Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
Apakah Anda setuju dengan pengerahan pasukan oleh pemerintah untuk melakukan operasi militer terbatas di Aceh? (24 - 30 Mar, 2001) | ||
Ya | ||
68.6% | 556 | |
No | ||
29.1% | 236 | |
Tidak tahu | ||
2.3% | 19 | |
Total | 100% | 811 |
WARGA Aceh dalam hidupnya sehari-hari boleh dibilang akrab dengan suara tembakan senjata api. Kamis pekan lalu, misalnya, giliran warga Desa Sumbok, Kecamatan Tanahluas, Aceh Utara, yang sempat empot-empotan hatinya ketika anggota Gerakan Aceh Merdeka (GAM) terlibat baku tembak dengan patroli tentara Indonesia. Warga desa ini tentu bukan tokoh Sugali--seperti yang digambarkan oleh penyanyi Iwan Fals dalam salah satu lagunya—yang tidak kenal takut karena malah menganggap suara senapan bak petasan belaka.
Ketakutan terhadap suara senapan yang menghantui warga Aceh bukan muncul begitu saja dalam mimpi buruk mereka. Sejarah rakyat Serambi Mekah sarat dengan kekerasan bersenjata sejak masa kolonial hingga era reformasi. Penerapan wilayah mereka sebagai daerah operasi militer (DOM) oleh pemerintah Orde Baru, misalnya, turut menjadi pupuk yang menyuburkan kecemasan di hati mereka.
Bayang-bayang buruk itulah yang kembali muncul setelah pemerintahan Abdurrahman Wahid kembali menggulirkan ide penerapan operasi militer di Aceh. Coba simak penuturan Ketua DPRD Aceh, Teungku Muhammad Yus, yang mengingatkan agar kali ini pemerintah tidak gegabah dalam bertindak supaya ”jangan sampai rakyat yang tidak bersalah menerima akibatnya.”
Kepala Pusat Penerangan TNI, Marsekal Muda Graito Usodo, tidak menampik kemungkinan jatuhnya korban dari pihak sipil karena sulit memindahkan warga Aceh ke tempat khusus. Padahal, konflik bersenjata kerap tak terelakkan mengingat anggota GAM merupakan ”sebuah kelompok yang terorganisasi dengan baik, terlatih, dan memiliki senjata canggih dalam menyerang anggota TNI.”
Graito dan Yus boleh saja berseberangan sikap dalam menanggapi rencana penerapan operasi militer di Aceh. Namun, mereka sebaiknya tak usah kaget kalau menemukan sebagian anggota masyarakat justru tidak lagi merasa tabu terhadap penggunaan kekuatan bersenjata oleh pemerintah di Aceh. Jajak pendapat oleh TEMPO Interaktif menunjukkan bahwa pendukung gagasan operasi militer terbatas di wilayah yang bergolak ini bahkan mencapai 68,6 persen dari 811 pengunjung situs pekan lalu.
Hanya 29,1 persen alias 236 responden yang menyatakan penolakannya terhadap penggunaan kekuatan bersenjata oleh pemerintah untuk menangani pergolakan di Aceh. Sisanya, 19 orang, mengaku tidak tahu tentang kebijakan pemerintah dalam penggunaan senapan dan mesiu untuk melawan aktivitas anggota GAM di Bumi Rencong.
Indikator Pekan Depan: Menteri Kehakiman dan Hak Asasi Manusia, Baharuddin Lopa, mengirim terdakwa kasus korupsi, Mohammad Bob Hasan, ke Lembaga Pemasyarakatan Pulau Nusakambangan pekan lalu. Tindakan ini sempat memicul munculnya pro dan kontra di kalangan praktisi hukum dan masyarakat. Apakah Anda setuju dengan tekad pemerintah untuk menempatkan koruptor ke Penjara Nusakambangan? Silakan kunjungi situs www.tempointeraktif.com untuk menyuarakan pendapat Anda. |
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
- Akses edisi mingguan dari Tahun 1971
- Akses penuh seluruh artikel Tempo+
- Baca dengan lebih sedikit gangguan iklan
- Fitur baca cepat di edisi Mingguan
- Anda Mendukung Independensi Jurnalisme Tempo