Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
DALAM Tempo edisi khusus 10 tahun Jokowi, dengan lugas, tuntas, dan tegas dibahas Nawadosa Presiden Joko Widodo. Bahkan sampul Tempo dengan jelas memperlihatkan wajah pemimpin kita yang mengintai dengan menutup wajah disertai senyum dan pandangan mata yang penuh makna. Sungguh sebuah satire yang menggigit dan tajam.
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
Sudah menjadi pandangan umum, memang ada yang berubah dari pemimpin kita dari janji awal pemerintahan. Seseorang memang sangat mungkin bisa berubah sikap jika situasi dan kondisinya berbeda. Sikap atau sifat yang tiba-tiba berubah dalam bahasa Jawa disebut walik grembyang.
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
Budayawan Triyanto Triwikromo menulis tentang walik grembyang yang mengatakan bahwa kita hidup dalam sebuah era yang memungkinkan seseorang yang memiliki sifat luhur tiba-tiba berubah atau walik grembyang menjadi sosok yang berbeda sama sekali. Salah satu yang menyebabkan seseorang walik grembyang adalah kekuasaan. Hanya, jangan lupa, Triyanto melanjutkan, seorang raja yang walik grembyang sangat mungkin ditinggalkan oleh rakyat atau para pendukung yang mengelilinginya. Raja yang terlalu berkuasa justru berkemungkinan ditinggalkan orang-orang yang potensial menjadi penggantinya.
Walik grembyang sesungguhnya merupakan tindakan aib. Apalagi bila walik grembyang dilakukan hanya untuk mengejar takhta dan harta. Raja yang hanya memikirkan takhta dan harta jelas dapat dikategorikan sebagai dudu ratu (bukan ratu), bukan raja sejati, bukan raja yang agung.
Ki Dalang Tingkir, menurut Triyanto, dalam lakon Semar Ratu, mengatakan siapa saja bisa walik grembyang. Semar yang bijaksana bisa menjadi sosok yang nggragas. Semar yang welas asih bisa menjadi kejam. Jadi walik grembyang merupakan penyakit bagi orang-orang yang kemaruk.
Lalu bagaimana agar raja tak sampai pada tahapan walik grembyang? Ya, dia harus kembali ke habitat ratu kang berbudi bawa laksana, gung binantara dan patuh pada sesanti pandhita ratu. Raja tak boleh menjatuhkan dirinya sebagai sosok yang nggragas, sosok yang kemaruk.
Semoga kita semua tidak menjadi insan yang mudah walik grembyang dan tetap berjalan sesuai dengan peraturan. Semoga pemimpin Indonesia juga selalu mengutamakan kesejahteraan masyarakat, terutama dalam hal keadilan sosial dan penegakan hukum.
Kosmantono
Purwokerto, Jawa Tengah
Peralihan Kekuasaan
PERALIHAN kekuasaan di Indonesia sejak era Sukarno sampai Susilo Bambang Yudhoyono tidak pernah berlangsung secara mulus. Kemenangan Prabowo Subianto pada 2024, yang relatif diraih dengan mulus walaupun ada riak-riak politik dan gugatan dari pihak yang kalah, menimbulkan harapan akan adanya peralihan kekuasaan yang baik, benar, dan tanpa gejolak.
Penetapan Prabowo Subianto dan Gibran Rakabuming Raka sebagai presiden dan wakil presiden terpilih oleh Komisi Pemilihan Umum pada April 2024, atau enam bulan sebelum resmi dilantik, memberikan banyak kesempatan kepada Prabowo untuk mempelajari berbagai masalah yang harus dihadapi sebagai presiden mendatang.
Jabatan Prabowo sebagai Menteri Pertahanan memberikan keuntungan yang sangat besar karena ia selalu ada dalam setiap sidang kabinet dan melihat bagaimana Jokowi memimpin republik ini. Dalam setiap acara resmi yang berskala internasional, Jokowi selalu memperkenalkan Prabowo sebagai penggantinya. Jokowi juga memberikan kesempatan yang besar dan luas kepada Prabowo untuk berkiprah sebagai presiden mendatang. Salah satunya melakukan banyak kunjungan ke luar negeri untuk bertemu dengan para pemimpin negara besar.
Prabowo punya bekal memadai dengan “magang” kepada Jokowi selama enam bulan serta mempunyai modal yang cukup untuk merealisasi janji-janji selama kampanye dan membawa negeri ini menuju kesejahteraan dan kemakmuran bagi seluruh rakyat Indonesia. Yang paling penting, rakyat tidak ingin melihat para mantan presiden tidak saling bicara dan hubungannya kurang baik.
Samesto Nitisastro
Depok, Jawa Barat
Ketika Jokowi Menangis
TANGISAN Presiden Joko Widodo pecah saat menyampaikan permintaan maaf atas kepemimpinannya selama ini dalam acara zikir dan doa kebangsaan “79 Tahun Indonesia Merdeka” di halaman Istana Merdeka pada 1 Agustus 2024.
Melihat Pak Jokowi tiba-tiba banjir air mata, seketika hati ini luluh, kasihan, iba juga. Kita tidak tahu pasti apa sebenarnya yang menyebabkan ia sedih. Apakah karena sebentar lagi mau lengser? Atau gara-gara edisi khusus Tempo yang membahas Nawadosa Jokowi?
Kita tidak tahu. Apakah air mata itu air mata bahagia karena putra sulungnya menjadi wakil presiden atau itu air mata buaya, gimik jilid kesekian, penuh kepalsuan?
Untuk Bapak Joko Widodo, presiden kami yang sedang terguncang hatinya karena ulah Tempo pekan lalu, jika benar-benar serius meminta maaf, temuilah rakyat yang berdemonstrasi, jangan malah ngacir menghindar. Jika Bapak benar-benar serius meminta maaf, temuilah para korban perampasan paksa tanah ulayat/adat, mereka yang dipaksa meninggalkan hutan dan kampung halamannya, hutan mereka dibabat tidak ada ampun.
Jika benar-benar serius meminta maaf, tolong batalkan Gibran menjadi wakil presiden dan ikhlaskan Prabowo memilih wakil presiden yang lebih kompeten untuk menemaninya memimpin Indonesia lima tahun ke depan.
Bukankah hasil survei menunjukkan kepuasan rakyat di atas 70 persen? Jadi sebaiknya Pak Jokowi tidak usah bersedih. Tetap bersemangat menatap Indonesia maju, Indonesia Emas 2045 yang “dihalu-halukan” itu.
Apakah kita semua harus memaafkan dan melupakan segala kekhilafannya selama 10 tahun menjadi superstar Indonesia? Saya pribadi hanya bisa terdiam.
Hardi Yan
Tembilahan, Riau