Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
* Soedardji Sareh Martosudirdjo, 50 tahun, Minggu pagi, 20 Februari, telah tiada. Politikus yang banyak senyum tapi bicara tajam ini dikenal sebagai orang yang pantang menyerah. Apalagi dalam membela diri. "Dia ibarat banteng yang berhadapan dengan matador." begitu kata seorang rekannya. Di samping hangat dalam pergaulan. Almarhum juga gampang panas, nekat, dan mudah terpancing. Sekali dia dipukul, ia akan membalas beberapa kali. Tapi tak berarti anak kelahiran Desa Srono, Banyuwangi dan ayah Madura dan ibu Ternate ini dijauhi. Minggu pagi itu banyak kawan dan lawannya ikut berbelasungkawa, kendati J. Naro Ketua Umum PPP, yang menjadi seterunya menjelang pemilu lalu tidak tampak. "Itu suatu bukti bahwa dia cukup disegani," ujar Dr. Suhardiman. S.E., bekas kawannya dan Fraksi Karya. Dunia politik bukanlah cita-citanya dari semula. Sarjana ekonomi UGM, 1964, dan pengagum Bung Hatta ini memulai kariernya sebagai karyawan Badan Pimpinan Umum Perusahaan Bangunan Negara. yang direktur utamanya H.M.S. Mintaredja. Ketika Mintaredja ditugasi pemerintah membenahi Parmusi, 1970 Soedardji ikut membantu. Sejak itulah nama Dardji malang melintang di dunia politik. Dari 1971 sampai 1987 ia resmi duduk di DPR, dengan jabatan terakhir Ketua Fraksi Persatuan Pembangunan. Ia juga lulus Kursus Reguler Lemhanas pada 1969, di samping sebagai Manggala BP-7. Sebagai anggota legislatif itulah kritik Dardji sering membikin kuping seterunya panas. Ia, misalnya, pernah mengkritik sikap NU yang wall- out dalam SU MPR 1978 dan tak hadir dalam pengesahan RUU pemilu 1980. "Dalam lima tahun terakhir ini NU sudah salah besar." ujarnya. Ucapannya itu ditanggapi Wakil Ketua DPR K.H. Masykur dengan menyebut Dardji "anak kemarin sore". "Anak kemarin sore" itu akhirnya bentrok dengan J. Naro. Dardji yang tidak mengakui kepemimpinan Naro dan sempat membentuk DPP-PPP tandingan dipecat Naro akhir Juli 19g6. Tapi Dardji. yang gigih itu menganggap SK pemecatan tersebut tak pernah ada. Minggu siang, 21 Februari, jenazah Almarhum dimakamkan TPU Karet, Jakarta. Penyakit jantungnya, satu di antara tiga penyakit (selain maag dan asma) yang diderita, telah merenggutnya. Dia, meninggalkan seorang istri empat anak, banyak kawan dan lawan.
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
Berlangganan Tempo+ untuk membaca cerita lengkapnyaSudah Berlangganan? Masuk di sini
- Akses edisi mingguan dari Tahun 1971
- Akses penuh seluruh artikel Tempo+
- Baca dengan lebih sedikit gangguan iklan
- Fitur baca cepat di edisi Mingguan
- Anda Mendukung Independensi Jurnalisme Tempo