* Pembangunan tak selalu menghasilkan manfaat ekonomi. Sebaliknya malah bisa menuntut biaya amat mahal. Itulah yang dialami para penduduk yang tergusur proyek pembangunan PT Pusat Perkayuan Marunda sejak 10 tahun lalu. Mereka tak hanya menderita dari segi sosial-ekonomi maupun sosial-budaya, tapi juga stres karena kehilangan sarana kebutuhan hidup yang pokok, terisolasi, dan merasa rendah diri. Fenomena itu bukan sekadar efek samping pembangunan, tapi lebih karena kekurangtepatan, kesalahan orientasi, strategi, dan pendekatan. Artinya, si penggerak pembangunan tersebut hanya menitikberatkan soal manfaat ekonomi belaka. Walhasil, faktor kepentingan non-ekonomi (kebudayaan dan kesehatan jiwa) masyarakat di situ kurang diperhatikan. Gelagat itulah yang tersirat dari disertasi putri sulung Bung Hatta, Meutia Farida Hatta Swasono, 44 tahun, yang berjudul Proyek Pembangunan, Pemindahan Kampung dan Stres pada Masyarakat Marunda Besar, Jakarta Utara. Dengan disertasi itu, Sabtu pekan lalu, di hadapan Senat Guru Besar UI, istri ahli masalah koperasi Prof. Sri Edi Swasono itu meraih gelar doktor antropologi dengan predikat sangat memuaskan. Sebelumnya, pada 29 Desember 1990, Dekan Fakultas Psikologi UI, Yaumil Chairiah Agoes Achir, 50 tahun, juga berhasil meraih gelar doktor psikologi dengan yudisium cum laude. Melalui disertasi tentang bakat dan prestasi, Yaumil berharap agar orangtua dan guru SLTA memperhatikan pembinaan dan pengembangan faktor non-intelektif (watak dan kepribadian) anak. Dari hasil penelitiannya terhadap 2.809 siswa dua buah SLTA di Jakarta, Yaumil menyarankan, agar prestasi anak-anak berbakat bisa optimal, mereka diberi kurikulum pendidikan yang khusus. Selain itu, orangtua hendaknya lebih berorientasi otoritatif-rasional.
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini