Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
Perusahaan Listrik Negara (PLN) ibarat orang tak henti dirundung malang. Tahun lalu, PLN merugi sampai Rp 22,5 triliun, dan tahun ini tak ada tanda-tanda perbaikan. Bahkan, pekan-pekan ini, PLN sibuk mencari duit US$ 10,65 juta atau sekitar Rp 110 miliar untuk dibayarkan kepada PT Energi Sengkang, pemilik Pembangkit Listrik Tenaga Gas dan Uap (PLTGU) Sengkang, Sulawesi Selatan.
Sumber TEMPO di Departemen Energi dan Sumber Daya Mineral mengungkapkan bahwa tagihan itu berasal dari kekurangan pembayaran PLN atas pembelian listrik dari Sengkang pada periode September 1997-Oktober 2000. Pada kurun waktu itu, PLN sudah membayar US$ 45 juta dan menganggapnya lunas. Alasannya, kedua belah pihak telah sepakat bahwa harga jual listrik Sengkang diturunkan sampai US$ 0,04286 per kWh, dari semula US$ 0,067. Jika patokan harga itu yang dipakai, pada periode tadi, kewajiban PLN memang hanya US$ 45 juta.
Tapi Energi Sengkang punya perhitungan lain. Menurut perusahaan ini, sebelum kesepakatan ditandatangani, harga jual Sengkang tetap US$ 0,067, sesuai dengan perjanjian pembelian listrik (power purchasing agreement) yang diteken pada 1996. Jika itu yang dijadikan dasar, PLN harus membayar US$ 75 juta. Karena PLN sudah membayar US$ 45 juta, Sengkang masih punya piutang US$ 30 juta. Sengketa inilah yang membuat perundingan PLN dengan Sengkang tak kunjung selesai.
Namun, ada perubahan kebijakan yang begitu drastis pada Februari lalu. Menteri Koordinator Perekonomian Rizal Ramli, sebagai Ketua Tim Renegosiasi, dalam suratnya kepada Direktur Utama PLN pada 2 Februari lalu, masih meminta PLN menyelesaikan urusan tagihan tersebut. Rizal tak menyebut sepatah kata pun yang mengindikasikan PLN harus membayar tagihan itu. Tak dinyana-nyana, sepekan kemudian Rizal Ramli mengirim surat ke PLN, yang isinya justru memerintahkan agar PLN membayar tagihan tersebut. Dalam surat itu juga disebutkan bahwa pemerintah yang akan menutup kekurangannya sebesar US$ 19,4 juta.
Rizal Ramli membenarkan bahwa dia telah meminta PLN membayar tagihan tersebut. Pertimbangan untuk membayar tagihan tersebut adalah karena Sulawesi Selatan memang membutuhkan pembangkit baru untuk menambah kapasitas listrik di sana. "Kebutuhan listriknya tinggi dan kasus Sengkang terkait erat dengan soal itu," kata Rizal. Menurut perhitungan Energi Sengkang, kebutuhan listrik di kawasan itu rata-rata naik 12 persen, sementara pembangkitnya terbatas. Karena itu, pemerintah ingin agar kasus ini segera diselesaikan.
Sumber TEMPO mengungkapkan bahwa surat Rizal itu dikirim tak lama setelah Menteri Luar Negeri Alwi Shihab bertemu dengan Paul Edward, Direktur Utama Energi Sengkang. Kabarnya, dalam pertemuan itu, Edward melobi Alwi agar PLN segera bersedia membayar kekurangan tagihan pembelian listrik. Alwi mengakui bahwa dia bertemu dengan Edward, tapi bukan karena dilobi Edward. "Saya mau bicara dengan Edward karena dia sudah memberi tenggat dan mengancam akan cabut dan menyetop Sengkang," kata Alwi kepada Levi Silalahi dari TEMPO.
Alwi menambahkan bahwa dia bahkan meminta agar Energi Sengkang mengurangi tagihannya. Menurut Alwi, misinya sukses. Energi Sengkang bersedia hanya dibayar US$ 30 juta dan bunganya yang mencapai sekitar US$ 5 juta dihapuskan. "Saya tidak ada urusan lobi. Yang saja kerjakan malah menyelamatkan uang negara," kata Alwi dengan nada tinggi. Bagaimanapun, tagihan itu tetap akan memberatkan PLN, yang kini sedang sekarat dibebani berbagai tagihan dan utang. Untuk berdiri tegak pun, PLN sulit melakukannya, apalagi ditambah beban baru.
Namun, Rizal yakin, PLN akan mampu membayar tagihan tersebut. "Nggak punya uang itu kan kata PLN," katanya. Menurut Rizal, pemerintah segera menuntaskan restrukturisasi PLN, termasuk melakukan revaluasi aset. Jika urusan ini selesai, Rizal yakin, keuangan PLN akan membaik. Sayangnya, menurut sumber di PLN, Menteri Rizal melupakan satu hal: dari mana PLN mendapatkan uang jika selama ini selalu tekor. Apalagi subsidi Rp 3,9 triliun yang mestinya sudah masuk ke kas PLN malah diinapkan di Bank Mandiri begitu lama. Agaknya, pepatah yang mengatakan "malang tak pernah datang sendirian" memang ada benarnya juga.
M. Taufiqurohman, Dewi Rina Cahyani, dan Rommy Fibri
Profil Proyek PLTGU Sengkang | |
Lokasi | Sengkang, Sulawesi Selatan |
Kapasitas | 135 MW |
Investasi | US$ 176 juta |
Beroperasi | September 1997 |
Harga (berdasarkan PPA) | US$ 0,06702/kWh |
Usulan harga baru | US$ 0,04228/kWh |
Pemilik | PT Energi Sengkang |
Pemegang saham | Energy Equity Corp., Australia (47,5%), El Paso Energy Corp. (47,5%), dan Triharsa Sarana Jaya Purnama (5%) |
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
- Akses edisi mingguan dari Tahun 1971
- Akses penuh seluruh artikel Tempo+
- Baca dengan lebih sedikit gangguan iklan
- Fitur baca cepat di edisi Mingguan
- Anda Mendukung Independensi Jurnalisme Tempo