SURAT DARI REDAKSI BANYAK penari balet Rusia minta suaka ketika sedang mengadakan pertunjukan di Amerika. "Bagaimana dengan penari wayang orang Indonesia?" tanya seorang wartawan Amerika pada wartawan TEMPO bernama Leila Chudori. Itu terjadi di suatu hari pada tahun lalu, di New York. Yang ditanya agak kaget, lalu menjelaskan agak panjang, yang singkatnya, itu belum pernah terjadi pada penari Indonesia. Itulah antara lain laporan Leila tentang pameran Kebudayaan Indonesia di Amerika Serikat (KIAS), sebuah pameran dan pergelaran budaya Indonesia, yang berlangsung tahun lalu dan tahun ini, di beberapa kota di AS. Leila, sebulan di AS merekam juga reaksi orang Amerika. Tak hanya yang serius, tapi juga yang santai. Laporan di rubrik Selingan, TEMPO 22 Desember 1990, itulah terpilih sebagai pemenang umum Anugerah Hari Kebangkitan Nasional 1991. Bagi Leila, alumnus Universitas Trent, Ontario, Kanada ini dunia tulis-menulis, khususnya karya fiksi, adalah dunianya sejak kelas V SD. Majalah Kawanku, sewaktu masih model lama dahulu, sering menampilkan cerita anak-anaknya. Berangkat dewasa, anak kelahiran Jakarta tapi masa balitanya dijalani di Canberra, Australia, ini pun go international. Beberapa cerita pendeknya dimuat di majalah Solidarity (Filipina) dan Tenggara (Malaysia). Juga dalam kumpulan cerita pendek Indonesia New York After Midnight, khusus diterbitkan untuk KIAS tahun ini, karya Leila tersertakan. Di TEMPO, yang tak punya rubrik cerita pendek, tugas Leila yang utama adalah melakukan wawancara. Dalam suasana ribut-ribut soal monopoli peredaran film impor sekarang ini, misalnya, ia bersama rekannya, Bunga Surawijaya, berhasil mewawancarai tokoh utama keributan itu, yakni Sudwikatmono (lihat laporan Khusus di rubrik Film). Pasangan dua wartawan itu tampaknya tepat. Leila, di samping sebagai reporter, juga sering menulis resensi film. Bunga sudah sejak kecil bergaul dengan dunia perfilman. Setidaknya ia kenal baik dengan salah seorang sutradara film Indonesia, yakni almarhum Alam Surawijaya. Ia salah seorang putri sutradara Nyi Ronggeng itu. Selama empat jam, dua wartawati TEMPO itu berbincang akrab dengan bos sejumlah perusahaan besar, antara lain jaringan bioskop Twenty One, itu. "Ternyata, orangnya terbuka. Semua pertanyaan dijawab, termasuk yang sangat pribadi," duet Bunga dan Leila. Bagi Bunga, ini bukan wawancara eksklusifnya yang pertama. Penjabat rubrik Selingan ini dahulu banyak meliput peristiwa kriminal, dan pada 1985 ia berhasil mewawancarai Nur Usman, bekas orang kuat Pertamina yang terkena perkara dalam pembunuhan anak tirinya. Bungalah, alumnus Fakultas Ilmu-Ilmu Politik dan Sosial UI, wartawan pertama yang mewawancarai orang yang jadi berita besar kala itu, setelah ia berhasil nebeng di sebelah sopir mobil tahanan yang membawa Nur Usman.
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini