MEMBACA TEMPO Edisi 28 Juli-4 Agustus 2002 tentang koran Surabaya Post yang dilikuidasi, saya tak bisa menahan diri untuk menulis surat ini. Selain untuk menyampaikan rasa prihatin yang mendalam terhadap keluarga besar Surabaya Post, surat ini ditulis karena saya terdorong oleh rasa senasib dan sepenanggungan.
Koran Banjarmasin Post, yang didirikan oleh almarhum ayah saya, wartawan senior H.J. Djok Mentaya, nyaris mengalami nasib serupa. Setelah ditinggal Ayah pergi pada 1994, waktu itu kami hanya memikirkan kepentingan karyawan dan niatan agar Banjarmasin Post terus terbit. Dengan menyingkirkan segala ego, kami ahli waris dan para pemegang saham lain memutuskan untuk menarik investor baru dan melepaskan sebagian saham.
Alhamdulillah, pada 2 Agustus 2002, Banjarmasin Post berusia 31 tahun, dan hingga kini masih menjadi koran kebanggaan masyarakat di Kalimantan. Saya tak mengira Surabaya Post akan bernasib lebih buruk. Padahal Barjarmasin Post telah begitu banyak belajar dari koran yang di-dirikan Abdul Azis itu.
Peristiwa ini sekaligus membuktikan proses regenerasi di bisnis penerbitan bukan perkara mudah. Bisnis ini mengandalkan otak, insting, kejelian, kepekaan, dan juga bakat. Semoga tidak akan ada lagi ”koran tua” yang bernasib serupa. Kalau tidak, wajah persuratkabaran Indonesia hanya akan penuh oleh pemain baru yang menghalalkan segala cara untuk meraih untung.
LIES PANDAN WANGI
Perumahan Taman Harapan Baru Blok A-7/22
Bekasi Barat, Jawa Barat
Email:
[email protected]
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini