Menurut Anda, efektifkah menaikkan cukai rokok untuk mengurangi jumlah perokok di Indonesia?
Ya
59,4%
797
Tidak
39,4%
529
Tidak Tahu
1,2%
15
Total
(100%)
1.341
Survei tim peneliti di Pusat Kajian Ekonomi dan Kebijakan Kesehatan Fakultas Kesehatan Masyarakat Universitas Indonesia pada Desember 2015-Januari 2016 menunjukkan harga berkorelasi dengan kesediaan orang menghentikan kebiasaan merokok. Angka yang disepakati adalah Rp 50 ribu. Ini batas harga yang bikin jeri mereka yang kecanduan tembakau.
Indonesia surga rokok dan perokok. Meski banyak peraturan yang melarang merokok, pelanggarnya jarang terkena sanksi. Orang bebas merokok bahkan anak-anak muda. Harga rokok di Indonesia paling murah di kawasan ASEAN dan bisa diketeng, sehingga perokok justru banyak berasal dari mereka yang berpenghasilan rendah.
Di kelompok orang miskin, membeli rokok menjadi pengeluaran nomor dua setelah beras, mengalahkan belanja untuk pendidikan dan kesehatan. Dengan kandungan 4.000 zat kimia yang berbahaya, rokok merusak kesehatan. Sebanyak 200 ribu orang meninggal setiap tahun karena penyakit yang berhubungan dengan rokok: kanker, serangan jantung, stroke.
Melalui Undang-Undang Kesehatan Tahun 2009, pemerintah berniat mengendalikannya. Iklan rokok kini tak sebebas sebelumnya, juga ada peringatan bergambar bahaya rokok di bungkusnya. Namun semua itu tak ada artinya karena harga masih terjangkau. Jumlah perokok kini 70 juta orang dan naik setiap tahun dari kalangan anak-anak muda, konsumen baru pabrik rokok.
Masalahnya, rokok juga menyumbang pajak tak sedikit. Setiap tahun ada Rp 100 triliun masuk kas negara, kendati ongkos dan kehilangan potensi ekonomi akibatnya dua kali lipat. Maka harga yang mahal, lewat kenaikan cukai drastis, bisa menguntungkan dua kepentingan yang bertolak belakang ini: pendapatan negara tetap seraya mengendalikan distribusi dan konsumsinya.
Para responden dalam jajak pendapat Tempo.co pekan lalu juga sepakat dengan hal ini. Sebanyak 59,4 persen responden setuju dan meyakini jumlah perokok akan turun jika harganya mencekik, seperti di negara maju, yang sudah lama memerangi adiksi nikotin.
Indikator Pekan Ini
Menurut Anda, tepatkah pengampunan pajak diterapkan untuk semua wajib pajak? www.tempo.co.
Asas jurnalisme kami bukan jurnalisme yang memihak satu golongan. Kami percaya kebajikan, juga ketidakbajikan, tidak menjadi monopoli satu pihak. Kami percaya tugas pers bukan menyebarkan prasangka, justru melenyapkannya, bukan membenihkan kebencian, melainkan mengkomunikasikan saling pengertian. Jurnalisme kami bukan jurnalisme untuk memaki atau mencibirkan bibir, juga tidak dimaksudkan untuk menjilat atau menghamba ~ 6 Maret 1971