Kalangan hukum kehilangan seorang putra terbaiknya, Teuku Mohammad Radhie. Dalam usia 62 tahun, Rabu pekan lalu, bekas Kepala Badan Pembinaan Hukum Nasional (BPHN), kelahiran Idi, Aceh Timur, itu meninggal dunia di RS Fatmawati, Jakarta. Sebelum meninggal, ia sempat dirawat di rumah sakit itu selama sepuluh hari karena menderita penyakit jantung dan darah tinggi. Almarhum, yang dikenal sebagai penggagas law center di Indonesia, meninggalkan empat anak dan tiga cucu serta seorang istri, Ny. Ida Zulfanoida. Almarhum, dimakamkan di Pemakaman Tanah Kusir, Jakarta. Meskipun banyak yang mengetahui penyakit Almarhum sebelumnya, berita meninggalnya ahli hukum perdata internasional ini cukup mengejutkan. "Kita benar-benar kehilangan seorang ahli hukum yang berdedikasi tinggi bagi pengembangan hukum nasional," komentar Ali Said. Semasa menjabat Kepala BPHN (1982 hingga 1986), kata Ali Said, Radhie telah menjadikan BPHN sebagai law center, suatu pusat penggodokan pengembangan hukum nasional. Lewat program yang disebut legislatif nasional, Almarhum berupaya menyusun rancangan kodifikasi hukum nasional, seperti rancangan Kitab UU nasional Hukum Pidana, Hukum Dagang, dan Hukum Acara Perdata Internasional. "Kalau bidang ekonomi dibenahi maka hukum harus segera mengejar ketinggalannya," demikian antara lain gagasan Radhie seperti yang termuat dalam buku Apa & Siapa terbitan Pustaka Grafiti. Sebagai ilmuwan, Radhie, alumni Fakultas Hukum UI 1962, pernah mengenyam pendidikan hukum di Universitas Amsterdam dan Akademi Hukum Internasional Den Haag, Belanda. Di forum internasional, ia terpilih sebagai Sekretaris Jenderal ASEAN Law Association pada 1980. Sampai saat terakhir, Almarhum masih mengabdikan dirinya sebagai staf pengajar pada FH UI dan Universitas Tarumanegara, Jakarta. "Di FH UI, Pak Radhie baru saja mempersiapkan legal course untuk bidang international trade," komentar Dekan FH UI, Prof. Charles Himawan.
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini