Prabowo Subianto. Menurut dia, Demokrat merupakan bagian penyeimbang pemerintah. "Agar bisa memberikan masukan yang tepat," ujar Yudhoyono di Kantor Pusat Demokrat di Kramat, Jakarta Pusat, pada 11 Desember lalu. Yudhoyono berpendapat, sikap semacam ini bukan plinplan, melainkan bisa menempatkan diri. Dia pun mencontohkan sikap negara-negara kala berlangsung Perang Dunia. Ada negara-negara yang bergabung dalam kelompok yang disebut Blok Barat dan Blok Timur. Indonesia, kata Yudhoyono, mengambil sikap tidak memihak, tapi menjadi penengah. Sikap semacam inilah yang dianggapnya menjadi penyeimbang dalam demokrasi dan merupakan ciri khas Demokrat. Selama ini, Demokrat dikenal merapat pada kubu pendukung Prabowo, antara lain Partai Gerindra, Golkar, Partai Persatuan Pembangunan, Partai Keadilan Sejahtera, dan Partai Amanat Nasional. Kubu ini menjadi oposisi pendukung pemerintah Presiden Jokowi atau Koalisi Indonesia Hebat, yakni Partai Demokrasi Indonesia Perjuangan, Partai NasDem, Partai Kebangkitan Bangsa, dan Partai Hanura. Sikap Demokrat ini kemudian membuat Fahmi Habsyi, sekretaris eksekutif Pusaka Trisakti, memprediksi partai itu bakal bergabung dengan kubu Jokowi sekitar dua tahun lagi. Waktu dua tahun cukup bagi Yudhoyono untuk menghitung kekuatan pemerintah Jokowi. "Saya yakin Demokrat segera bergabung ke Jokowi-JK kalau ’sikon’ sudah kepepet banget," ujar Fahmi, 12 Desember lalu. Fahmi menganggap langkah Yudhoyono sebagai bagian dari strategi politik. Demokrat belajar dari PDIP, yang berperan sebagai partai penyeimbang dalam periode pemerintahan Yudhoyono, sehingga memenangi Pemilihan Umum 2014. Fahmi memperkirakan Demokrat bisa menyalip posisi PDIP pada Pemilu 2019. "Keputusan Demokrat tidak boleh dianggap remeh," kata Fahmi. Sementara itu, hanya 281 orang yang mengikuti survei di Tempo.co menyatakan yakin Demokrat bakal bergabung dengan koalisi Jokowi. Sedangkan 521 orang atau 61,4 persen menyatakan tidak yakin. l
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini Berlangganan Tempo+ untuk membaca cerita lengkapnyaSudah Berlangganan? Masuk di sini
Edisi 19 Desember 2014 PODCAST REKOMENDASI TEMPO surat-pembaca surat-dari-redaksi angka kutipan-dan-album kartun etalase event Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini Asas jurnalisme kami bukan jurnalisme yang memihak satu golongan. Kami percaya kebajikan, juga ketidakbajikan, tidak menjadi monopoli satu pihak. Kami percaya tugas pers bukan menyebarkan prasangka, justru melenyapkannya, bukan membenihkan kebencian, melainkan mengkomunikasikan saling pengertian. Jurnalisme kami bukan jurnalisme untuk memaki atau mencibirkan bibir, juga tidak dimaksudkan untuk menjilat atau menghamba ~ 6 Maret 1971 Jaringan Media © 2024 Tempo - Hak Cipta Dilindungi Hukum |