Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Kutipan & Album

Palu untuk vonis dan konduite

Hakim din muhammad mengusir pengacara nasroen kali anda yang tak bersedia membacakan pledoi karena terdakwa edison faber tak hadir dipersidangan. dirposbakum, denny kailimang mengadukan ke ikahi.(alb)

18 Oktober 1986 | 00.00 WIB

Image of Tempo
Perbesar

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

TIDAK pernah terjadi hakim sampai mengusir pengacara dari sidang hanya karena si pengacara tidak bersedia membacakan pledoi. Tapi, Kamis pekan lalu, Hakim Din Muhammad melakukannya karena naik darah ketika Nasroen Kalianda, pengacara dari Posbakum, menolak membacakan pledoi dalam perkara Edison Faber Hutahayan alias Mandor. Mandor sebelumnya dituntut hukuman 18 tahun penjara karena kejahatan narkotik. Tapi ia kabur dari tahanan Salemba, awal September lalu, sehingga tak hadir dalam sidang. Sebenarnya, sidang untuk pledoi itu sudah harus dilakukan pada September lalu. Tapi, karena Mandor lari, sidang jadi tertunda-tunda sampai Kamis itu. Ternyata, ketika majelis hakim yang diketuai Din Muhammad membuka sidang untuk mendengarkan pledoi, perdebatan terjadi dengan Nasroen. "Saya keberatan membacakan pledoi karena terdakwa tidak hadir sesuai dengan bunyi pasal 16 Undang-Undang Pokok Kekuasaan Kehakiman," kata Nasroen. Pasal yang disebutnya itu menentukan bahwa perkara harus diperiksa dan diputuskan pengadilan dengan hadirnya terdakwa -- kecuali ditentukan lain oleh undang-undang. Hakim Din Muhammad sebaliknya menganggap bahwa persidangan bisa tetap diteruskan kendati terdakwa tidak hadir. Dasarnya, disebutkan sebuah yurisprudensi Mahkamah Agung, tanpa menyebut nomor dan tanggalnya. Tapi Nasroen tetap bertahan untuk tidak membacakan. Sebab itu, hakim menanyakan apakah Nasroen mengundurkan diri sebagai pembela. Ketika pengacara itu mengatakan "ya", hakim pun memerintahkannya keluar, sambil mengancam, "Saya akan mencatat konduite Saudara." Kepada TEMPO, Din Muhammad, yang juga Wakil Ketua Pengadilan Negeri Jakarta Timur, membantah mengusir Nasroen. "Saya hanya mempersilakan dia keluar sidang, karena dia telah melepaskan diri dari kepentingan pembela. Apa yang diberitakan koran-koran itu tidak benar," kata Din Muhammad. Tapi benarkah sidang bisa dilanjutkan tanpa hadirnya terdakwa? Din Muhammad beranggapan bisa. "Jika terdakwa pernah hadir di sidang -- meski belakangan tidak datang lagi -- menurut yurisprudensi, sidang bisa berjalan terus sampai putusan," ujar Din Muhammad, sambil menunjuk yurisprudensi Mabkamah Agung tertanggal 26 Agustus 1980. Dalam yurisprudensi yang disebarluarkan dengan Surat Edaran Mahkamah Agung tertanggal 6 September 1980 itu memang disebutkan, seorang terdakwa yang pernah hadir -- kemudian tidak datang lagi -- sidangnya bisa dilanjutkan dan bahkan diputuskan dengan proses op tegenspraak (tertuduh dianggap hadir). Dalam proses itu si terdakwa yang tidak hadir dianggap telah melepaskan haknya untuk membela diri. Tapi di situ pulalah kekeliruan hakim. Menurut Direktur Posbakum di Pengadilan Negeri Jakarta Timur, Denny Kailimang, kecuali dalam Undang-Undang Pokok Kekuasaan Kehakiman, di KUHAP -- yang dilahirkan 1981 -- pun ditegaskan bahwa baik di dalam pemeriksaan maupun putusan terdakwa tunggal harus hadir di sidang. Kemungkinan tetap melanjutkan sidang hanya dibenarkan bila salah seorang terdakwa dari beberapa terdakwa tidak hadir di sidang. "Yurisprudensi dan undang-undang itu kedudukannya sama, tapi tentu yang harus diberlakukan adalah ketentuan yang terbaru," ujar Denny Kailimang. Sebab itu, Denny, yang juga pengurus DPP Ikadin, memuji tindakan Hakim B.E.D. Siregar ketika mengadili kliennya, Irwanto, tahun lalu. Irwanto, seperti juga Mandor, melarikan diri dari Rutan Salemba ketika rumah tahanan itu kebobolan akhir Mei tahun lalu. Padahal, Irwanto saat itu tengah diadili dalam perkara penggelapan. Tapi Siregar, yang menangani kasus itu, tidak melanjutkan sidang dan menunda sidang sampai waktu yang tidak ditentukan. Setelah Irwanto tertangkap kembali, Agustus tahun itu, sidang kembali dibuka dan bekas buron itu divonis 1 tahun 2 bulan penjara. B.E.D. Siregar, membenarkan cerita itu. "Agar dari segi yuridis putusan saya itu bisa dipertanggungjawabkan," begitu alasan Siregar menunda sidang ketika terdakwa lan. Sebenarnya, menurut Siregar, dalam perkara itu ia bisa saja memvonis karena perkaranya sumir -- untuk perkara sumir seperti lalu lintas memang dibenarkan terdakwa tidak hadir di sidang. "Tapi sebagai terdakwa, ia belum didengar keterangan, apa dia mengakui atau memungkiri perbuatannya. Majelis hakim ketika itu merasa perlu lebih teliti untuk memutus perkaranya," tambah Hakim B.E.D. Siregar. Bagi pihak Posbakum, khususnya Denny Kailimang dan Nasroen Kalianda, soal boleh atau tidaknya sidang dilanjutkan tanpa terdakwa itu justru dianggap mereka berguna untuk perkembangan hukum. Yang tidak bisa mereka terima adalah soal pengusiran dan desakan hakim untuk memastikan Nasroen mengundurkan diri dari perkara itu. "Hakim dalam kasus itu sudah emosional dan kurang etis sehingga memaksa pembela mengundurkan diri dari kedudukannya sebagai pembela kliennya. Itu bukan wewenangnya dan telah mencampuri hak orang lain," ujar Denny Kailimang. Sebab itu, Denny berniat -- setelah Nasroen memberikan laporannya -- meneruskan pengaduan itu ke Ikatan Hakim Indonesia (Ikahi). "Jika selama ini hanya pengacara yang dianggap bisa melakukan perbuatan contempt of court, nah, sekarang boleh juga hakim dianggap melakukan perbuatan itu," tambah Denny. Din Muhammad rupanya tidak gentar dengan rencana Denny itu. Ia menganggap kejadian itu tidak ada hubungannya dengan Ikahi. "Jika ia mau melapor, silakan sidang akan jalan terus," kata Din Muhammad, yang berniat memutuskan perkara itu pekan ini. Pada kasus itu, katanya, ia malah berniat mencatat konduite pengacara yang juga sudah diucapkannya di sidang. "Saya katakan di sidang tentang itu agar semua tahu," kata Din Muhammad. Konduite siapa yang benar dan siapa yang tidak benar mungkin petinggi hukumlah yang harus memutuskannya. Karni Ilyas, Laporan Happy S. & Erlina S. (Jakarta)

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Image of Tempo
Image of Tempo
Berlangganan Tempo+ untuk membaca cerita lengkapnyaSudah Berlangganan? Masuk di sini
  • Akses edisi mingguan dari Tahun 1971
  • Akses penuh seluruh artikel Tempo+
  • Baca dengan lebih sedikit gangguan iklan
  • Fitur baca cepat di edisi Mingguan
  • Anda Mendukung Independensi Jurnalisme Tempo
Lihat Benefit Lainnya

Image of Tempo

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Image of Tempo
>
Logo Tempo
Unduh aplikasi Tempo
download tempo from appstoredownload tempo from playstore
Ikuti Media Sosial Kami
© 2024 Tempo - Hak Cipta Dilindungi Hukum
Beranda Harian Mingguan Tempo Plus