REVOLUSI batik mulai gencar setelah tahun 70-an. Semula
berpangkal pada soal warna. Bahwa warna riang dari kelompok
Cirebonan dan Pekalongan, menjalar menyerang batik coklat hitam
dari Sala dan Yogya. Kemudian ada perombakan motif. Bukan hanya
elar, jelamprang atau kawung tapi masuk pula motif Sumbawa dan
Dayak. Akhirnya batik mempunyai corak dan ragam yang semakin
luas.
Bahkan beberapa pabrik batik mencetak motif-motif kembang
sepatu, anggrek dan bunga sakura. Batik semakin jauh dari motif
aslinya. "Padahal, esensi batik sebetulnya bersumber pada garis
segitiga. lingkaran dan titik-titik". ujar Iwan Tirta. Karena
hal inilah, dalam koleksi Iwan Tirta awal Nopember untuk
menghormati kedatangan nyonya Jeihan Sadat. dia mengeluarkan
motif baru (yang sebetulnya lama). Yaitu lewat pameran busana
jadi Nusabatik 77."Setelah menggali kembali pada sifat
masyarakat yang agraris ini", kata Iwan lagi, "ada corak bintang
tumpal". Motif geometris ini disemprotkan secara nyata dan
mengingatkan orang pada bentuk roda atau hias lengkung. Dalam
pameran ini ada pula uceng Kalimantan, "orang tidak sangka bahwa
ini sebetulnya motif batik kuno", tambah Iwan. Uceng (artinya
ikan kecil-kecil yang biasanya di sungai) yang di Kalimantan
dijadikan salah satu motif utama dari seni ukir Dayak,
dilontarkan dengan warna merah menyala, merah bata atau hijau
telur bebek.
Kembang Suket
"Banyak memang orang lupa bahwa motif kembang suket (bunga
rumput) sebetulnya salah satu pula dari motif kuno", demikian
Iwan. Bentuk-bentuk batik kuno memang kini mulai dikumpulkan
Iwan Tirta. Setelah dia "meguru" beberapa tahun yang lalu lewat
Ibu Sud (Nyonya Bintang Sudibyo) dan Go Tik Swan (yang tahun
1975 diangkat jadi bupati keraton Kasunanan Surakarta dan
namanya jadi Raden Tumenggung Hardjonegoro), Iwan juga memiliki
koleksi batik-batik kuno. Dan motif kembang suket adalah motif
wajik dengan tiga helai daun rumput.
Dalam Nusabatik 77, tidak saja ditampilkan kembali motif-motif
batik kuno. Ada juga beberapa kreasi baru yang diambil dan
diolah kembali jadi motif baru. Iwan dan anak buahnya,
pemuda-pemuda tamatan sekolah tekstil atau ASRI, secara tetap
terus mencoba menggali motif baru dari berbagai sumber yang
kemudian dicap ]adi koleksi Iwan Tirta. Misalnya Paksi Dadali,
adalah salah satu petikan batik dari fragmen Ramayana.
Karenanya, elar atau sayap masih bisa dilihat dalam motif ini.
Patola dinamakan demikian karena penciptanya teringat akan ikat
kepala orang Bali, yang rapi melingkar di kepala. "Dan saya
tidak pernah kuatir nantinya akan ditiru oleh perusahaan batik
lain", ujar Iwan. "karena kami terus menggali yang baru secara
kontinyu". Untuk koleksinya yang baru ini, Nusabatik pasang
harga sekitar Rp 13.000 (untuk baju pagi dan siang) sampai Rp
20.000 ke atas untuk baju malam.
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini