Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
PEMANDANGAN seram itu tampaknya terjadi pekan ini: ribuan orang mengepung Gedung MPR/DPR, Senayan, sembari menggotong spanduk, poster, dan umbul-umbul. Ikat kepala putih betuliskan ”Pendukung Gus Dur” menempel erat di kepala mereka. Pasukan kebal dan bertenaga dalam itu menerobos Gedung MPR/DPR dengan satu tujuan: mencegah DPR menjatuhkan memorandum kedua—vonis yang akan mengirim Presiden Abdurrahman Wahid ke Sidang Istimewa MPR.
Di pihak lain, kelompok anti-Abdurrahman tak tinggal diam. Ikhwanul Muslimin Indonesia, organisasi massa penentang Presiden, mengaku sudah menyiapkan 157 ribu orang untuk menghadang pendukung Abdurrahman. Kelompok lain, seperti perhimpunan warga Betawi, juga mengaku sudah bersiap-siap mencegah pasukan yang akan ”mengacau” Ibu Kota.
Meski persiapan pertempuran kedua kelompok sudah begitu serius, warga Jakarta, seperti tergambar dalam jajak pendapat TEMPO pekan ini, mengaku belum mengambil tindakan apa-apa untuk mengantisipasi keadaan. Hanya sebagian kecil yang mengaku menimbun persediaan makanan lebih banyak dari biasanya. Juga menambah perangkat pengamanan rumah atau bersiap-siap mengungsi jika pertempuran benar-benar terjadi.
Rasa percaya diri warga Jakarta menghadapi kondisi kacau memang menarik. Sebagian responden mengaku terteror melihat persiapan ”perang” kedua kelompok di atas. Tapi tidak semuanya percaya pertumpahan darah benar-benar akan terjadi.
Mereka yang tak percaya menilai, kalaupun api perang benar-benar memercik, aparat keamanan akan sigap menyemprotkan air pemadam. Yang lainnya beranggapan, persiapan tempur kedua pihak lebih merupakan strategi perang urat saraf antara Presiden dan lawan politiknya ketimbang rencana pertempuran yang sungguh-sungguh.
Baik kelompok Abdurrahman maupun politisi penentangnya, tampaknya, memang harus ekstra-hati-hati dengan strategi pengerahan massa ini. Jika mereka tak cermat, rusuh massa yang dimulai oleh salah satu kelompok akan dengan mudah dipakai oleh kelompok lain untuk memukul balik. Anarkisme massa, bagaimanapun, merupakan tindakan kriminal yang bisa mendudukkan aktor penggeraknya di kursi pesakitan.
Kelompok yang percaya pertumpahan darah akan terjadi menilai rusuh tak bakal terhindarkan karena akar pertikaian Abdurrahman dan penentangnya sudah mustahil didialogkan lagi. Para penentang Presiden menilai Abdurrahman bersalah karena menjalankan pemerintahan dengan sembrono, melakukan korupsi dan nepotisme, serta tak mengindahkan peringatan DPR melalui memorandum pertama.
Sebaliknya, Abdurrahman menilai politisi DPR hanya mencari-cari jalan untuk menjatuhkan dirinya sebelum periode kekuasaannya berakhir. Lalu, karena kedua kekuatan punya basis massa yang besar, pertentangan ini merembet ke level akar rumput. Persiapan perang yang dilakukan kedua belah pihak juga dijadikan alasan oleh responden untuk mempercayai bakal datangnya rusuh massa tersebut.
Lalu, jika separuh responden percaya bahwa kekacauan itu akan meletus, mengapa sebagian besar dari mereka belum juga mengambil langkah pengamanan? ”Saya pasrah saja,” ujar Siti Sunaryo, seorang ibu yang tinggal di kawasan Jakarta Barat. Ia mengaku sudah letih dengan semua isu kerusuhan itu. Jawaban Siti boleh jadi mencerminkan sikap fatalistis. Tapi itulah faktanya. Kerusuhan yang terus-menerus terjadi di Jakarta dan berbagai tempat di Indonesia, ditambah dengan ekonomi yang belum juga sembuh dari krisis, menjadikan masyarakat tak punya banyak pilihan. Prinsipnya kira-kira begini: pikirkan saja hari ini, esok kita serahkan kepada Tuhan.
Getir rasanya tatkala kita tiba-tiba menemukan sebuah masyarakat yang imun terhadap berbagai ancaman fisik—termasuk isu kerusuhan.
Arif Zulkifli
Tahukah Anda ada pasukan berani mati yang akan membela Abdurrahman Wahid pada saat pengumuman memorandum kedua? | |
Tahu | 92,9% |
---|---|
Tidak tahu | 7,1% |
Apa kesan Anda terhadap pasukan itu? | |
Menakutkan | 70,1% |
Tidak menakutkan | 29,9% |
Percayakah Anda bahwa akan terjadi bentrok antara pendukung dan penentang Presiden pada saat pengumuman memorandum kedua? | |
Percaya | 56,3% |
Tidak percaya | 43,7% |
Bila Anda percaya, apa alasannya?* | |
Kedua kekuatan telah mempersiapkan diri | 64,4% |
Kedua kekuatan tidak bisa didamaikan lagi | 38,4% |
Aparat keamanan tidak mampu mengatasi keadaan | 30,3% |
Karena ada provokator | 3,5% |
* Responden boleh memberikan lebih dari satu jawaban | |
Bila Anda tidak percaya, apa alasannya?* | |
Aparat keamanan pasti mampu mengatasi keadaan | 71,4% |
Pasukan anti dan pro-Presiden hanya melancarkan perang urat saraf | 37,7% |
Karena pertikaian Presiden dan DPR masih bisa didamaikan | 19,1% |
* Responden boleh memberikan lebih dari satu jawaban | |
Apa persiapan Anda menghadapi bentrok antara pendukung dan penentang Presiden?* | |
Tidak melakukan apa-apa | 80,8% |
Membeli bahan makanan lebih banyak dari biasanya | 10,3% |
Menambah perangkat pengamanan rumah | 10,3% |
Mengungsi ke luar kota/ke rumah famili | 4,0% |
Mengadakan siskamling | 3,2% |
* Responden boleh memberikan lebih dari satu jawaban | |
Metodologi jajak pendapat :
MONITOR juga ditayangkan dalam SEPUTAR INDONESIA setiap hari Minggu pukul 18.30 WIB
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
- Akses edisi mingguan dari Tahun 1971
- Akses penuh seluruh artikel Tempo+
- Baca dengan lebih sedikit gangguan iklan
- Fitur baca cepat di edisi Mingguan
- Anda Mendukung Independensi Jurnalisme Tempo