Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Surat Pembaca

Pasar tak kena kiss

9 November 1991 | 00.00 WIB

Image of Tempo
Perbesar

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Waktu Laksamana Sudomo mempopulerkan Kiss (Koordinasi Intensifikasi, dan Sinkronisasi) pada 1970-an, orang segera membayangkan langkah-langkah masa atang lebih dipersiapkan, teratur, efisien, dan menguntungkan. Memang, untuk beberapa bidang, hal tersebut terlihat. Tapi, di banyak bidang lainnya, semboyan tersebut tampaknya kurang diindahkan. Salah satu bidang yang tidak kena Kiss adalah bidang perpasaran. Pasar dan toko-toko, saat ini, tumbuh di mana-mana bagai cendawan di musim hujan. Pertumbuhannya sangat jauh melebihi kemampuan pembeli. Dan sangat banyak tempat sering terlihat pemandangan yang lucu: penjual sangat banyak daripada pembeli. Yang melayani terlalu banyak dibandingkan dengan yang dilayani. Yang janggal lainnya adalah pada saat pasar-pasar masih kosong dan sepi di Jakarta, banyak berdiri toko serba ada atau pasar baru di tempat lalu lintas ramai atas izin pemerintah daerah. Akibatnya, pasar yang tadi sepi semakin sepi. Dana pemerintah yang diinvestasikan pada pembangunan pasar tidak termanfaatkan dengan baik, yang berarti merugikan pemerintah. Begitu pula nasib pedagang-pedagang kecil yang mencari nafkah di pasar-pasar sepi semakin terpukul. Lalu lintas semakin macet di lokasi toko serba ada. Yang lebih janggal adalah yang terjadi di pasar Rawabening Jatinegara. Pasar milik perusahaan daerah itu sudah puluhan tahun berdiri dalam kondisi senen-kemis. Banyak ruangan yang kosong. Toko banyak tutup karena tak ada pembeli. Walau demikian, masih saja banyak kios yang dibangun di atas jalan raya yang sering macet. Alasan membangun kios-kios di Jalan Raya Jatinegara adalah untuk menampung para pedagang dari Pasar Jatinegara, yang terbakar pada Juni lalu. Apakah alasan itu cukup kuat dan sehat untuk mengorbankan jalan raya yang sangat vital bagi Kota Jakarta? Bukankah mereka itu bisa ditampung pada pasar-pasar yang masih kosong? Tentang pemberian izin bagi toserba-toserba atau pasar-pasar baru di tempat keramaian lalu lintas tentu juga ada alasannya. Bisa dimulai dari kebutuhan modernisasi pertokoan. Para pedagang adalah logis menginginkan tempat-tempat ramai untuk mendapat pembeli yang banyak. Sampai kepada pendapatan pajak bagi Pemda dari toserba-toserba dan pasar-pasar baru tersebut. Tapi, apakah modernisasi dan pendapatan pajak tidak bisa dicapai dengan cara yang lebih baik? Seimbangkah pendapatan pajak Pemda dari toserba-toserba dan pasar-pasar baru dengan kerugian yang diderita oleh pasar-pasar lama, yang dibangun dengan dana pemerintah? Ditambah lagi dengan kerugian pedagang-pedagang kecil yang terpaksa tetap berada di pasar yang sepi. GOGO MANURUNG, S.E. Jalan Cipinang Baru II Nomor 6 Jakarta Timur

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Image of Tempo
Image of Tempo
Berlangganan Tempo+ untuk membaca cerita lengkapnyaSudah Berlangganan? Masuk di sini
  • Akses edisi mingguan dari Tahun 1971
  • Akses penuh seluruh artikel Tempo+
  • Baca dengan lebih sedikit gangguan iklan
  • Fitur baca cepat di edisi Mingguan
  • Anda Mendukung Independensi Jurnalisme Tempo
Lihat Benefit Lainnya

Image of Tempo

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Image of Tempo
>
Logo Tempo
Unduh aplikasi Tempo
download tempo from appstoredownload tempo from playstore
Ikuti Media Sosial Kami
© 2024 Tempo - Hak Cipta Dilindungi Hukum
Beranda Harian Mingguan Tempo Plus